Jumat, 21 Desember 2018

PENGANTAR ILMU HUKUM


 Assalamuallaikum warahmatullahi wabarakatuh
disini saya akan memberikan sedikit materi rangkuman untuk mata kuliah fakultas Hukum yaitu Pengantar Ilmu Hukum.
Seperti yang kita ketahui bahwa Pengantar Ilmu Hukum (PIH) menjadi mata kuliah wajib dan dasar yang harus dipelajari oleh mahasiswa fakultas Hukum. Oleh karena itu harapanya tulisan ini dapat menjadi sumber dan referensi pembaca sekalian. Semoga bermanfaat.


PENGANTAR ILMU HUKUM
I.                   Pendahuluan
1.      Perbedaan Ruanng Lingkup Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia.
·         PHI hukum positif yang berlaku di Indonesia mengenai:
-          Tatanan hukum
-          Aturan-aturan hukum
-          Lembaga-lembaga hukum
-          Mulai dari sejarahnya, positif berlakunya, apakah sesuai dengan asas-asas dan teori-teori hukum (dogmatik hukum).
·         PIH merupakan pengantar guna, memperkenalkan dasar-dasar ajaran hukum umum (Algemeine Rechtslehre).
·         PIH mempelajari ilmu hukum  secara umum dengan memperkenalkan pengertian-pengertian dan konsep-konsep dasar tentang hukum pada umumnya yang tidak hanya berlaku di Indonesia saja, tetapi yang berlaku pada masyarakat hukum lainya (bersifat universal).
·         PIH mempelajari dan memperkenalkan pengertian-pengertian dan konsep-konsep dasar serta teori-teori hukum secara umum, termasuk mengenai sejarah terbentuknya lembaga-lembaga hukum maupun pengantar falsafahnya dalam arti kerohanian kemasyarakatan.
2.      Pengertian Hukum di Tinjau dari 9 aspek.
1.      Hukum sebagai ilmu
·         Pengetahuan: segala sesuatu yang di tangkap oleh panca indera.
·         Ilmu: kebenaran. Ilmu harus mempunyai obyek tertentu (obyektif, sistematis, metode, empiris, universal).
2.      Hukum sebagai disiplinàBagian dari kebenaran.
3.      Hukum sebagai kaidah/pedoman perilaku.
4.      Hukum sebagai tata hukum/kaidah yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu, berupa hukum tertulis.
5.      Hukum sebagai petugas (hakim, jaksa dan lain-lain).
6.      Hukum sebagai keputusan penguasa.
7.      Hukum sebagai proses pemerintahan.
8.      Hukum sebagai perikelakukuan yang tetap.
9.      Hukum sebagai jalinan nilai-nilai.
3.      Pengertian disiplin hukum dan ruang lingkupnya.
Menurut Karl Larenct à Van Apeldorn
Disiplin hukum yaitu:
1.      Ilmu hukum
·         Ilmu tentang kaidah (norma Rechts wetenschap).
·         Ilmu tentang pengertian.
·         Ilmu tentang kenyataan.
1.      Sejarah hukum
2.      Psikologi hukum (memaksaàmengertiàmemahamiàmenyadari)
3.      Perbandingan hukum
4.      Sosiologi hukum
5.      Antropologi hukum
2.      Politik hukum (Rechts Politiek)
Politik hukumàilmu yang mempelajari bagaimana merancang hukum untuk masa depan.
3.      Filsafat hukum (Rechts Filosofiet)
Filsafat hukumàilmu yang memilki tujuan dan kebenaran.
II.                Norma, Kaidah
Istilah dan Pengertian norma atau kaidah
·         Sumber norma atau kaidah adalah hasrat atau keinginan untuk hidup secara pantas sebagai manusia.
·         Macam norma atau kaidah yakni;
1.      Norma atau kaidah yang berurusan dengan pribadi
a.       Norma Agama
b.      Norma Kesusilaan
2.      Norma atau kaidah yang berurusan dengan hubungan antar pribadi
a.       Norma Kesopanan
b.      Norma Hukum


Varian
Agama
Kesusilaan
Kesopanan
Hukum
Asal-usul
Tuhan
Hati nurani
Paksaan masyarakat
Negara
Tujuan
Kesalehan pribadi
Kesempurnaan hidup
Hidup menjadi tentram
Ketertiban
Isi
Bathin
Lahir
Sanksi
Dosa
Penyesalan
Sanksi tidak resmi (dikucilkan)
Dari masyarakat yang resmi
Daya kerja
Kewajiban
Melindungi hak dan membebani kewajiban
Ruang lingkup
Pribadi
Antar pribadi

·         Ciri-ciri norma atau kaidah hukum
1.      Norma atau kaidah hukum hampir selalu di tetapkan oleh penguasa yang berwenang (Bevoegd Gezag).
2.      Norma atau kaidah hukum memiliki ruang lingkup yang disebut keberlakuan (Gelding).
n  Keberlakuan normatif (Normatieve Gelding)
n  Keberlakuan nyata (Feitelijke Gelding)
3.      Norma atau kaidah hukum selalu berkaitan dengan perilaku dan perbuatan manusia yang bersifat lahiriah.
4.      Norma atau kaidah hukum pasti (Zakelijke), obyektif, dan rasional.
5.      Norma atau kaidah hukum memiliki struktur formal yang jelas.
n  Rechtsfiguure
n  Rechtsinstitutie
6.      Norma atau kaidah hukum memilki isi yang disebut dengan “cita hukum”.
Cita hukum (Rechts idea)àtujuan yang ingin dicapai pada akhirnya.
·         Prosedur yang benar dan  legitimasi moralà keberlakuan normatifàpancasila sebagai sumber hukum.
·         Keberlakuan nyata
1.        Yang mengatur hukumà RechtsnormenàRachtsregel
2.        Lembaga-lembaga yang terdapat dalam hukumàRechtsfigure
3.        Wadah hukum (negara)/badan usahaàRechtsinstitute


·         Isi norma atau kaidah hukum
Norma hukum
àNorma perilaku
-norma primer
-norma sekunderàpidana/sanksi.
Norma atau kaidah hukum sebagai norma-norma perbuatan (Gendragnormen).
1.      Keharusan (umum)àDispensasi yaitu memberikan ijin khusus untuk tidak melakukan sesuatu (khusus).
2.      Larangan (umum)àPermisie yaitu memberikan ijin khusus untuk melakukan sesuatu (khusus).
à norma meta
1.      Norma atau kaidah hukum sebagai meta-norma (meta normen). Disamping norma-norma perbuatan, ada terdapat sekelompok norma yang menentukan segala sesuatu berkaitan dengan norma perbuatan itu sendiri. Norma-norma ini disebut meta norma yang terdiri dari:
n  Norma pengakuan (Erkenningsnormen). Norma-norma yang  menentukan norma perbuatan mana hendak diterapkan dalam suatu masyarakat tertentu.
n  Norma perubahan (Veranderingsnormen). Norma-norma yang  menentukan bagaimana norma perbuatan dapat berubah.
2.      Norma kewenangan (Bevoegdheidsnormen). Norma-norma yang menentukan oleh siapa dan harus ditentukan menurut prosedur bagaimana  suatu norma perbuatan diterapkan, jika dalam hal tertentu ada ketidakjelasan.
3.      Norma pengertian (Definitinormen). Norma-norma yang berisi ketentuan pengertian atau batasan menurut peraturan perundang-undangan.
4.      Norma penilai (Waarderingsnormen). Asas-asas hukum yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum dalam wujud ketentuan perundang-undangan dan putusan pengadilan, berdasarkan itu ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan tertentu dapat di jalankan.
Contoh-contoh asas hukum:
n  Nullum delictum nulla poena sine praevia lega poenallàtidak ada suatu perbuatan dapat di hukum tampa adanya peraturan yang mengaturnya terlebih dahulu sebelum perbuatan dilakukan (Asas Legalitas).
n  Lex specialis derogat legi generalisàhukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum.
n  Lex superior derogat legi inferioràhukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah tingakatanya.
n  Lex posterior derogat legi prioriàhukum yang lebih baru mengesampingkan hukum yang lama.
n  Presumption of innocenceàasas praduga tak bersalah. Seseorang tidak boleh di anggap bersalah sebelum dapat di buktikan sebaliknya.
n  Unus testis nullus testisàsatu saksi bukanlah saksi (digunakan dalam hukum acara pidana).
n  In dubio pro reoàdalam keraguan, hakim menggunakan hukum yang lebih ringan terhadap terdakwa.
n  Ne bis in idemàperkara yang sama tidak dapat di adili dua kali.
n  Stare decisis et quieta non movere/the binding force of precedentàseorang hakim terikat pada putusan hakim sebelumnya yang telah in kracht mengenai perkara yang sama.
n  Fictie hukumàsetiap orang di anggap telah mengetahui isi UUD saat tercatat pada lembaran negara/di undangkan.
n  Asas publisitasànegara bertanggung jawab untuk menyebarluaskan/mempublikasikan UU sebelum di undangkan sehingga warga negara mengetahui isi UU tersebut.
n  Pacta sunt servandaàsetiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang bersangkutan dalam perjanjian tersebut.
n  No punishment without guiltàseseorang tidak dapat di hukum jika tidak terbukti melakukan kesalahan.
n  Lex dura sed temen scriptaàperaturan hukum itu demikianlah sifatnya.
n  Ius curia novitàhakim di anggap mengetahui hukum.
n  Audi et alteram partemàhakim harus mendengar pihak yang bersengketa secara seimbang sebelum menjatuhkan putusanya.
n  Similia similibusàperkara yang sama di adili dengan ketentuan yang sama.
n  Judex ne procedat ex officioàhakim bersifat menunggu datangnya tuntutan hak di ajukan kepadanya.
·         Daya ikat norma atau kaidah hukum
Dasar kekuatan mengikat hukum.
1.      Teori hukum alam (natural law)
2.      Teori kedaulatan negara
3.      Mazhab Wiena
4.      Teori kenyataan sosial
Teori hukum alam  (natural law)
n  St. Augustinus (354 M)
“Hukum itu bagian dari etika, maka hukum selalu berdampingan dengan moral”.

“Tuhan itu adalah sumber dari segala sesuatu di alam semesta (kausa prima) maka dialah yang maha kuasa, dialah yang menciptakan hukum dan negara bahkan pemimpin pun adalah pilihan tuhan”.

“Tuhan memilki otoritas karena tuhan menghendaki”.
“Paham teokrasiàkedaulatan Tuhan.
1.      Tuhan pencipta.
2.      Tuhan kausa prima.
n  Thomas Aquinas
Ada dua hukum tuhan:
1.      Lex Atenaàlex devinaàpemberian wahyuàlex naturalis.
Ilmu yang tidak diketahui oleh manusia. Contohnya:
Ilmu kematianàilmu yang tidak pernah di wahyukan kepada manusia. Wahyu hanya di berikan kepada orang-orang yang mampu dan itu sangat sedikit.
Kiamatàilmu gaib.
2.      Lex Postiva
“Pelanggaran terhadap hukum manusia hakekatnya melanggar hukum tuhan”. (Thomas Aquinas).

“Hukum yang di buat manusia berasal/bersumber dari hukum tuhan.
n  Keadilan menurut ahli
Keadilan menurut Socratesàmemberikan seseorang yang merupakan hak.
Keadilan menurut Plato.
àkeadilan Distributifàmemberikan hak yang sama kepada semua orang (hukum publik).
àkeadilan komulatifàmemberikan hak pada seseorang sesuai prestasi dan jasa (hukum privat).

“hukum di taati karena hukum itu real atau  nyata”

Teori kedaulatan Negara
-          Paul Laband
-          George jellinek
Kedaulatan (supranus) yang tertinggi diatas negara tidak ada.
Jean Bodanàfilsuf Prancis. Ciri kedaulatan:
1.      Disebut daulat jika asliàtidak berasal dari kekuasaan lain.
2.      Kedaulatan bersifat permanent (abadi)àselamanya akan tetap melekat pada negara (tidak dapat ditarik).
3.      Tunggalàtidak dimilki yang lain.
4.      Tidak dapat dibagi-bagi.

è Paul Laband dan George Jellinek berpendapat:
“kedaulatan secara kuadrati melekat pada negara, negara memiliki kekuasaan tertinggi. Negara berhak membuat hukum yang mengatur untuk diberlakukan pada negara dan warga negara wajib tunduk pada hukum yang diberlakukan negara.
Mazhab Wiena
-          Adolf Merkel (1836)
-          Hans Kelsen (1881)
-          Hans Nowiasky (1880)
Teori yang terkenal adalah “Teori hukum murni”
Menurut mazhab Wiena:
“Daya ikat hukum seperti piramida” (Adolf Merkel)
“Semakin tinggi hukum semakin sedikit aturan, semakin rendah hukum semakin banyak aturan” (Stuffenbau des Teorys)
-          Hukum dilepaskan dari pengaruh moral
-          Hukum dilepaskan dari pengaruh politik
-          Hukum dilepaskan dari pengaruh ekonomi
-          Hukum dilepaskan dari pengaruh budaya
àHukum adalah hukum tidak terikat moral/etika
àHukum mengikat karena hukum yang lebih tinggi
            Teori kenyataan sosial
-          Hugo Grofius (1583)
-          Immanuel Kant (1724)
-          Leon Deguit (1859)
Hukum mengikat sebagai suatu kenyataan karena manusia membutuhkan hukum untuk menetapkan keadilan dan kemakmuran.
Sifat-sifat kaedah hukum:
-          Imperatifàmemaksa secara apriori-apriori, yang bersifat imperatif adalah Gebod dan Verbod.
-          Fakultatifàtidak harus dilakukan, yang bersifat fakultatif adalah Dispensatie.
Perumusan kaedah hukum
-          Gendragnormenàketentuan Hipotesis (Hypothetich Voorschrif)
-          Meta-Normenàketentuan kategoris sesuai dengan macamnya.
Essensialia kaidah hukum
-          Esensi dari kaidah hukum adalah membatasi
-          Kaidah hukum dikatakan memaksa karena dapat menyebabkan terjadinya paksaan oleh:
àDiri sendiri, yakni kebutuhan manusia untuk hidup bersama (Gregariousness)
àPihak lain, yang karena kaedah hukum mendapat wewenang untuk melakukan paksaan, misalnya Polisi, Jaksa dan sebagainya.
            Keberlakuan kaidah hukum:
1.      Kekuatan berlaku secara Yuridis
Mempunyai kekuatan  berlaku yuridis apabila persyaratan formal terbentuknya kaedah hukum tersebut telah terpenuhi.
-          Hans Kelsenàmempunyai kekuatan berlaku yuridis, jika penerapanya didasarkan pada kaedah yang lebih tinggi tingkatanya.
-          Zevenbergenàmempunyai kekuatan berlaku yuridis, jika kaedah tersebut terbentuknya menurut cara yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
-          Logemannà mempunyai kekuatan berlakau yuridis, apabila menunjukan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya.
2.      Kekuatan berlaku seacara sosiologis
Intinya pada efektivitasnya atau hasil guna kaedah hukum dalam kehidupan bersama (berlaku/diterimanya hukum dalam masyarakat) terlepas dari kenyataan apakah peraturan tersebut terbentuk menurut persyaratan formal atau tidak.
-          Teori kekuatanàmempunyai kekuatan berlaku sosiologis, bila dipaksakan berlakunya, terlepas diterima atau tidak oleh warga negara.
-          Teori pengakuanà mempunyai kekuatan berlaku sosiologis, bila diterima dan diakui oleh masyarakat.
3.      Kekuatan berlaku secara filosofis
Apabila sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi untuk ketertiban masyarakat. Agar berfungsi,  kaedah hukum harus memenuhi ketiga unsur diatas.
Gebiedaleer
Jika suatu kaidah hukum telah memenuhi kaedah-kaedah dasar keberlakuan, maka sasaran kaidah tersebut secara formal terdiri dari:
1.      Lingkup laku wilayahàdibentuk dan diberlakukan dalam batas tempat tertentu.
-          Hukum nasional
-          Hukum internasional
-          Hukum regional
2.      Lingkup laku pribadiàdibentuk dan diberlakukan kepada subyek tertentu
-          Hukum yang berlaku bagi semua warga negara
-          Hukum yang berlaku bagi suatu golongan tertentu
-          Hukum yang berlaku antar golongan
3.      Lingkup laku masaàmemiliki keberlakuan dalam jangka waktu tertentu
-          Ius constitutum (hukum positif)
-          Ius constituendum (hukum yang masih dicita-citakan, misal RUU)
4.      Lingkup laku ikhwalàketika dibentuk dan diberlakukan maka akan memuat sasaran ikhwal/obyek tertentu. Lebih lanjut lagi penggolongan dalam hukum privat/publik.
Contoh: aturan perdagangan unggas di Indonesia
Sasaran: perdagangan Unggas
            Penyimpangan kaedah hukum
Sikap tindak diluar batas patokan dan pedoman dari kaedah hukum penyimpangan dapat berupa:
1.      Pengecualian
Penyimpangan dari pedoman dengan dasar yang jelas dan sah.
-          Pembenaran (Rechtvaardigingaground)
Apa yang dilakukan sebenarnya dapat dikatakan melanggar, namun tidak termasuk kesalahan karena atas dasar wewenang yang sah dan dilindungi oleh hukum, sedari awal tidak melakukan kesalahan dan tidak dapat dihukum.
Contoh: Algojo yang melakukan hukuman mati
-          Bebas kesalahan (Schuldophefflngsground)
Apa yang dilakukan dapat dikatakan melanggar dan termasuk kesalahan, namun dilakukan atas dasar terpaksa dan diluar kehendaknya (noodwer) sehingga meskipun melakukan kesalahan, ia dapat bebas dari kesalahan tersebut.
Contoh:
Seseorang yang ditodong dengan senjata api namun berhasil melawan dan memukul penodongnya hingga kabur. Perbuatanya memukul si penodong  (noodwer) tidak dapat dikatakan sebagai kesalahan  karena dilakukan atas dasar noodwer, kecuali jika pembelanya tidak seimbang tetap dapat dihukum.
2.      Penyelewengan delik/perbuatan salah
Penyimpangan dari pedoman tampa mempunyai dasar yang sah. Perbuatan salah ini dapat dikenakan sanksi.
Sanksi dalam arti sempitàhukuman

Sanksi dalam arti luasà ada 3 macam:
-          Pemulihan keadaan
Contoh:
A hutang kepada B, namun A tidak dapat mengembalikan uang kepada B. Hakim dapat memaksa A melunasi hutangnya sehingga harta B pulih keadaanya.
-          Pemenuhan keadaan
Contoh:
X membeli mobil dari Y, setelah X menyerahkan uang, Y tidak menyerahkan mobil. Y dapat dipaksa menyerahkan mobil tersebut oleh hakim. Sehingga terpenuhi X sebagai pemilik barang (mobil) yang baru.
-          Hukuman dalam arti luas
Contoh:
1.      Perdataàganti rugi
2.      Pidanaàsiksaan
3.      Tata negaraàskorsing, pemecatan.
III.             Sistem Hukum
Pengertian Sistem Hukum
Istilah “sistem” berasal dari perkataan “systema” dalam bahasa Latin-Yunani yang artinya “keseluruhan yang terdiri dari bermacam-macam bagian”.
Sistem merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri atas berbagai bagian atau sub sistem. Subsistem ini saling berkaitan dan apabila terjadi pertentangan, maka selalu ada jalan untuk menyelesaikanya.
          Sistem hukum haruskah tersusun dari sejumlah bagian yang disebut dengan subsistem hukum yang secara bersama-sama mewujudkan kesatuan yang utuh. Sistem hukum bukan saja sekedar sekumpulan peraturan, tetapi setiap peraturan itu saling berkaitan satu dengan yang lainya, serta tidak boleh terjadi konflik atau kontradiksi antara subsistem yang dalamnya.
Pendapat Para Sarjana
Prof. Dr. SUNARYATI  HARTONO, SH
Sesuatu yang terdiri dari dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Agar supaya berbagai unsur itu merupakan kesatuan terpadu maka dibutuhkan organisasi.
Prof. Dr. LILI RASYIDI, SH, LL.M
Suatu kesatuan sistem yang tersusun atas integritas komponen sistem hukum, yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri dan terikat dalam satu kesatuan hubngan yang saling terkait, bergantung, mempengaruhi, bergerak dalam kesatuan proses, yakni proses sistem hukum untuk mewujudkan tujuan hukum.

Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH
Sistem hukum itu merupakan tatanan, suatu kesatuan yang utuh yang terdiri atas bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain.

Prof. Subekti, SH :
Sistem hukum itu merupakan suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan.

Dr.  Marwan Mas, SH, MH
Sistem hukum adalah susunan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari sejumlah bagian yang dinamakan subsistem, yang secara bersama-sama mewujudkan kesatuan yang utuh.

Sistem Hukum di Dunia
Menurut Rene David
1.      Civil Law Sistem
2.      Common Law Sistem
3.      Far East ASIA law Sistem
4.      Communist Law Sistem
5.      Moeslem Law Sistem
6.      Other Law Sistem
Sistem Hukum Anglo Saxon (Coomon Law System)
Sistem hukum Anglo Saxon (“Anglo America”) mulai berkembang di United Kingdom (UK) pada abad XI.
Sistem hukum Anglo Saxon berlaku di kawasan Amerika Serikat, Kanada dan beberapa negara yang termasuk negara persemakmuran Inggris dan Australia, termasuk Malaysia, Singapura dan India.
Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Saxon adalah “putusan-putusan hakim/pengadilan”(judicial decisions).  Melalui putusan-putusan hakim yang kemudian mewujudkan kepastian hukum, prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah  hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum.
Disamping putusan hakim, kebiasaan-kebiasaan dan peraturan tertulis lainnya  juga di negara-negara Anglo Saxon juga “diakui” meskipun dalam pembentukannya kebiasaan dan peraturan tertulis tetap berakar dari putusan-putusan pengadilan.
Namun demikian sumber-sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaan dan peraturan tertulis) tidak tersusun secara sistematis dalam hierarki tertentu sebagaimana yang berlaku pada sistem hukum Eropa Kontinental.
Dalam sistem hukum ini “peranan” yang diberikan kepada seorang hakim “tidak hanya” sebagai pihak yang betugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, tetapi hakim juga berperan besar dalam membentuk seluruh tata kehidupan dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru (yurisprudensi).
Hakim juga mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku, termasuk menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.
Sistem hukum Anglo Saxon menganut doktrin “the doctrine of precedent  atau “Stare Decisis”. Doktrin ini berpendapat bahwa dalam memutus suatu perkara, seorang hakim “harus” mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada berdasarkan putusan hakim lain dalam perkara sejenis sebelumnya (preseden).
Dalam hal putusan hakim sudah “out of date” maka hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan kepada nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (common sense) yang dimilikinya.
Sehingga terlihat bahwa sistem hukum Anglo Saxon mendasarkan kepada pentingnya yurispridensi, sementara sistem hukum Eropa Kontinental lebih mengutamakan perundang-undangan sebagai sumber hukumnya.
Untuk itu, sistem hukum di Eropa Kontinental  berpandangan bahwa hakim adalah “mulut undang-undang”, sementara itu dalam sistem Anglo Saxon berpandangan bahwa hakim adalah “mulut precedent” yang mewajibkan kepadanya bahwa di dalam memutuskan perkara hakim itu harus selalu mengikuti putusan yang ada terlebih dahulu.
Untuk itu hakim di pengadilan Anglo Saxon menggunakan prinsip “pembuat hukum sendiri” dengan melihat kasus-kasus dan fakta-fakta sebelumnya (judge made law), sehingga hakim dalam hal ini berarti hakim itu berfungsi sebagai legislatif atau pembuat undang-undang.
Bertitik tolak bahwa prinsip-prinsip hukum yang timbul dan berkembang di Anglo Saxon adalah berasal dari putusan-putusan hakim atas perkara yang dihadapi, maka seringkali disebut dengan “Case Law
Sistem hukum ini di dalam prakteknya mengutamakan hukum yang tidak tertulis yang sering disebut  Common Law” atau “Unwritten Law”. Artinya kedudukan hukum kebiasaan dalam masyarakat lebih berperan dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Sementara itu, hukum tertulis mengatur terbatas pada hal-hal pokok dan penting, misalnya tentang konstitusi dan pengaturan kelembagaan. 
Dalam sistem pengadilan di negara-negara Anglo Saxon menggunakan “sistem juri”. Hal ini berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental yang menggunakan sistem peradilan berdasarkan “majelis hakim”.
Dalam sistem juri hakim bertindak sebagai pejabat yang memeriksa dan memutuskan hukumnya, sementara itu juri memeriksa peristiwa atau kasusnya kemudian menentukan bersalah dan tidaknya terdakwa atau pihak yang berperkara. Hal ini berarti bahwa hakim diikat oleh suatu “stare decisis” atau “the binding force of precedent” yang berati bahwa putusan hakim-hakim lain untuk mengikutinya pada perkara yang sejenis.
Hakim pada negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon metode berpikir yang digunakan adalah “metode induktif” yaitu berpikir dari khusus ke umum . Artinya, di dalam menjatuhkan putusan hukuman mendasarkan pada kasus in-konkreto (aturan khusus) yang berlaku khusus kemudian diangkat menjadi aturan umum yang akan berlaku sebagai preseden bagi hakim lainnya pada perkara yang sejenis.
Dengan mendasarkan the binding of precedent, maka hakim akan mampu lebih cepat dalam mengambil keputusan dan menerapkan suatu aturan hukum. Asas ini merupakan kewajiban primer hakim untuk memberikan keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara untuk mencarikan hukum yang relevan (asas preseden).
Asas preseden ini berarti bahwa hakim dalam memutuskan suatu perkara  menggunakan dasar yang sama untuk memutus perkara yang sama. Hal ini dapat dilakukan karena telah ada putusan terlebih dahulu untuk kasus yang sama, sehingga hakim dapat mendasarkannya. 
Metode yang digunakan dalam menilai fakta kasus adalah “analogi” yang membandingkan antara peristiwa-peristiwa yang sejenis, atau dengan cara mempersamakan suatu peristiwa yang sejenis. Preseden ini berbentuk suatu lembaga, yaitu terdiri atas sebagian besar hukum yang tidak tertulis (ius non scriptum) melalui putusan-putusan hakim.
Namun demikian dalam hal belum ada putusan hakim yang sejenis atau putusan pengadilan yang sudah ada tetapi sudah tidak sesuai dengan gerak perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan putusan baru dengan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (“common sense”) serta dengan pertimbangan yang rasa penuh tanggung-jawab.
Penggunaan juri di dalam sistem ini berlaku baik untuk perkara perdata dan juga perkara pidana. Juri dipilih dari komunitas warga masyarakat (tokoh-tokoh masyarakat setempat) dan bukan ahli hukum atau sarjana hukum.  Sebelum melaksanakan tugasnya juri terlebih dahulu diambil sumpahnya dan dipastikan bahwa para juri akan berlaku obyektif. Jumlah juri genap dan pada umumnya 8 atau 12 orang dalam satu persidangan.
Sistem hukum ini juga mengenal pembagian berdasarkan hukum publik dan hukum privat.

Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law System)
Sistem  hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering juga disebut sebagai “Civil Law”.
Sejarahnya sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justianus abad IV sebelum masehi.
Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan kodifikasi (“Corpus Juris Civilis”) dari berbagai kaidah hukum yang ada  sebelum Justianus.
Dalam perkembangannya ketentuan Corpus Juris Civilis ini dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi di negara-negara, seperti Jerman, Belanda, Italia, Perancis dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum ini adalah bahwa “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan di dalam peraturan-peraturan  yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu”
Adanya prinsip ini didasarkan pemikiran bahwa nilai dari tujuan hukum “kepastian hukum”. Untuk itu kepastian hukum hanya dapat diwujudkan apabila tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis.
Dengan konsep tersebut, maka konsekuensinya adalah hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan dalam batas-batas wewenangnya”. Putusan hakim hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata).
Jelaslah sudah bahwa sistem hukum ini menekankan pentingnya hukum yang tertulis, yaitu peraturan perundang-undangan sebagai dasar utama sistem hukumnya, sehingga sistem hukum ini disebut juga sistem hukum kodifikasi (codified law).
Sistem hukum ini mengenal dua bagian utama, yaitu hukum publik dan hukum privat.
Hukum publik mengatur kekuasaan dan wewenang negara serta hubungan antara masayarakat dan negara. Misalnya : hukum pidana, hukum tata negara dan hukum administrasi negara.
Hukum privat mengatur tentang hubungan antara individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Adapun yang termasuk dalam hukum ini adalah hukum perdata dan hukum dagang.
Dalam sistem peradilan Eropa Kontinental hakim “diikat”  oleh undang-undang. Sehingga dalam sistem ini kepastian hukumnya dijamin melalui bentuk dan sifat tertulisnya ada di undang-undang. Artinya, hakim tidak terikat pada putusan hakim sebelumnya, seperti yang berlaku pada sistem Anglo Saxon dengan asas preseden.
Hal tersebut diatas berarti hakim-hakim di sistem hukum ini dapat mengikuti putusan hakim sebelumnya pada perkara yang sejenis, tetapi bukan suatu keharusan yang sifatnya mengikat. Hal ini dapat diketahui dari pasal 1917 KUHPerdata yang menyatakan bahwa  putusan pengadilan hanya mengikat para pihak, dan tidak mengikat hakim lain.
Sistem peradilan ini tidak mengenal sistem juri. Tugas dan tanggung-jawab hakim disini adalah memeriksa langsung materi perkara, menentukan bersalah tidaknya terdakwa atau pihak yang berpekara, kemudian sekaligus menerapkan hukumannya.
Metode berpikir hakim dilakukan secara “deduktif” yaitu berpikir dari yang umum kepada yang khusus. Dalam hal ini hakim berpikir dari ketentuan yang umum untuk diterapkan pada kasus in-konreto yang sedang diadili. Contoh ketentuan hukum dalam peraturan Indonesia adalah kata-kata “barangsiapa” yang berarti siapa saja berlaku secara umum bagi setiap subjek hukum.
Dalam sistem ini juga menggunakan pula metode “subsumptie” dan metode “sillogisme”. Subsumptie adalah suatu upaya memasukan peristiwa ke dalam peraturannya yang banyak dilakukan dalam perkara pidana. Suatu peristiwa hukum dicarikan rumusan peraturan perundang-undangan yang dilanggar, seperti mencocokan sepatu dengan kaki pemakainnya.
Namun metode subsumptie ini agak sulit diterapkan pada perkara perdata, karena banyak peraturan perdata yang tidak tertulis.

Perbedaan Common Law System dengan Civil Law System
Perbedaan Sistem Peraturannya.
1.      Sistem hukum Common Law didominasi oleh hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan melalui putusan hakim, sedangkan pada sistem Civil Law didominasi oleh hukum tertulis (kodifikasi).
    1. Sistem hukum Common Law tidak ada pemisahan yang tegas dan jelas antara hukum publik dan hukum privat, sedangkan pada sistem Civil Law pemisahan yang tegas dan jelas antara hukum publik dan hukum privat.
Perbedaan Sistem Peradilannya.
1.    Sistem hukum Common Law menggunakan juri yang memeriksa  fakta kasusnya kemudian menetapkan kesalahan dan hakim hanya menerapkan hukum dan menjatuhkan putusan, sedangkan pada sistem peradilan Civil Law tidak menggunakan juri sehingga tanggung-jawab hakim adalah memeriksa fakta kasus, menentukan kesalahan serta menerapkan hukumannya sekaligus menjatuhkan putusan.
2.    Dalam sistem peradilan Common Law hakim terikat pada putusan hakim sebelumnya  dalam perkara sejenis melalui asas the binding force of precedent, sedangkan dalam sistem peradilan Civil Law hakim tidak terikat atau tidak wajib mengikuti putusan hakim sebelumnya dalam perkara sejenis.
3.    Sistem peradilan di Common Law menganut asas “adversary  system” yaitu pandangan bahwa di dalam pemeriksaaan peradilan selalu ada dua pihak yang saling bertentangan, baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana, sedangkan pada sistem peradilan Civil Law hanya di dalam perkara perdata yang melihat adanya dua pihak yang bertentangan (penggugat dan tergugat) dan pada perkara pidana keberadaan terdakwa bukan sebagai pihak penentang.

Perbedaan Hukum Acara Common Law System dengan Civil Law System
1)      Perbedaan dari segi inisatif penuntutan, di mana inisatif  penuntutan dalam hukum acara pidana ada pada jaksa selaku penuntut umum yang mewakili kepentingan publik, sedangkan dalam hukum acara perdata inisatif terletak pada pihak penggugat yang mewakili kepentingan dirinya sendiri atau perorangan. Termasuk dalam hal pembuktian, yaitu pada perkara pidana penuntut umumlah yang membuktikan kesalahan terdakwa, sedangkan di dalam perkara perdata kedua belah pihak yang membuktikan kebanaran dalilnya atau bantahannya terhadap dalil lawannya.
2)      Perbedaan dari segi keterikatan pada alat bukti, yaitu pada hukum acara pidana, hakim selain terikat pada alat-alat bukti yang sah, juga harus yakin akan kesalahan terdakwa, atau dikenal dengan istilah “beyond reasonable doubt” yang berarti “alasan yang tidak diragukan lagi”. Pada hukum acara perdata, hakim hanya terikat pada alat-alat bukti yang sah. Hal ini biasa disebut dengan istilah “preponderance of evidence” yang bearti “pengaruh yang lebih besar dari alat bukti”
3)      Perbedaan dari segi kebenaran yang ingin dicapai, pada hukum acara pidana ingin mencapai “kebenaran materiil” yaitu kebenaran yang nyata atau betul-betul kebenara dalam perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa, atau hubungan antara pihak yang terkait dalam perbuatan pidana tersebut. Pada hukum acara perdata, semata-mata ingin mencari di dalam pemeriksaan sidang pengadilab dan bukti surat, kendati belum tentu secara nyata demikian.
4)      Perkembangan hukum dalam sistem Common Law lebih banyak dilakukan oleh para hakim, sedangkan dalam sistem Civil Law lebih banyak dilakukan oleh  para penulis dan guru besar, sehingga menghasilkan struktur yang relatif sistematis dan rasional.
5)      Di dalam sistem Common Law mengenal lembaga-lembaga seperti trust, bailment, trespass, sedangkan dalam sistem Civil Law dikenal adanya lembaga kekuasaan orang tua, pengakuan anak di luar kawin.

Perbedaan Lainya Common Law  System dengan Civil Law System
Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law System)
a.    Dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, AS, Kanada, Amerika Utara.
b.    Bersumber kepada putusan hakim/putusan pengadilan/yurisprudensi. Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.
c.    Hakim berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan2 hukum dan menciptakan prinsip2 hukum yang baru yang berguna bagi pegangan hakim2 yang lain dalam memutuskan perkara sejenis.
d.   Asas doctrine of precedent, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis.
e.    Hukum digolongkan menjadi dua bagian utama yaitu hukum publik dan hukum privat.
Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law System)
a.    Dari Romawi berkembang ke negara Jerman, Belanda, Perancis, Italia, Indonesia.
b.    Bahwa hukum itu memperoleh kekuatan dan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi. Kepastian hukumlah yang menjadi tujuan hukum, dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis.
c.    Adagium: “tidak ada hukum selain undang-undang”. Dengan kata lain, hukum selalu diidentikkan dengan undang-undang.
d.   Posisi hakim dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya menerapkan dan menafsirkan peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya. Putusan hakim tidak dapat mengikat secara umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja.
e.    Hukum digolongkan menjadi dua bagian utama yaitu:
       Pertama,  hukum publik :  Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara,
                                                      Hukum Pidana
            Kedua, hukum privat :  Hukum Perdata, Hukum Dagang
Anglo Saxon                 
  • Mulai berkembang di Inggris pada abad 16
  • Sering disebut sebagai COMMON LAW
  • Berkembang diluar Inggris di Kanada, USA, dan bekas koloni Inggris (negara persemakmuran/ common wealth); spt: Australia, Malaysia, Singapore, India, dll.

Eropa Kontinental
  • Sering dikenal juga sebagai sistem hukum CIVIL LAW.
  • Sebagian besar negara-negara Eropa daratan dan daerah bekas jajahan / koloni nya; ex: Jerman, Belanda, Perancis, Italia, negara2 Amerika Latin dan Asia.
Seperangkat aturan tidak tertulis yang merupakan kristalisasi nilai2 yg hidup di masyarakat yang dijadikan pedoman masyarakat untuk menjalankan aktifitas nya, dan ditegakkan oleh organisasi adat yang mendapatkan mandat.
  • Hanya terdapat dalam kehidupan sosial di Indonesia dan beberapa negara-negara Asia lainnya; seperti Cina, India Jepang, dll.
  • Bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya`
IV.             Tujuan Sistem Hukum
Teori Etis
n Hukum semata-mata bertujuan keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan terhadap apa yang etis dan apa tidak etis (Algra)
n Hukum bertujuan mewujudkan keadilan (Geny)
n Konsep Keadilan menurut Aristoteles
o   Justitia Commutativa (sama rata, sama jumlah)
Contoh: setiap orang mendapatkan 1 karung beras saat pembagian sembako
o   Justitia Distributiva (proporsional sesuai hak)
Contoh: setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu, mendapatkan lapangan pekerjaan, dsb
Teori Kepastian Hukum (RECHTSZEKERHEID)
n De rechtszekerheid (Naamw.) : rechtzeker|heden (meerv.) Zekerheid dat je erop kunt rekenen dat je rechten geëerbiedigd zullen worden.
n (Maatschappijleer] Dat je erop kunt rekenen dat je rechten  gerespecteerd en uitgevoerd zullen worden.
n principle of legal certainty [rechtsfilosofie] beginsel dat de overheid rekening dient te houden met de opgewekte verwachtingen bij burgers zodat.
n Formiele, (bestuursrecht) "beginsel dat bestuursorganen aan burgers geen verplichtingen mogen opleggen zonder een uitdrukkelijk besluit daartoe; besluiten moeten duidelijk zijn geformuleerd en de betekenis van de besluiten mag niet afhankelijk zijn van de uitleg van een ander.”
n Materiele, Hiermee doelt men voornamelijk op het beginsel, dat men op de wet kan bouwen, en dat geen terugwerkende kracht aan besluiten mag worden toegekend ten nadele van burgers. (Van Daalen)
Teori Utilitis
Menjamin kebahagian yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of greatest number) – Jeremy Bentham
Teori Campuran
·         Mochtar Kusumaatmadja, tujuan pokok hukum adalah ketertiban.
·         Purnadi & Soerjono Soekanto, kedamaian hidup antar pribadi dan ketenangan intern pribadi.
·         Soebekti, mendatangkan kemamkmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya.
Hubungan Hukum dengan Kekuasaan
·         Hakekat kekuasaan: memaksakan kehendak pada orang lain.
·         Hukum bersumber pada kekuasaan yang sah .
·         Hukum memerlukan kekuasaan yang sah dan memiliki dasar, tapi kekuasaan bukan hukum.
·         Hukum perlu kekuasaan supaya dapat ditegakkan dan keduanya berjalan selaras.
·         Hukum tanpa kekuasaan = angan-angan alias mandul.
·         Kekuasaan tanpa hukum = sewenang-wenang.
Perbedaan Aneka Hukum
·         Dilihat dari segi eksistensi atau waktu.
4.    Ius constituendum adalah kaidah hukum yang dicita-citakan.
5.    Ius constitutum adalah kaidah hukum yang berlaku pada masa kini dan tempat tertentu.
·         Dilihat dari segi wilayah berlaku.
1.      Hukum alam adalah hukum bersifat abadi yang timbul dari alam dan tidak dibuat oleh manusia.
2.      Hukum positif adalah kaidah hukum yang berlaku pada masa kini dan di tempat tertentu.
·         Dilihat dari segi sifat kaku dan fleksibel
a.    Hukum imperatif adalah kaidah hukum memaksa yang secara apriori harus ditaati.
b.    Hukum fakultatif adalah kaidah hukum yang tidak secara apriori mengikat atau tidak wajib dipatuhi sehingga ada kebebasan dalam membentuk hukum yang sebanding antar pihak.
c.    Dilihat dari segi isi.
d.   Hukum substantif adalah kaidah yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan subyek-subyek hukum.
e.    Hukum ajektif adalah kaidah yang memberikan pedoman untuk menegakkan dan mempertahankan hukum substantif.
·         Dilihat dari segi bentuk
a)         Hukum tidak tertulis adalah kaidah hukum yang tidak dalam bentuk tertulis tetapi hidup dalam pergaulan masyarakat (hukum kebiasaan).
b)        Hukum tercatat adalah kaidah hukum tidak tertulis yang tercatat atau dicatat oleh pemimpin formal, informal, dan para sarjana dalam penelitian.
c)         Hukum tertulis adalah kaidah hukum dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh negara (Undang-undang, traktat).
·         Dilihat dari segi hubungan yang diatur
a.         Hukum Privat/Perdata adalah kaidah hukum yang mengatur hubungan antar orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan  pribadi/perorangan. Contoh : Hukum Perdata dan Hukum Dagang.
b.         Hukum Publik adalah kaidah hukum yang mengatur negara,   hubungan antara organ dan hubungan negara dan organ negara dengan  warga Negara. Contoh : Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana dan Hukum Internasional.
V.                Das Sollen – Das Sein
·      Das Sollen Sesuatu yang dicita-citakan, diinginkan, diharapkan, dan yang seyogianya terjadi. Misal barangsiapa membeli maka harus membayar.
·      Das Sein Peristiwa yang senyatanya terjadi secara konkrit.
Misal yang membeli suatu barang membayar = sejalan dengan Das Sollen.
Misal yang membeli suatu barang tidak membayar = tidak sejalan dengan Das Sollen.
·      Das Sollen dan Das Sein menunjukkan kondisi sebab-akibat.
·      Kondisi ideal tercapai ketika Das Sollen dan Das Sein sejalan beriringan.
·      Hukum idealnya menginginkan supaya Das Sollen dan Das Sein selalu sejalan, namun hal tersebut seringkali sulit direalisasikan dalam kenyataan.
·      Ketika Das Sollen dan Das Sein tidak dijalan, disitulah hukum “bertindak.”
VI.             Peristiwa Hukum
Pengertian
·      L. J. Van Apeldorn
Peristiwa yanng berdasarkan hukum yang dapat menimbulkan dan menghapuskan hak.
·      E. Utrech
Peristiwa yang dirumuskan di dalamnya aturan hukum.
·      Bellefroid
Peristiwa sosial tidak secara otomatis dapat merupakan atau menimbulkan hukum. Suatu peristiwa dapat menimbulkan hukum, jika peristiwa itu oleh peraturan hukum dianggap sebagai peristiwa hukum.
·      Surojo Wignjodipuro
Peristiwa atau kejadian biasa dalam kehidupan sehari-hari yang membawa akibat hukum dan diatur oleh hukum.
·      Satjipto Rahardjo
Suatu kejadian atau peristiwa dalam masyarakat yang menggerakan peraturan hukum tertentu sehingga ketentuan yang tertulis di dalamnya itu diwujudkan.
·      Soedjono Dirdjosisworo
Semua kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan akibat hukum yang terjadi di antara pihak yang mempunyai hubungan hukum.
Macam Peristiwa Hukum
1.    Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum
Suatu peristiwa hukum yang terjadi akibat perbuatan subyek hukum
Contoh: peristiwa pembuatan surat wasiat, hibah barang.
2.    Peristiwa hukum bukan karena perbuatan subyek hukum
Peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yang bukan merupakan akibat dari perbuatan subyek hukum.
Contoh: peristiwa kelahiran, kematian dan kadaluarsa.
            Macam Peristiwa Hukum Karena Perbuatan Subyek Hukum
1.      Perbuatan subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum
Perbuatan yang akibatnya dikehendaki oleh pelaku dan diatur oleh hukum.
Misalnya: perjanjian sewa menyewa atau perjanjian jula beli.
2.      Perbuatan subyek hukum yang bukan merupakan perbuatan hukum
Perbuatan yang akibat hukumnya tidak dikehendaki oleh pelaku, meskipun akibatnya tetap diatur dalam hukum.
Misalnya: dokter yang mengambil tindakan medis pada korban yang tidak sadarkan diri untuk menyelamatkan nyawanya.
            Subyek Hukum
            Ialah pembawa hak dan kewajiban setiap mahluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh dan menggunakan hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Obyek Hukum
Ialah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum dalam hubungan hukum.

Kekuasaan, Wewenang, Hak, Kewajiban
Ialah kemampuan (pengaruh) mempertahankan sesuatu dan atau memerintah orang lain agar berbuat, tidak berbuat dan melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya.
·         Kemampuanàhukum=kekuasaan
·         Kemampuanàperundang-undangan=wewenang
·         Hak=kekuasaanàhukum
·         Kewajiban=tanggung jawabàhukum
Perbuatan Hukum (Rechtshandeling)
·      Soeroso, setiap perbuatan subyek hukum, baik manusia maupun badan hukum, yang akibatnya diatur dalam hukum sehingga dapat dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum.
·      Sudarsono, setiap perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum dan dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan.
·      Marwan Mas, setiap perbuatan atau tindakan yang dilakukan subyek hukum yang pada akhirnya menimbulkan atau mempunyai akibat hukum. Tindakan ini memang dikehendaki oleh subyek hukum.
·      Chainur Arrasjid, setiap perbuatan yang akibatnya diatur hukum dan akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan atau tindakan.
Pengertian
Perbuatan hukum adalah semua tindakan yang dikehendaki subyek hukum dan dilakukan secara sadar yang pada akhirnya menimbulkan akibat.

Macam-Macam Perbuatan Hukum
1.      Perbuatan Hukum Sepihak
Setipa perbuatan hukum dilakukan hanya satu pihak. Hak dan kewajiban yang muncul pun berlaku untuk satu pihak.
2.      Perbuatan Hukum Dua Pihak
Perbuatan hukum dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak dan kewajiban atas perbuatan kedua belah pihak.
           
Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtsmatige Daad)
1.      Bertentangan dengan UU
Kasus pasal 359 KUHP
2.      Bertentangan dengan kewajiban yang ada pada dirinya
Kasus pasal 531 KUHP
3.      Bertentangan dengan hak orang lain
Kasus pasal 570 KUHPerdata
4.      Bertentangan dengan kesusilaan dan kepatutan yang baik
Singer Naimechine Arrest
VII.          Sumber Hukum
Pengertian
·      CST. Kansil
Segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas.
·      Zevenbergen
Sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.
·      Ahmad Ali
Tempat dimana kita dapat menemukan hukum.
Macam-Macam Sumber Hukum
·         Sumber hukum  dalam arti materiil (Welborn)
Sudikno Mertokusumo (1986)
Faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan hukum, kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, geografis.
Obyek studi sosialogi hukum
àNiklas Luhmann   :teori sistem
àTer Heide              :teori fungsional
àRudolf Wietholter            :teori politik
·         Sumber hukum dalam arti formil (Kenborn)
Tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum, berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku.
Sumber hukum dalam arti formal, meliputi:
1.      Peraturan perundang-undangan
Uundang-undang Republik Indonesia No.12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu:
n  Undang-undang Dasar 1945
n  Tap MPR
n  Undang-undang/Perpu
n  Peraturan Pemerintah
n  Peraturan Presiden
n  Peraturan Daerah Provinsi
n  Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
2.      Hukum kebiasaan/hukum adat
Kebiasaanàperbuatan manusia yang dilakukan secara berulang-ulanng untuk hal yang sama.
Kebiasaan dapat menjadi Hukum kebiasaan dengan syarat:
n  Durasi (teggang waktu)
n  Uniformity (pengulangan/keseragaman
n  Konsistensi
n  Generality (bersifat umum)
n  Matril (subyektif)àopinio luris necissitasàsuatub rasa atau pandangan bahwa itu adalah perbuatan hukum dan bukan perbuatan melawan hukum.
3.      Traktat
Perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih.
Mengikat warga negara, warga negara dari negara-negara tersebut.
Disebut Pacta Sunt Servanda: Perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakanya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati.
n  Treatyàperjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk memperoleh persetujuan sebelum diratifikasi/disahkan oleh Presiden.
n  Agreementà perjanjian yang akan disampaikan kepada DPR hanya untuk diketahui setelah disahkan oleh Presiden.
4.      Yurisprudensi
Yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya (Judicature, Rechtspraak) yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak yang dijalankan  oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa.
Macam-macam Yurisprudensi
n  Yurisprudensi (biasa): seluruh putusan pengadilan yang telah memilki kekuatan pasti.
n  Yurisprudensi tetap: putusan hakim yang selalu diikuti oleh hakim lain dalam perkara sejenis.
5.      Doktrin
Pendapat para sarjana hukum yang merupakan doktrin adalah sumber hukum. Doktrin itu sebgai sumber hukum, tapi bukan hukum karena tidak langsung mempunyai kekuatan mengikat sebgaimana Undang-undang. Doktrin baru mengikat dan mempunyai kekuatan hukum bila dijadikan pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan. Disamping itu juga dikenal adagium dimana orang tidak boleh menyimpangi dari “communis opinion doctorum” (pendapat umum para sarjana).

VIII.       Penemuan Hukum (Rechtsvinding)
Legisme
-       Paham ini beranggapan bahwa undang-undang itu merupakan yang Supreme dinamakan “Legisten dan Canonisten”, dan aliranya disebut aliran legisme.
-       Pandangan  ini cocok dengan ajaran hukum kodrat yang rasionalistis dari abad ke-17 dan abad ke-18 dan mendapat dukungan lebih kuat dari teori-teori: Montesquieu dan J.J. Rousseau.
-       Kodifikasi sebagai landasan dari aliran legisme, bertujan untuk kesederhanaan hukum dimana hukum mudah didapat, kesatuan hukum (unifikasi hukum), dan kepastian hukum.
-       Setelah adanya kodifikasi yang mengakibatkan lahirnya aliran legisme yang beranggapan bahwa tidak ada sumber hukum lain kecuali undang-undang.
-       Hakim hanya merupakan terompet undang-undang yang tidak berjiwa dan tidak dapat mengubah atau menambah undang-undang.


Mazhab Sejarah (Historische Rechtsschule)
-       Pelopor dari aliran ini yang terkenal adalah F.C. Von Savigny (1779-1861), yang mencari sumber asal dari hukum positif di dalam kesadaran hukum bersama dari masyarakat.
-       Aliran sejarah lahir sebagai reaksi terhadap ajaran hukum alam atau kodrat dari abad ke-17 dan abad ke-18 yang mencoba membangun hukum yang berlaku menyeluruh dan abadi (universal dan abadi) hanya dengan mempergunakan akal pikiran (rasio) manusia tampa mau melihat kenyataan hidup yang berubah-ubah.
-       Aliran ini juga menentang aliran legisme.
-       Pada tahun 1814 F.C. Von Savigny menimbulkan goncangan dengan menulis suatu brosur terhadap usaha kodifikasi yang timbul pada waktu itu di Jerman. Untuk suatu kodifikasi dia menganggap Jerman masih belum matang.
-       Hukum itu tidak dibuat, tetapi berada dan tumbuh dengan bangsa itu.
-       Hukum itu adalah “kehidupan suatu bangsa dilihat dari suatu khusus” suatu aspek dari “ kehidupan bangsa  yang baik.
-       Kemudian dijelaskan oleh Von Savignybahwa kesadaran hukum tidak dapat disamakan dengan keyakinan mayoritas dari para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Parleme).
-       Hukum yang tumbuh dari semangat atau keyakinan rakyat berkembang secara pasti dan tetap seperti kehidupan rakyat sendiri.
-       Jadi singkatnya, bahwa hukum tidak dibuat tetapi tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan rakyat.
-       Pandangan bersumber pada jiwa bangsa (Volkgeijst), keadaran hukum masyarakat hukumnya bersumber hanya menekankan kepada kebiasaan, dan bentuk hukumnya berupa hukum kebiasaan
-       Jadi hukum itu berkembang dari hubungan hukum yang sederhana kedalam masyarakat modern.
Begriffsjurisprudenz
-       Dengan tidak meninggalkan prinsip-prinsip pandangan aliran legisme, maka aliran Begriffsjurisprudenz telah memperbaiki kelemahan yang ada.
-       Menurut pendapat aliran ini, bertitik tolak dari beberapa aksioma (Rechtsgrundsatse, asas dasar hukum yang telah diakui secara umum) melalui dedikasi logis, orang dapat turun ke soal pertentangan , yang memisahkan para pihak.
-       Dengan demikian terjadilah suatu sistem hukum yang cocok, digantungkan pada pengertian dasar.
-       Yang paling ideal adalah, apabila sistem yang ada itu akan dapat dibangun dalam semacam piramida, dengan suatu asas pokok di puncaknya.
-       Dari situ akan dapat dibuat lagi pengertian yang baru sebab pengertian itu banyak menghasilkan  “mereka berpasang-pasangan dan melahirkan yang baru” itu sebabnya teori ini (dengan satu nama ejekan) disebut Begriffsjurisprudenz.
-       Ciri khas dari aliran ini adalah terutama, bahwa di dalam hukum itu dilihat sebagai suatu sistem yang terpadu, mencakup segala-galanya yang menguasai segala tindakan sosial.
-       Pendekatan ilmiah mengenai hukum itu, dengan aparat-aparatnya yang diperhalusnya itu, bukan hanya merupakan stimulasi yang kuat bagi timbulnya positivisme hukum, tetapi memberikan juga kepada hakim suatu kumpulan argumen yang ditarik dari ilmu pengetahuan, jadi yang dianggap obyektif bagi keputusanya.
-       Begriffsjurisprudenz memberi kepada hakim lebih banyak ruang lingkupnya dari legisme.
-       Ia tidak usah mengingatkan diri pada teks undang-undang, tetapi boleh juga mengemukakan argumennya dari peraturan hukum yang “tidak kelihatan”, yang tersembunyi dalam kitab undang-undang.
-       Aliran ini juga mengajarkan bahwa sekalipun undang-undang itu tidak lengkap, akan tetapi dia dapat memenuhi kekurangan-kekuranganya sendiri, oleh karena dia mempunyai daya meluas.
-       Cara memperluas hukum itu hendaknya dipandang dari dogamatik, sebab hukum itu adalah suatu kesatuan yang tertutup, sebgaimana yang dikatakan oleh Brinz.
-       Brinz mengatakan untuk mengisi kekosongan hukum tersebut dengan jalan membuat konstruksi-konstruksi hukum, yaitu dengan cara (metode):
1.      Abstractie (analogi)
2.      Determinatie (penghalusan hukum)
3.      Argumentum a contrario

Interessenjurisprudenz
-       Penganut aliran ini tidak sependapat dengan aliran legisme dan aliran Begriffsjurisprudenz, mereka menyatakan bahwa undang-undang tidak lengkap, ia bukan satu-satunya sumber hukum, sedang hakim dan pejabat lainya mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya dalam menentukan hukum.
-       Demi untuk mencapai hukum yang seadil-adilnya, menurut aliran ini hakim malahan boleh menyimpang dari peraturan-peraturan undang-undang.
-       Kemudian terhadap abstraksi yang kosong dari aliran Historis dan Begriffsjurisprudenz, Rudolf Von Jhering menyatakan, bahwa hukum itu mempunyai arti masyarakat tertentu.
-       Jadi peraturan hukum itu oleh hakim haruslah dilihat tidak secara logis formal, melainkan seyogyanya dinilai menurut tujuanya.
-       Pada dasarnya tujuan itu adalah, bahwa peraturan itu bermaksud melindungi kepentingan tertentu.
-       Sebab apabila pembuat undang-undang pada pertimbangan belum dapat memperhatikan kepentingan tertentu, maka hakim masih dapat menimbang kepentingan itu.
-       Ia harus bertanya kepada diri sendiri, apa yang dibuat oleh pembuat undang-undang, apabila kepentingan itu pada waktu itu dapat menambah berat dalam pertimbanganya, akan diubahnya pada suatu peraturan atau ditambahkanya.
-       Disini hakim menciptakan hukum yang baru, menjadikan undang-undang yang telah ada ketinggalan dari perubahan-perubahan gejala-gejala sosial.
-       Hakim tidak hanya mempunyai tugas menciptakan hukum yang baru, tetapi juga menjaga peraturan-peraturan yang ada supaya tetap dalam jalur tujuanya.
Freirechtsbewegung
-       Menurut Herman Kantorowicz, bahwa undag-undang banyak mengandung kekosongan-kekosongan dan tugas hakim untuk memenuhinya, dia merupakan penganut terkemuka dari aliran Freirechtsbewegung ynag timbul pada waktu itu di Jerman.
-       Aliran ini membela suatu perluasan dari kekuasaan memutuskan dari peradilan.
-       Kiranya penggunaan dogmatis yang kaku dari undang-undang hendaknya orang bekerja dengan alasan-alasan yang tidak menyimpang dari kejadian yang akan diputus itu.
-       Aliran ini juga disebut sebagai aliran hukum bebas, dengan kuat mempropagandakan pemakaian pengertian dari “itikad baik”, “adat istiadat baik”, “pendapat masyarakat”, tidak hanya ditempat yang secara tegas ditunjuk oleh undang-undang, tetapi juga diluarnya, sehingga dengan demikian hakim memperoleh suatu senjata melakukan keputusan yang tidak adil yang dilarikan dalam pemakaian undang-undang yang cermat.
Sosiologische Rechtsschule
-       Aliran ini lahir akibat aliran Freirechtsbewegung, aliran ini juga disebut aliran sosiologi hukum. Penganutnya Hamaker dan Hymans dari Negeri Belanda dan dari Amerika misalnya: Roscoe Pound.
-       Pokok pikiran dari aliran ini ialah terutama hendak menahan dan menolak kemungkinan kesewenang-wenangan dari hakim berhubungan dengan adanya “Freies Ermessen” dari aliran hukum bebas diatas.
-       Mereka pada dasarnya tidak setuju dengan kebebasan bagi para pejabat hukum untuk menyampingkan undang-undang sesuai dengan perasaanya.
-       Undang-undang harus tetap dihormati, tetapi sebaliknya memang benar hakim mempunyai kebebasan dalam menyatakan hukum, akan tetapi kebebasan tersebut terbatas dalam rangka undang-undang.
-       Menurut penganut aliran ini, hakim hendaknya mendasarkan putusan-putusanya pada peraturan undang-undang, tetapi tidak kurang pentingnya, supaya putusan-putusan tersebut dapat dipertanggung jawabkan terhadap asas-asas keadilan, kesadaran dan perasaan hukum yang sedang hidup dalam masyarakat.
Open Sistem Van Het Recht
-       Setelah melihat pandangan-pandangan aliran-aliran diatas  adalah berat sebelah, yaitu kadang-kadang terlampau mengutamakan dogma, kepastian hukum, dan juga kadang-kadang mendudukkan hakim dalam posisi yang terlalu penting dalam peranya atau juga terlalu mementingkan kenyataan sosial.
-       Aliran ini diwakili oleh Paul Scholten, yang menjelaskan “hukum itu merupakan suatu sistem ialah bahwa semua peraturan-peraturan itu saling berhubungan, yang satu ditetapkan oleh yang lain, bahwa peraturan-peraturan tersebut dapat disusun secara mantik dan unik dan bersifat khusus dapat dicarikan aturan-aturan umumnya, sehingga sampai pada asas-asasnya”.
-       Betul bahwa hukum itu bersifat logis, akan tetapi karena sifatnya sendiri, dia tidak tertutup, tidak beku, sebab ia memerlukan putusan-putusan atau penetapan-penetapan yang selalu akan menambah luasnya sistem tersebut.
-       Oleh karena itu tepat disebut sistem terbuka.
-       Setelah melihat pandangan-pandangan alirana-aliran di atas adalah berat sebelah, yaitu kadang-kadang selanjutnya dikatakan, bahwa sistem hukum itu adalah dinamis, bukan saja pembentuk baru secara sadar oleh badan perundang-undangan, tetapi juga karena pelaksanaanya di dalam masyarakat.
-       Pelaksanaan itu selalu disertai penilaian, baik sambil membuat konstruksi-konstruksi hukum ataupun penafsiran.
-       Badan perundang-undangan dalam membentuk hukum yang baru terikat untuk menemukan kontiniutas dengan yang lama, sedangkan hakim dalam mempertahankan hukum itu turut menambahkan sesuatu yang baru seraya mendapatkan hubungan yang telah ada.

IX.             Penemuan Hukum
Pengertian Penemuan Hukum
Van Eikema Hommes:
“penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas hukum lainya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa konkrit”.
Dasar Hukum
UU No. 46 tahun 2009 (UU pokok kekuasaan kehakiman)
1.      Pasal 16 ayat (1)
“Bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
2.      Pasal 28
“Bahwa hakim sebagai penegak hukum wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.
Untuk mengisi kekosongan hukum (Rechtvacuum)
HukumàUndang-undang terkadang:
n  Tidak lengkap
n  Tidak jelas, atau
n  Kurang jelas
Teks UU tetap atau sulit berubah, sementara masyarakat terus berubahàUU selalu ketinggalan dengan peristiwa/fakta
Dasar Alasan Penemuan Hukum
1.      Karena peraturanya tidak ada, tetapi esensi perkaranya sama atau mirip dengan suatu peraturan lain sehingga dapat diterapkan dalam perkara tersebut.
2.      Peraturanya memang ada, tetapi kurang jelas sehingga hakim perlu menafsirkanya.
3.      Peraturanya juga sudah ada, tetapi sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.

Penafsiran/Interpretasi Hukum
Definisi Penafsiran/Interpretasi Hukum
n  Penafsiran hukum atau interpretasi adalah menentukan arti atau makna suatu teks atau bunyi suatu pasal berdasar pada kaitanya.
n  Penafsiran perkataan dalam undang-undang dengan tetap berpegang pada kata-kata atau bunyi.
n  Dalam pengertian subyektif, apabila ditafsirkan seperti yang di kehendaki oleh pembuat undang-undang.
n  Dalam pengertian obyektif, apabila penafsiran lepas dari pada pendapat pembuat udang-undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari.
n  Dalam pengertian sempit (restriktif), yakni apabila dalil yang ditafsirkan di beri pengertian yang sangat dibatasi misalnya; mata uang (pasal 1756 KUH Perdata) pengertian hanya uang logam saja.
n  Dalam pengertian luas (ekstensif), ialah apabila dalil yang di tafsirkan di beri pengertian seluas-luasnya. Misalnya: pasal 1756 alinea ke-2 KUHPerdata tentang mata uang juga diartikan uang kertas.
Jenis Penafsiran
A.    Penafsiran Gramatikalàmenafsirkan menurut tata bahasa/menetapkan arti kata undang-undang menurut bahasa.
-          Kata-kata yang ada dalam undang-undang dicari maknanya yang oleh pembentuk undang-undang digunakan sebagai simbol terhadap suatu peristiwa. Contoh: pasal 13 (1) UU KUP: kata “dapat”.
B.     Penafsiran sistematisàmenafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan (melihat hubungan antara suatu pasal atau undang-undang dengan pasal atau undang-undang yang lain).
1.      Penafsiran ektensif (pengertian menjadi luas)
2.      Penafsiran restriktif (pengertian yang lebih sempit)
C.     Penafsiran historisàmenetapkan arti undang-undang menurut maksud pembentuk undang-undang.
Penafsiran sejarah terbagi dua yaitu:
1.      Penafsiran sejarah undang-undangàmenetapkan arti undang-undang menurut maksud pembentuk undang-undang dengan menyelidiki sejarah terbentuknya pasal dari undang-undang tersebut.
2.      Penafsiran sejarah Hukumàmenetapkan arti undang-undang menurut maksud pembentuk undang-undang dengan menyelidiki keseluruhan latar belakang lembaga hukum yang diatur dalam undnag-undang.
D.    Penafsiran teleologisàmenetapkan arti undang-undang menurut tujuan ke masyarakat.
“Penafsiran dengan melihat tujuan kemasyarakatan dari UU, maka penafsiran ini sering disebut dengan penafsiran sosiologis”.
E.     Interpretasi Antisipatif
-       Suatu permasalahan hukum diselesaikan dengan menggunakan ketentuan hukum yang akan berlaku pada masa mendatang.
-       Dalam praktek seringkali suatu UU yang telah ditetapkan tidak serta berlaku. UU akan berlaku setelah melewati masa tertentu.
-       Hakim menggunakan ketentuan yang belum berlaku sebagai dasar dalam menyelesaikan masalah yang ia hadapi.
Konstruksi Hukum
Adalah penalaran logis untuk mengembangkan suatu ketentuan dalam undang-undang yang tidak lagi berpegang pada kata-katanya, tetapi tetap harus memperhatikan hukum sebagai suatu sistem.
Jenis Konstruksi Hukum
1.      Analogiàpenemuan hukum yang mencari esensi dari suatu peristiwa khusus ke peraturan yang bersifat umum. Intinya mempersamakan dengan cara memperluas makna atau eksistensi suatu ketentuan UU yang khusus menjadi ketentuan umum, dan tidak lagi berpegang pada bunyi ketentuanya. Contoh: pasal 1546 KUHPerdata (jual beli dan hibah).
2.      Argumentum A Contrarioàpenarikan kesimpulan dengan cara mempertentangkan. Pasal 39 PP no.9 Tahun 1975: waktu tunggu untuk perempuan untuk menikah kembali setelah putus perkawinan.
3.      Rechvijnings (pengkonkretan hukum/penyempitan hukum/penghalusan hukum)àmengkonkretkan suatu ketentuan dalam UU yang terlalu luas cakupanya. Contoh: pasal 1365 (PMH)`
4.      Fiksi hukumàpenemuan hukum dengan menggambarkan suatu peristiwa kemudian menganggapnya ada sehingga peristiwa tersebut menjadi suatu fakta baru.