disini saya akan memberikan sedikit materi rangkuman untuk mata kuliah fakultas Hukum yaitu Pengantar Ilmu Hukum.
Seperti yang kita ketahui bahwa Pengantar Ilmu Hukum (PIH) menjadi mata kuliah wajib dan dasar yang harus dipelajari oleh mahasiswa fakultas Hukum. Oleh karena itu harapanya tulisan ini dapat menjadi sumber dan referensi pembaca sekalian. Semoga bermanfaat.
PENGANTAR ILMU HUKUM
I.
Pendahuluan
1.
Perbedaan
Ruanng Lingkup Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia.
·
PHI hukum positif yang berlaku di
Indonesia mengenai:
-
Tatanan hukum
-
Aturan-aturan hukum
-
Lembaga-lembaga hukum
-
Mulai dari sejarahnya, positif
berlakunya, apakah sesuai dengan asas-asas dan teori-teori hukum (dogmatik
hukum).
·
PIH merupakan pengantar guna,
memperkenalkan dasar-dasar ajaran hukum umum (Algemeine Rechtslehre).
·
PIH mempelajari ilmu hukum secara umum dengan memperkenalkan
pengertian-pengertian dan konsep-konsep dasar tentang hukum pada umumnya yang
tidak hanya berlaku di Indonesia saja, tetapi yang berlaku pada masyarakat
hukum lainya (bersifat universal).
·
PIH mempelajari dan memperkenalkan
pengertian-pengertian dan konsep-konsep dasar serta teori-teori hukum secara
umum, termasuk mengenai sejarah terbentuknya lembaga-lembaga hukum maupun
pengantar falsafahnya dalam arti kerohanian kemasyarakatan.
2.
Pengertian
Hukum di Tinjau dari 9 aspek.
1. Hukum
sebagai ilmu
·
Pengetahuan: segala sesuatu yang di
tangkap oleh panca indera.
·
Ilmu: kebenaran. Ilmu harus mempunyai
obyek tertentu (obyektif, sistematis, metode, empiris, universal).
2. Hukum
sebagai disiplinàBagian dari kebenaran.
3. Hukum
sebagai kaidah/pedoman perilaku.
4. Hukum
sebagai tata hukum/kaidah yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu, berupa
hukum tertulis.
5. Hukum
sebagai petugas (hakim, jaksa dan lain-lain).
6. Hukum
sebagai keputusan penguasa.
7. Hukum
sebagai proses pemerintahan.
8. Hukum
sebagai perikelakukuan yang tetap.
9. Hukum
sebagai jalinan nilai-nilai.
3.
Pengertian
disiplin hukum dan ruang lingkupnya.
Menurut Karl Larenct à
Van Apeldorn
Disiplin hukum yaitu:
1. Ilmu
hukum
·
Ilmu tentang kaidah (norma Rechts
wetenschap).
·
Ilmu tentang pengertian.
·
Ilmu tentang kenyataan.
1. Sejarah
hukum
2. Psikologi
hukum (memaksaàmengertiàmemahamiàmenyadari)
3. Perbandingan
hukum
4. Sosiologi
hukum
5. Antropologi
hukum
2. Politik
hukum (Rechts Politiek)
Politik hukumàilmu
yang mempelajari bagaimana merancang hukum untuk masa depan.
3. Filsafat
hukum (Rechts Filosofiet)
Filsafat hukumàilmu
yang memilki tujuan dan kebenaran.
II.
Norma,
Kaidah
Istilah
dan Pengertian norma atau kaidah
·
Sumber norma atau kaidah adalah hasrat
atau keinginan untuk hidup secara pantas sebagai manusia.
·
Macam
norma atau kaidah yakni;
1. Norma
atau kaidah yang berurusan dengan pribadi
a. Norma
Agama
b. Norma
Kesusilaan
2. Norma
atau kaidah yang berurusan dengan hubungan antar pribadi
a. Norma
Kesopanan
b. Norma
Hukum
Varian
|
Agama
|
Kesusilaan
|
Kesopanan
|
Hukum
|
Asal-usul
|
Tuhan
|
Hati nurani
|
Paksaan masyarakat
|
Negara
|
Tujuan
|
Kesalehan pribadi
|
Kesempurnaan hidup
|
Hidup menjadi tentram
|
Ketertiban
|
Isi
|
Bathin
|
Lahir
|
||
Sanksi
|
Dosa
|
Penyesalan
|
Sanksi tidak resmi
(dikucilkan)
|
Dari masyarakat yang
resmi
|
Daya kerja
|
Kewajiban
|
Melindungi hak dan
membebani kewajiban
|
||
Ruang lingkup
|
Pribadi
|
Antar
pribadi
|
||
·
Ciri-ciri
norma atau kaidah hukum
1. Norma
atau kaidah hukum hampir selalu di tetapkan oleh penguasa yang berwenang
(Bevoegd Gezag).
2. Norma
atau kaidah hukum memiliki ruang lingkup yang disebut keberlakuan (Gelding).
n Keberlakuan
normatif (Normatieve Gelding)
n Keberlakuan
nyata (Feitelijke Gelding)
3. Norma
atau kaidah hukum selalu berkaitan dengan perilaku dan perbuatan manusia yang
bersifat lahiriah.
4. Norma
atau kaidah hukum pasti (Zakelijke), obyektif, dan rasional.
5. Norma
atau kaidah hukum memiliki struktur formal yang jelas.
n Rechtsfiguure
n Rechtsinstitutie
6. Norma
atau kaidah hukum memilki isi yang disebut dengan “cita hukum”.
Cita hukum (Rechts idea)àtujuan
yang ingin dicapai pada akhirnya.
·
Prosedur yang benar dan legitimasi moralà
keberlakuan normatifàpancasila sebagai sumber hukum.
·
Keberlakuan nyata
1.
Yang mengatur hukumà
RechtsnormenàRachtsregel
2.
Lembaga-lembaga yang terdapat dalam
hukumàRechtsfigure
3.
Wadah hukum (negara)/badan usahaàRechtsinstitute
·
Isi
norma atau kaidah hukum
Norma hukum
àNorma perilaku
-norma primer
-norma sekunderàpidana/sanksi.
Norma atau kaidah hukum sebagai
norma-norma perbuatan (Gendragnormen).
1. Keharusan
(umum)àDispensasi
yaitu memberikan ijin khusus untuk tidak melakukan sesuatu (khusus).
2. Larangan
(umum)àPermisie
yaitu memberikan ijin khusus untuk melakukan sesuatu (khusus).
à norma meta
1. Norma
atau kaidah hukum sebagai meta-norma (meta normen). Disamping norma-norma
perbuatan, ada terdapat sekelompok norma yang menentukan segala sesuatu
berkaitan dengan norma perbuatan itu sendiri. Norma-norma ini disebut meta
norma yang terdiri dari:
n Norma
pengakuan (Erkenningsnormen). Norma-norma yang
menentukan norma perbuatan mana hendak diterapkan dalam suatu masyarakat
tertentu.
n Norma
perubahan (Veranderingsnormen). Norma-norma yang menentukan bagaimana norma perbuatan dapat
berubah.
2. Norma
kewenangan (Bevoegdheidsnormen). Norma-norma yang menentukan oleh siapa dan
harus ditentukan menurut prosedur bagaimana
suatu norma perbuatan diterapkan, jika dalam hal tertentu ada
ketidakjelasan.
3. Norma
pengertian (Definitinormen). Norma-norma yang berisi ketentuan pengertian atau
batasan menurut peraturan perundang-undangan.
4. Norma
penilai (Waarderingsnormen). Asas-asas hukum yang terdapat di dalam dan di
belakang setiap sistem hukum dalam wujud ketentuan perundang-undangan dan
putusan pengadilan, berdasarkan itu ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan
tertentu dapat di jalankan.
Contoh-contoh asas hukum:
n Nullum
delictum nulla poena sine praevia lega poenallàtidak ada suatu
perbuatan dapat di hukum tampa adanya peraturan yang mengaturnya terlebih
dahulu sebelum perbuatan dilakukan (Asas Legalitas).
n Lex
specialis derogat legi generalisàhukum yang
khusus mengesampingkan hukum yang umum.
n Lex
superior derogat legi inferioràhukum yang lebih tinggi mengesampingkan
hukum yang lebih rendah tingakatanya.
n Lex
posterior derogat legi prioriàhukum yang lebih baru mengesampingkan
hukum yang lama.
n Presumption
of innocenceàasas
praduga tak bersalah. Seseorang tidak boleh di anggap bersalah sebelum dapat di
buktikan sebaliknya.
n Unus
testis nullus testisàsatu saksi bukanlah saksi (digunakan
dalam hukum acara pidana).
n In
dubio pro reoàdalam
keraguan, hakim menggunakan hukum yang lebih ringan terhadap terdakwa.
n Ne
bis in idemàperkara
yang sama tidak dapat di adili dua kali.
n Stare
decisis et quieta non movere/the binding force of precedentàseorang
hakim terikat pada putusan hakim sebelumnya yang telah in kracht mengenai
perkara yang sama.
n Fictie
hukumàsetiap
orang di anggap telah mengetahui isi UUD saat tercatat pada lembaran negara/di
undangkan.
n Asas
publisitasànegara
bertanggung jawab untuk menyebarluaskan/mempublikasikan UU sebelum di undangkan
sehingga warga negara mengetahui isi UU tersebut.
n Pacta
sunt servandaàsetiap
perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang bersangkutan dalam
perjanjian tersebut.
n No
punishment without guiltàseseorang tidak dapat di hukum jika
tidak terbukti melakukan kesalahan.
n Lex
dura sed temen scriptaàperaturan hukum itu demikianlah
sifatnya.
n Ius
curia novitàhakim
di anggap mengetahui hukum.
n Audi
et alteram partemàhakim harus mendengar pihak yang
bersengketa secara seimbang sebelum menjatuhkan putusanya.
n Similia
similibusàperkara
yang sama di adili dengan ketentuan yang sama.
n Judex
ne procedat ex officioàhakim bersifat menunggu datangnya
tuntutan hak di ajukan kepadanya.
·
Daya
ikat norma atau kaidah hukum
Dasar kekuatan mengikat hukum.
1. Teori
hukum alam (natural law)
2. Teori
kedaulatan negara
3. Mazhab
Wiena
4. Teori
kenyataan sosial
Teori
hukum alam (natural law)
n St.
Augustinus (354 M)
“Hukum itu bagian dari etika, maka hukum
selalu berdampingan dengan moral”.
“Tuhan itu adalah sumber dari segala
sesuatu di alam semesta (kausa prima) maka dialah yang maha kuasa, dialah yang
menciptakan hukum dan negara bahkan pemimpin pun adalah pilihan tuhan”.
“Tuhan memilki otoritas karena tuhan
menghendaki”.
“Paham teokrasiàkedaulatan
Tuhan.
1. Tuhan
pencipta.
2. Tuhan
kausa prima.
n Thomas
Aquinas
Ada dua hukum tuhan:
1. Lex
Atenaàlex
devinaàpemberian
wahyuàlex
naturalis.
Ilmu yang tidak diketahui oleh manusia.
Contohnya:
Ilmu kematianàilmu
yang tidak pernah di wahyukan kepada manusia. Wahyu hanya di berikan kepada
orang-orang yang mampu dan itu sangat sedikit.
Kiamatàilmu gaib.
2. Lex
Postiva
“Pelanggaran terhadap hukum manusia
hakekatnya melanggar hukum tuhan”. (Thomas Aquinas).
“Hukum yang di buat manusia
berasal/bersumber dari hukum tuhan.
n Keadilan
menurut ahli
Keadilan menurut Socratesàmemberikan
seseorang yang merupakan hak.
Keadilan menurut Plato.
àkeadilan Distributifàmemberikan
hak yang sama kepada semua orang (hukum publik).
àkeadilan komulatifàmemberikan
hak pada seseorang sesuai prestasi dan jasa (hukum privat).
“hukum di taati karena hukum itu real
atau nyata”
Teori kedaulatan Negara
-
Paul Laband
-
George jellinek
Kedaulatan
(supranus) yang tertinggi diatas negara tidak ada.
Jean
Bodanàfilsuf
Prancis. Ciri kedaulatan:
1. Disebut
daulat jika asliàtidak berasal dari kekuasaan lain.
2. Kedaulatan
bersifat permanent (abadi)àselamanya akan tetap melekat pada negara
(tidak dapat ditarik).
3. Tunggalàtidak
dimilki yang lain.
4. Tidak
dapat dibagi-bagi.
è Paul
Laband dan George Jellinek berpendapat:
“kedaulatan secara kuadrati melekat pada negara,
negara memiliki kekuasaan tertinggi. Negara berhak membuat hukum yang mengatur
untuk diberlakukan pada negara dan warga negara wajib tunduk pada hukum yang
diberlakukan negara.
Mazhab Wiena
-
Adolf Merkel (1836)
-
Hans Kelsen (1881)
-
Hans Nowiasky (1880)
Teori
yang terkenal adalah “Teori hukum murni”
Menurut
mazhab Wiena:
“Daya
ikat hukum seperti piramida” (Adolf Merkel)
“Semakin
tinggi hukum semakin sedikit aturan, semakin rendah hukum semakin banyak
aturan” (Stuffenbau des Teorys)
-
Hukum dilepaskan dari pengaruh moral
-
Hukum dilepaskan dari pengaruh politik
-
Hukum dilepaskan dari pengaruh ekonomi
-
Hukum dilepaskan dari pengaruh budaya
àHukum
adalah hukum tidak terikat moral/etika
àHukum
mengikat karena hukum yang lebih tinggi
Teori kenyataan
sosial
-
Hugo Grofius (1583)
-
Immanuel Kant (1724)
-
Leon Deguit (1859)
Hukum
mengikat sebagai suatu kenyataan karena manusia membutuhkan hukum untuk
menetapkan keadilan dan kemakmuran.
Sifat-sifat kaedah hukum:
-
Imperatifàmemaksa secara
apriori-apriori, yang bersifat imperatif adalah Gebod dan Verbod.
-
Fakultatifàtidak harus
dilakukan, yang bersifat fakultatif adalah Dispensatie.
Perumusan kaedah hukum
-
Gendragnormenàketentuan
Hipotesis (Hypothetich Voorschrif)
-
Meta-Normenàketentuan
kategoris sesuai dengan macamnya.
Essensialia kaidah hukum
-
Esensi dari kaidah hukum adalah
membatasi
-
Kaidah hukum dikatakan memaksa karena
dapat menyebabkan terjadinya paksaan oleh:
àDiri sendiri, yakni kebutuhan manusia
untuk hidup bersama (Gregariousness)
àPihak
lain, yang karena kaedah hukum mendapat wewenang untuk melakukan paksaan,
misalnya Polisi, Jaksa dan sebagainya.
Keberlakuan kaidah
hukum:
1. Kekuatan
berlaku secara Yuridis
Mempunyai kekuatan berlaku yuridis apabila persyaratan formal
terbentuknya kaedah hukum tersebut telah terpenuhi.
-
Hans Kelsenàmempunyai
kekuatan berlaku yuridis, jika penerapanya didasarkan pada kaedah yang lebih
tinggi tingkatanya.
-
Zevenbergenàmempunyai
kekuatan berlaku yuridis, jika kaedah tersebut terbentuknya menurut cara yang
telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
-
Logemannà mempunyai
kekuatan berlakau yuridis, apabila menunjukan hubungan keharusan antara suatu
kondisi dan akibatnya.
2. Kekuatan
berlaku seacara sosiologis
Intinya pada efektivitasnya atau hasil
guna kaedah hukum dalam kehidupan bersama (berlaku/diterimanya hukum dalam
masyarakat) terlepas dari kenyataan apakah peraturan tersebut terbentuk menurut
persyaratan formal atau tidak.
-
Teori kekuatanàmempunyai
kekuatan berlaku sosiologis, bila dipaksakan berlakunya, terlepas diterima atau
tidak oleh warga negara.
-
Teori pengakuanà
mempunyai kekuatan berlaku sosiologis, bila diterima dan diakui oleh
masyarakat.
3. Kekuatan
berlaku secara filosofis
Apabila sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai
positif yang tertinggi untuk ketertiban masyarakat. Agar berfungsi, kaedah hukum harus memenuhi ketiga unsur
diatas.
Gebiedaleer
Jika
suatu kaidah hukum telah memenuhi kaedah-kaedah dasar keberlakuan, maka sasaran
kaidah tersebut secara formal terdiri dari:
1. Lingkup
laku wilayahàdibentuk
dan diberlakukan dalam batas tempat tertentu.
-
Hukum nasional
-
Hukum internasional
-
Hukum regional
2. Lingkup
laku pribadiàdibentuk
dan diberlakukan kepada subyek tertentu
-
Hukum yang berlaku bagi semua warga
negara
-
Hukum yang berlaku bagi suatu golongan
tertentu
-
Hukum yang berlaku antar golongan
3. Lingkup
laku masaàmemiliki
keberlakuan dalam jangka waktu tertentu
-
Ius constitutum (hukum positif)
-
Ius constituendum (hukum yang masih
dicita-citakan, misal RUU)
4. Lingkup
laku ikhwalàketika
dibentuk dan diberlakukan maka akan memuat sasaran ikhwal/obyek tertentu. Lebih
lanjut lagi penggolongan dalam hukum privat/publik.
Contoh: aturan perdagangan unggas di Indonesia
Sasaran: perdagangan Unggas
Penyimpangan
kaedah hukum
Sikap
tindak diluar batas patokan dan pedoman dari kaedah hukum penyimpangan dapat
berupa:
1. Pengecualian
Penyimpangan dari pedoman dengan dasar
yang jelas dan sah.
-
Pembenaran (Rechtvaardigingaground)
Apa yang dilakukan sebenarnya dapat
dikatakan melanggar, namun tidak termasuk kesalahan karena atas dasar wewenang
yang sah dan dilindungi oleh hukum, sedari awal tidak melakukan kesalahan dan
tidak dapat dihukum.
Contoh: Algojo yang melakukan hukuman
mati
-
Bebas kesalahan (Schuldophefflngsground)
Apa yang dilakukan dapat dikatakan
melanggar dan termasuk kesalahan, namun dilakukan atas dasar terpaksa dan
diluar kehendaknya (noodwer) sehingga meskipun melakukan kesalahan, ia dapat
bebas dari kesalahan tersebut.
Contoh:
Seseorang yang ditodong dengan senjata
api namun berhasil melawan dan memukul penodongnya hingga kabur. Perbuatanya
memukul si penodong (noodwer) tidak
dapat dikatakan sebagai kesalahan karena
dilakukan atas dasar noodwer, kecuali jika pembelanya tidak seimbang tetap
dapat dihukum.
2. Penyelewengan
delik/perbuatan salah
Penyimpangan dari pedoman tampa
mempunyai dasar yang sah. Perbuatan salah ini dapat dikenakan sanksi.
Sanksi dalam arti sempitàhukuman
Sanksi dalam arti luasà
ada 3 macam:
-
Pemulihan keadaan
Contoh:
A hutang kepada B, namun A tidak dapat
mengembalikan uang kepada B. Hakim dapat memaksa A melunasi hutangnya sehingga
harta B pulih keadaanya.
-
Pemenuhan keadaan
Contoh:
X membeli mobil dari Y, setelah X
menyerahkan uang, Y tidak menyerahkan mobil. Y dapat dipaksa menyerahkan mobil
tersebut oleh hakim. Sehingga terpenuhi X sebagai pemilik barang (mobil) yang
baru.
-
Hukuman dalam arti luas
Contoh:
1. Perdataàganti
rugi
2. Pidanaàsiksaan
3. Tata
negaraàskorsing,
pemecatan.
III.
Sistem
Hukum
Pengertian
Sistem Hukum
Istilah “sistem”
berasal dari perkataan “systema” dalam bahasa Latin-Yunani yang artinya
“keseluruhan yang terdiri dari bermacam-macam bagian”.
Sistem merupakan satu kesatuan yang utuh
yang terdiri atas berbagai bagian atau sub sistem. Subsistem ini saling
berkaitan dan apabila terjadi pertentangan, maka selalu ada jalan untuk
menyelesaikanya.
Sistem
hukum haruskah tersusun dari sejumlah bagian yang disebut dengan subsistem
hukum yang secara bersama-sama mewujudkan kesatuan yang utuh. Sistem hukum
bukan saja sekedar sekumpulan peraturan, tetapi setiap peraturan itu saling
berkaitan satu dengan yang lainya, serta tidak boleh terjadi konflik atau
kontradiksi antara subsistem yang dalamnya.
Pendapat
Para Sarjana
Prof. Dr.
SUNARYATI HARTONO, SH
Sesuatu yang terdiri dari dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu
pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas.
Agar supaya berbagai unsur itu merupakan kesatuan terpadu maka dibutuhkan
organisasi.
Prof. Dr.
LILI RASYIDI, SH, LL.M
Suatu kesatuan sistem yang tersusun atas integritas komponen sistem
hukum, yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri dan terikat dalam satu
kesatuan hubngan yang saling terkait, bergantung, mempengaruhi, bergerak dalam
kesatuan proses, yakni proses sistem hukum untuk mewujudkan tujuan hukum.
Prof. Dr.
Sudikno Mertokusumo, SH
Sistem hukum itu merupakan tatanan, suatu kesatuan yang utuh yang terdiri
atas bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain.
Prof. Subekti, SH :
Sistem hukum itu merupakan suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu
keseluruhan yang terdiri dari atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain,
tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untuk
mencapai suatu tujuan.
Dr. Marwan Mas,
SH, MH
Sistem
hukum adalah susunan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari sejumlah bagian
yang dinamakan subsistem, yang secara bersama-sama mewujudkan kesatuan yang
utuh.
Sistem
Hukum di Dunia
Menurut Rene David
1. Civil
Law Sistem
2. Common
Law Sistem
3. Far
East ASIA law Sistem
4. Communist
Law Sistem
5. Moeslem
Law Sistem
6. Other
Law Sistem
Sistem Hukum Anglo Saxon (Coomon Law System)
Sistem
hukum Anglo Saxon (“Anglo America”) mulai berkembang di United Kingdom (UK)
pada abad XI.
Sistem
hukum Anglo Saxon berlaku di kawasan Amerika Serikat, Kanada dan beberapa
negara yang termasuk negara persemakmuran Inggris dan Australia, termasuk
Malaysia, Singapura dan India.
Sumber
hukum dalam sistem hukum Anglo Saxon adalah “putusan-putusan hakim/pengadilan”(judicial
decisions). Melalui putusan-putusan
hakim yang kemudian mewujudkan kepastian hukum, prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi
kaidah yang mengikat umum.
Disamping putusan hakim, kebiasaan-kebiasaan dan
peraturan tertulis lainnya juga di
negara-negara Anglo Saxon juga “diakui” meskipun dalam pembentukannya kebiasaan
dan peraturan tertulis tetap berakar dari putusan-putusan pengadilan.
Namun demikian sumber-sumber hukum itu (putusan
hakim, kebiasaan dan peraturan tertulis) tidak tersusun secara sistematis dalam
hierarki tertentu sebagaimana yang berlaku pada sistem hukum Eropa Kontinental.
Dalam sistem hukum ini “peranan” yang diberikan
kepada seorang hakim “tidak hanya” sebagai pihak yang betugas menetapkan dan
menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, tetapi hakim juga berperan besar
dalam membentuk seluruh tata kehidupan dan menciptakan prinsip-prinsip hukum
baru (yurisprudensi).
Hakim
juga mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang
berlaku, termasuk menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi
pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.
Sistem
hukum Anglo Saxon menganut doktrin “the doctrine of precedent” atau “Stare Decisis”. Doktrin ini
berpendapat bahwa dalam memutus suatu perkara, seorang hakim “harus”
mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada berdasarkan putusan
hakim lain dalam perkara sejenis sebelumnya (preseden).
Dalam
hal putusan hakim sudah “out of date” maka hakim dapat menetapkan
putusan baru berdasarkan kepada nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat
(common sense) yang dimilikinya.
Sehingga terlihat bahwa sistem hukum Anglo Saxon
mendasarkan kepada pentingnya yurispridensi, sementara sistem hukum Eropa
Kontinental lebih mengutamakan perundang-undangan sebagai sumber hukumnya.
Untuk itu, sistem hukum di Eropa Kontinental berpandangan bahwa hakim adalah “mulut
undang-undang”, sementara itu dalam sistem Anglo Saxon berpandangan bahwa hakim
adalah “mulut precedent” yang mewajibkan kepadanya bahwa di dalam memutuskan
perkara hakim itu harus selalu mengikuti putusan yang ada terlebih dahulu.
Untuk itu hakim di pengadilan Anglo Saxon
menggunakan prinsip “pembuat hukum sendiri” dengan melihat kasus-kasus dan fakta-fakta
sebelumnya (judge made law), sehingga hakim dalam hal ini berarti hakim itu
berfungsi sebagai legislatif atau pembuat undang-undang.
Bertitik tolak bahwa prinsip-prinsip hukum yang
timbul dan berkembang di Anglo Saxon adalah berasal dari putusan-putusan hakim
atas perkara yang dihadapi, maka seringkali disebut dengan “Case Law”
Sistem hukum ini di dalam prakteknya mengutamakan
hukum yang tidak tertulis yang sering disebut
“Common Law” atau “Unwritten Law”. Artinya kedudukan hukum
kebiasaan dalam masyarakat lebih berperan dan selalu menyesuaikan dengan
perkembangan masyarakat. Sementara itu, hukum tertulis mengatur terbatas pada
hal-hal pokok dan penting, misalnya tentang konstitusi dan pengaturan
kelembagaan.
Dalam sistem pengadilan di negara-negara Anglo
Saxon menggunakan “sistem juri”. Hal ini berbeda dengan sistem hukum Eropa
Kontinental yang menggunakan sistem peradilan berdasarkan “majelis hakim”.
Dalam sistem juri hakim bertindak sebagai pejabat
yang memeriksa dan memutuskan hukumnya, sementara itu juri memeriksa peristiwa
atau kasusnya kemudian menentukan bersalah dan tidaknya terdakwa atau pihak
yang berperkara. Hal ini berarti bahwa hakim diikat oleh suatu “stare decisis”
atau “the binding force of precedent” yang berati bahwa putusan hakim-hakim
lain untuk mengikutinya pada perkara yang sejenis.
Hakim pada negara-negara yang menganut sistem hukum
Anglo Saxon metode berpikir yang digunakan adalah “metode induktif” yaitu
berpikir dari khusus ke umum . Artinya, di dalam menjatuhkan putusan hukuman
mendasarkan pada kasus in-konkreto (aturan khusus) yang berlaku khusus kemudian
diangkat menjadi aturan umum yang akan berlaku sebagai preseden bagi hakim
lainnya pada perkara yang sejenis.
Dengan mendasarkan the binding of precedent,
maka hakim akan mampu lebih cepat dalam mengambil keputusan dan menerapkan
suatu aturan hukum. Asas ini merupakan kewajiban primer hakim untuk memberikan
keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara untuk mencarikan hukum yang relevan
(asas preseden).
Asas preseden ini berarti bahwa hakim dalam
memutuskan suatu perkara menggunakan
dasar yang sama untuk memutus perkara yang sama. Hal ini dapat dilakukan karena
telah ada putusan terlebih dahulu untuk kasus yang sama, sehingga hakim dapat
mendasarkannya.
Metode yang digunakan dalam menilai fakta kasus
adalah “analogi” yang membandingkan antara peristiwa-peristiwa yang sejenis,
atau dengan cara mempersamakan suatu peristiwa yang sejenis. Preseden ini
berbentuk suatu lembaga, yaitu terdiri atas sebagian besar hukum yang tidak
tertulis (ius non scriptum) melalui putusan-putusan hakim.
Namun demikian dalam hal belum ada putusan hakim
yang sejenis atau putusan pengadilan yang sudah ada tetapi sudah tidak sesuai
dengan gerak perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan putusan baru
dengan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (“common sense”) serta
dengan pertimbangan yang rasa penuh tanggung-jawab.
Penggunaan juri di dalam sistem ini berlaku baik
untuk perkara perdata dan juga perkara pidana. Juri dipilih dari komunitas
warga masyarakat (tokoh-tokoh masyarakat setempat) dan bukan ahli hukum atau
sarjana hukum. Sebelum melaksanakan
tugasnya juri terlebih dahulu diambil sumpahnya dan dipastikan bahwa para juri
akan berlaku obyektif. Jumlah juri genap dan pada umumnya 8 atau 12 orang dalam
satu persidangan.
Sistem hukum ini juga mengenal pembagian
berdasarkan hukum publik dan hukum privat.
Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law System)
Sistem hukum
ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering juga disebut sebagai
“Civil Law”.
Sejarahnya sistem hukum ini berasal dari kodifikasi
hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justianus
abad IV sebelum masehi.
Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan
kodifikasi (“Corpus Juris Civilis”) dari berbagai kaidah hukum
yang ada sebelum Justianus.
Dalam perkembangannya ketentuan Corpus Juris
Civilis ini dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi di negara-negara,
seperti Jerman, Belanda, Italia, Perancis dan Asia termasuk Indonesia pada masa
penjajahan Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum ini
adalah bahwa “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan di dalam
peraturan-peraturan yang berbentuk
undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi
tertentu”
Adanya prinsip ini didasarkan pemikiran bahwa nilai
dari tujuan hukum “kepastian hukum”. Untuk itu kepastian hukum hanya dapat
diwujudkan apabila tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur
dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis.
Dengan konsep tersebut, maka konsekuensinya adalah
hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
umum. Hakim hanya berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan dalam
batas-batas wewenangnya”. Putusan hakim hanya mengikat para pihak yang
berperkara saja (doktrins Res Ajudicata).
Jelaslah sudah bahwa sistem hukum ini menekankan
pentingnya hukum yang tertulis, yaitu peraturan perundang-undangan sebagai
dasar utama sistem hukumnya, sehingga sistem hukum ini disebut juga sistem
hukum kodifikasi (codified law).
Sistem hukum ini mengenal dua bagian utama, yaitu
hukum publik dan hukum privat.
Hukum publik mengatur kekuasaan dan wewenang negara
serta hubungan antara masayarakat dan negara. Misalnya : hukum pidana, hukum
tata negara dan hukum administrasi negara.
Hukum privat mengatur tentang hubungan antara
individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Adapun yang termasuk
dalam hukum ini adalah hukum perdata dan hukum dagang.
Dalam sistem peradilan Eropa Kontinental hakim
“diikat” oleh undang-undang. Sehingga
dalam sistem ini kepastian hukumnya dijamin melalui bentuk dan sifat
tertulisnya ada di undang-undang. Artinya, hakim tidak terikat pada putusan
hakim sebelumnya, seperti yang berlaku pada sistem Anglo Saxon dengan asas preseden.
Hal tersebut diatas berarti hakim-hakim di sistem
hukum ini dapat mengikuti putusan hakim sebelumnya pada perkara yang sejenis,
tetapi bukan suatu keharusan yang sifatnya mengikat. Hal ini dapat diketahui
dari pasal 1917 KUHPerdata yang menyatakan bahwa putusan pengadilan hanya mengikat para pihak,
dan tidak mengikat hakim lain.
Sistem peradilan ini tidak mengenal sistem juri.
Tugas dan tanggung-jawab hakim disini adalah memeriksa langsung materi perkara,
menentukan bersalah tidaknya terdakwa atau pihak yang berpekara, kemudian
sekaligus menerapkan hukumannya.
Metode berpikir hakim dilakukan secara “deduktif”
yaitu berpikir dari yang umum kepada yang khusus. Dalam hal ini hakim berpikir
dari ketentuan yang umum untuk diterapkan pada kasus in-konreto yang sedang
diadili. Contoh ketentuan hukum dalam peraturan Indonesia adalah kata-kata “barangsiapa”
yang berarti siapa saja berlaku secara umum bagi setiap subjek hukum.
Dalam sistem ini juga menggunakan pula metode “subsumptie”
dan metode “sillogisme”. Subsumptie adalah suatu upaya memasukan
peristiwa ke dalam peraturannya yang banyak dilakukan dalam perkara pidana.
Suatu peristiwa hukum dicarikan rumusan peraturan perundang-undangan yang
dilanggar, seperti mencocokan sepatu dengan kaki pemakainnya.
Namun metode subsumptie ini agak sulit diterapkan
pada perkara perdata, karena banyak peraturan perdata yang tidak tertulis.
Perbedaan Common
Law
System dengan Civil
Law
System
Perbedaan Sistem
Peraturannya.
1.
Sistem hukum Common Law
didominasi oleh hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan melalui putusan
hakim, sedangkan pada sistem Civil Law didominasi oleh hukum tertulis
(kodifikasi).
- Sistem hukum
Common Law tidak ada pemisahan yang tegas dan jelas antara hukum publik
dan hukum privat, sedangkan pada sistem Civil Law pemisahan yang tegas
dan jelas antara hukum publik dan hukum privat.
Perbedaan Sistem
Peradilannya.
1.
Sistem hukum Common Law
menggunakan juri yang memeriksa fakta
kasusnya kemudian menetapkan kesalahan dan hakim hanya menerapkan hukum dan
menjatuhkan putusan, sedangkan pada sistem peradilan Civil Law tidak menggunakan
juri sehingga tanggung-jawab hakim adalah memeriksa fakta kasus, menentukan
kesalahan serta menerapkan hukumannya sekaligus menjatuhkan putusan.
2.
Dalam sistem peradilan
Common Law hakim terikat pada putusan hakim sebelumnya dalam perkara sejenis melalui asas the
binding force of precedent, sedangkan dalam sistem peradilan Civil Law hakim
tidak terikat atau tidak wajib mengikuti putusan hakim sebelumnya dalam perkara
sejenis.
3.
Sistem peradilan di
Common Law menganut asas “adversary
system” yaitu pandangan bahwa di dalam pemeriksaaan peradilan selalu ada
dua pihak yang saling bertentangan, baik dalam perkara perdata maupun perkara
pidana, sedangkan pada sistem peradilan Civil Law hanya di dalam
perkara perdata yang melihat adanya dua pihak yang bertentangan (penggugat dan
tergugat) dan pada perkara pidana keberadaan terdakwa bukan sebagai pihak
penentang.
Perbedaan Hukum Acara Common
Law System
dengan Civil
Law
System
1)
Perbedaan dari segi
inisatif penuntutan, di mana inisatif
penuntutan dalam hukum acara pidana ada pada jaksa selaku
penuntut umum yang mewakili kepentingan publik, sedangkan dalam hukum acara
perdata inisatif terletak pada pihak penggugat yang mewakili kepentingan
dirinya sendiri atau perorangan. Termasuk dalam hal pembuktian, yaitu pada
perkara pidana penuntut umumlah yang membuktikan kesalahan terdakwa, sedangkan
di dalam perkara perdata kedua belah pihak yang membuktikan kebanaran dalilnya
atau bantahannya terhadap dalil lawannya.
2)
Perbedaan dari segi
keterikatan pada alat bukti, yaitu pada hukum acara pidana, hakim selain
terikat pada alat-alat bukti yang sah, juga harus yakin akan kesalahan
terdakwa, atau dikenal dengan istilah “beyond reasonable doubt” yang berarti
“alasan yang tidak diragukan lagi”. Pada hukum acara perdata, hakim hanya
terikat pada alat-alat bukti yang sah. Hal ini biasa disebut dengan istilah
“preponderance of evidence” yang bearti “pengaruh yang lebih besar dari alat
bukti”
3)
Perbedaan dari segi
kebenaran yang ingin dicapai, pada hukum acara pidana ingin mencapai “kebenaran
materiil” yaitu kebenaran yang nyata atau betul-betul kebenara dalam perbuatan
pidana yang dilakukan oleh terdakwa, atau hubungan antara pihak yang terkait
dalam perbuatan pidana tersebut. Pada hukum acara perdata, semata-mata ingin
mencari di dalam pemeriksaan sidang pengadilab dan bukti surat, kendati belum
tentu secara nyata demikian.
4)
Perkembangan hukum dalam
sistem Common Law lebih banyak dilakukan oleh para hakim, sedangkan dalam
sistem Civil Law lebih banyak dilakukan oleh
para penulis dan guru besar, sehingga menghasilkan struktur yang relatif
sistematis dan rasional.
5)
Di dalam sistem Common
Law mengenal lembaga-lembaga seperti trust, bailment, trespass, sedangkan dalam
sistem Civil Law dikenal adanya lembaga kekuasaan orang tua, pengakuan anak di
luar kawin.
Perbedaan Lainya Common
Law
System dengan Civil Law System
Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law System)
a.
Dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris,
AS, Kanada, Amerika Utara.
b.
Bersumber kepada putusan hakim/putusan
pengadilan/yurisprudensi. Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum,
maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah
hukum dibentuk dan mengikat umum.
c.
Hakim berperan besar dalam
menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat. Hakim
mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan2 hukum dan menciptakan
prinsip2 hukum yang baru yang berguna bagi pegangan hakim2 yang lain dalam
memutuskan perkara sejenis.
d.
Asas doctrine of precedent, hakim terikat pada prinsip hukum
dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis.
e.
Hukum digolongkan menjadi
dua bagian utama yaitu hukum publik dan hukum privat.
Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law System)
a.
Dari Romawi berkembang ke
negara Jerman, Belanda,
Perancis, Italia, Indonesia.
b.
Bahwa hukum itu memperoleh kekuatan
dan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk
undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi. Kepastian
hukumlah yang menjadi tujuan hukum, dapat terwujud apabila segala tingkah laku
manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis.
c.
Adagium: “tidak ada hukum selain undang-undang”. Dengan kata lain, hukum selalu diidentikkan
dengan undang-undang.
d.
Posisi hakim dalam hal ini tidak
bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya menerapkan dan
menafsirkan peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya. Putusan
hakim tidak dapat mengikat secara umum
tetapi hanya mengikat para
pihak yang berperkara saja.
e.
Hukum digolongkan menjadi dua bagian utama yaitu:
Pertama,
hukum publik : Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara,
Hukum Pidana
Kedua, hukum privat : Hukum Perdata, Hukum Dagang
Anglo Saxon
- Mulai
berkembang di Inggris pada abad 16
- Sering disebut
sebagai COMMON LAW
- Berkembang
diluar Inggris di Kanada, USA, dan bekas koloni Inggris (negara
persemakmuran/ common wealth); spt: Australia, Malaysia, Singapore, India,
dll.
Eropa Kontinental
- Sering dikenal
juga sebagai sistem hukum CIVIL LAW.
- Sebagian besar
negara-negara Eropa daratan dan daerah bekas jajahan / koloni nya; ex:
Jerman, Belanda, Perancis, Italia, negara2 Amerika Latin dan Asia.
Seperangkat aturan tidak
tertulis yang merupakan kristalisasi nilai2 yg hidup di masyarakat yang
dijadikan pedoman masyarakat untuk menjalankan aktifitas nya, dan ditegakkan
oleh organisasi adat yang mendapatkan mandat.
- Hanya terdapat
dalam kehidupan sosial di Indonesia dan beberapa negara-negara Asia
lainnya; seperti Cina, India Jepang, dll.
- Bersumber
kepada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan
dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya`
IV.
Tujuan
Sistem Hukum
Teori Etis
n
Hukum semata-mata
bertujuan keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan terhadap apa yang etis
dan apa tidak etis (Algra)
n
Hukum bertujuan
mewujudkan keadilan (Geny)
n
Konsep Keadilan menurut
Aristoteles
o Justitia
Commutativa (sama rata, sama jumlah)
Contoh: setiap orang mendapatkan 1 karung beras saat pembagian sembako
o Justitia
Distributiva (proporsional sesuai hak)
Contoh: setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu,
mendapatkan lapangan pekerjaan, dsb
Teori Kepastian Hukum (RECHTSZEKERHEID)
n
De rechtszekerheid (Naamw.) : rechtzeker|heden
(meerv.) Zekerheid dat je erop kunt rekenen dat je rechten geëerbiedigd
zullen worden.
n
(Maatschappijleer] Dat je erop kunt rekenen dat je
rechten gerespecteerd en uitgevoerd
zullen worden.
n
principle of legal certainty [rechtsfilosofie]
beginsel dat de overheid rekening dient te houden met de opgewekte verwachtingen
bij burgers zodat.
n
Formiele, (bestuursrecht) "beginsel dat
bestuursorganen aan burgers geen verplichtingen mogen opleggen zonder een
uitdrukkelijk besluit daartoe; besluiten moeten duidelijk zijn geformuleerd en
de betekenis van de besluiten mag niet afhankelijk zijn van de uitleg van een
ander.”
n
Materiele, Hiermee doelt men voornamelijk op het
beginsel, dat men op de wet kan bouwen, en dat geen terugwerkende kracht aan
besluiten mag worden toegekend ten nadele van burgers. (Van Daalen)
Teori Utilitis
Menjamin
kebahagian yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the
greatest good of greatest number) – Jeremy Bentham
Teori Campuran
·
Mochtar Kusumaatmadja,
tujuan pokok hukum adalah ketertiban.
·
Purnadi & Soerjono
Soekanto, kedamaian hidup antar pribadi dan ketenangan intern pribadi.
·
Soebekti, mendatangkan kemamkmuran
dan kebahagiaan bagi rakyatnya.
Hubungan Hukum dengan Kekuasaan
·
Hakekat kekuasaan:
memaksakan kehendak pada orang lain.
·
Hukum bersumber pada
kekuasaan yang sah .
·
Hukum memerlukan
kekuasaan yang sah dan memiliki dasar, tapi kekuasaan bukan hukum.
·
Hukum perlu kekuasaan
supaya dapat ditegakkan dan keduanya berjalan selaras.
·
Hukum tanpa kekuasaan =
angan-angan alias mandul.
·
Kekuasaan tanpa hukum =
sewenang-wenang.
Perbedaan Aneka Hukum
·
Dilihat dari segi
eksistensi atau waktu.
4.
Ius constituendum adalah
kaidah hukum yang dicita-citakan.
5.
Ius constitutum adalah
kaidah hukum yang berlaku pada masa kini dan tempat tertentu.
·
Dilihat dari segi wilayah
berlaku.
1.
Hukum alam adalah hukum
bersifat abadi yang timbul dari alam dan tidak dibuat oleh manusia.
2.
Hukum positif adalah
kaidah hukum yang berlaku pada masa kini dan di tempat tertentu.
·
Dilihat dari segi sifat
kaku dan fleksibel
a.
Hukum imperatif adalah
kaidah hukum memaksa yang secara apriori harus ditaati.
b.
Hukum fakultatif adalah
kaidah hukum yang tidak secara apriori mengikat atau tidak wajib dipatuhi
sehingga ada kebebasan dalam membentuk hukum yang sebanding antar pihak.
c.
Dilihat dari segi isi.
d.
Hukum substantif adalah
kaidah yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan subyek-subyek hukum.
e.
Hukum ajektif adalah
kaidah yang memberikan pedoman untuk menegakkan dan mempertahankan hukum
substantif.
·
Dilihat dari segi bentuk
a)
Hukum tidak tertulis
adalah kaidah hukum yang tidak dalam bentuk tertulis tetapi hidup dalam
pergaulan masyarakat (hukum kebiasaan).
b)
Hukum tercatat adalah
kaidah hukum tidak tertulis yang tercatat atau dicatat oleh pemimpin formal,
informal, dan para sarjana dalam penelitian.
c)
Hukum tertulis adalah
kaidah hukum dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh negara (Undang-undang,
traktat).
·
Dilihat dari segi
hubungan yang diatur
a.
Hukum Privat/Perdata
adalah kaidah hukum yang mengatur hubungan antar orang yang satu dengan orang
yang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan pribadi/perorangan. Contoh : Hukum Perdata
dan Hukum Dagang.
b.
Hukum Publik adalah
kaidah hukum yang mengatur negara,
hubungan antara organ dan hubungan negara dan organ negara dengan warga Negara. Contoh : Hukum Tata Negara,
Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana dan Hukum Internasional.
V.
Das Sollen – Das Sein
·
Das Sollen Sesuatu
yang dicita-citakan, diinginkan, diharapkan, dan yang seyogianya terjadi. Misal
barangsiapa membeli maka harus membayar.
·
Das Sein Peristiwa
yang senyatanya terjadi secara konkrit.
Misal yang membeli suatu barang membayar =
sejalan dengan Das Sollen.
Misal yang membeli suatu barang tidak membayar
= tidak sejalan dengan Das Sollen.
·
Das Sollen dan Das Sein
menunjukkan kondisi sebab-akibat.
·
Kondisi ideal tercapai
ketika Das Sollen dan Das Sein sejalan beriringan.
·
Hukum idealnya
menginginkan supaya Das Sollen dan Das Sein selalu sejalan, namun hal tersebut
seringkali sulit direalisasikan dalam kenyataan.
·
Ketika Das Sollen dan Das
Sein tidak dijalan, disitulah hukum “bertindak.”
VI.
Peristiwa
Hukum
Pengertian
·
L. J. Van Apeldorn
Peristiwa yanng berdasarkan hukum yang dapat menimbulkan dan
menghapuskan hak.
·
E. Utrech
Peristiwa yang dirumuskan di dalamnya aturan hukum.
·
Bellefroid
Peristiwa sosial tidak secara otomatis dapat merupakan atau menimbulkan
hukum. Suatu peristiwa dapat menimbulkan hukum, jika peristiwa itu oleh
peraturan hukum dianggap sebagai peristiwa hukum.
·
Surojo Wignjodipuro
Peristiwa atau kejadian biasa dalam kehidupan sehari-hari yang membawa
akibat hukum dan diatur oleh hukum.
·
Satjipto Rahardjo
Suatu kejadian atau peristiwa dalam masyarakat yang menggerakan
peraturan hukum tertentu sehingga ketentuan yang tertulis di dalamnya itu
diwujudkan.
·
Soedjono Dirdjosisworo
Semua
kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan akibat hukum yang terjadi di
antara pihak yang mempunyai hubungan hukum.
Macam Peristiwa Hukum
1.
Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum
Suatu peristiwa hukum yang terjadi akibat perbuatan subyek hukum
Contoh: peristiwa pembuatan surat wasiat, hibah barang.
2.
Peristiwa hukum bukan karena perbuatan subyek hukum
Peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yang bukan merupakan
akibat dari perbuatan subyek hukum.
Contoh:
peristiwa kelahiran, kematian dan kadaluarsa.
Macam
Peristiwa Hukum Karena Perbuatan Subyek Hukum
1.
Perbuatan subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum
Perbuatan yang akibatnya dikehendaki oleh pelaku dan diatur oleh hukum.
Misalnya: perjanjian sewa menyewa atau perjanjian jula beli.
2.
Perbuatan subyek hukum yang bukan merupakan perbuatan hukum
Perbuatan yang akibat hukumnya tidak dikehendaki oleh pelaku, meskipun
akibatnya tetap diatur dalam hukum.
Misalnya:
dokter yang mengambil tindakan medis pada korban yang tidak sadarkan diri untuk
menyelamatkan nyawanya.
Subyek
Hukum
Ialah pembawa hak dan
kewajiban setiap mahluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh dan
menggunakan hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Obyek Hukum
Ialah segala sesuatu yang
berguna bagi subyek hukum dalam hubungan hukum.
Kekuasaan, Wewenang, Hak, Kewajiban
Ialah kemampuan
(pengaruh) mempertahankan sesuatu dan atau memerintah orang lain agar berbuat,
tidak berbuat dan melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya.
·
Kemampuanàhukum=kekuasaan
·
Kemampuanàperundang-undangan=wewenang
·
Hak=kekuasaanàhukum
·
Kewajiban=tanggung jawabàhukum
Perbuatan Hukum (Rechtshandeling)
·
Soeroso, setiap perbuatan subyek hukum, baik manusia maupun badan
hukum, yang akibatnya diatur dalam hukum sehingga dapat dianggap sebagai
kehendak dari yang melakukan hukum.
·
Sudarsono, setiap perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum dan
dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan.
·
Marwan Mas, setiap perbuatan atau tindakan yang dilakukan subyek hukum
yang pada akhirnya menimbulkan atau mempunyai akibat hukum. Tindakan ini memang
dikehendaki oleh subyek hukum.
·
Chainur Arrasjid, setiap perbuatan yang akibatnya diatur hukum dan
akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan atau tindakan.
Pengertian
Perbuatan hukum adalah semua tindakan yang dikehendaki subyek hukum dan
dilakukan secara sadar yang pada akhirnya menimbulkan akibat.
Macam-Macam
Perbuatan Hukum
1.
Perbuatan Hukum Sepihak
Setipa perbuatan hukum dilakukan hanya satu pihak. Hak dan kewajiban
yang muncul pun berlaku untuk satu pihak.
2.
Perbuatan Hukum Dua Pihak
Perbuatan
hukum dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak dan kewajiban atas perbuatan
kedua belah pihak.
Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtsmatige Daad)
1.
Bertentangan dengan UU
Kasus pasal 359 KUHP
2.
Bertentangan dengan kewajiban yang ada pada dirinya
Kasus pasal 531 KUHP
3.
Bertentangan dengan hak orang lain
Kasus pasal 570 KUHPerdata
4.
Bertentangan dengan kesusilaan dan kepatutan yang baik
Singer Naimechine Arrest
VII.
Sumber
Hukum
Pengertian
·
CST. Kansil
Segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan
yang bersifat memaksa, yakni aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi
yang tegas.
·
Zevenbergen
Sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.
·
Ahmad Ali
Tempat dimana kita dapat menemukan hukum.
Macam-Macam
Sumber Hukum
·
Sumber hukum dalam arti materiil
(Welborn)
Sudikno
Mertokusumo (1986)
Faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan hukum,
kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi, hasil penelitian ilmiah,
perkembangan internasional, geografis.
Obyek studi sosialogi hukum
àNiklas Luhmann :teori sistem
àTer Heide :teori fungsional
àRudolf Wietholter :teori politik
·
Sumber hukum dalam arti formil (Kenborn)
Tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum,
berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal
berlaku.
Sumber hukum dalam arti formal, meliputi:
1.
Peraturan perundang-undangan
Uundang-undang Republik Indonesia No.12 Tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan, yaitu:
n
Undang-undang Dasar 1945
n
Tap MPR
n
Undang-undang/Perpu
n
Peraturan Pemerintah
n
Peraturan Presiden
n
Peraturan Daerah Provinsi
n
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
2.
Hukum kebiasaan/hukum adat
Kebiasaanàperbuatan manusia yang
dilakukan secara berulang-ulanng untuk hal yang sama.
Kebiasaan dapat menjadi Hukum kebiasaan dengan syarat:
n
Durasi (teggang waktu)
n
Uniformity (pengulangan/keseragaman
n
Konsistensi
n
Generality (bersifat umum)
n
Matril (subyektif)àopinio luris necissitasàsuatub rasa atau pandangan bahwa itu adalah
perbuatan hukum dan bukan perbuatan melawan hukum.
3.
Traktat
Perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih.
Mengikat warga negara, warga negara dari negara-negara tersebut.
Disebut Pacta Sunt Servanda: Perjanjian mengikat pihak-pihak yang
mengadakanya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati.
n
Treatyàperjanjian yang harus
disampaikan kepada DPR untuk memperoleh persetujuan sebelum diratifikasi/disahkan
oleh Presiden.
n
Agreementà perjanjian yang akan
disampaikan kepada DPR hanya untuk diketahui setelah disahkan oleh Presiden.
4.
Yurisprudensi
Yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya (Judicature, Rechtspraak)
yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak yang
dijalankan oleh suatu badan yang berdiri
sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun
dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa.
Macam-macam Yurisprudensi
n
Yurisprudensi (biasa): seluruh putusan pengadilan yang telah memilki
kekuatan pasti.
n
Yurisprudensi tetap: putusan hakim yang selalu diikuti oleh hakim lain
dalam perkara sejenis.
5.
Doktrin
Pendapat para sarjana hukum yang merupakan doktrin adalah sumber hukum.
Doktrin itu sebgai sumber hukum, tapi bukan hukum karena tidak langsung
mempunyai kekuatan mengikat sebgaimana Undang-undang. Doktrin baru mengikat dan
mempunyai kekuatan hukum bila dijadikan pertimbangan hukum dalam putusan
pengadilan. Disamping itu juga dikenal adagium dimana orang tidak boleh
menyimpangi dari “communis opinion doctorum” (pendapat umum para sarjana).
VIII.
Penemuan
Hukum (Rechtsvinding)
Legisme
-
Paham ini beranggapan bahwa undang-undang itu merupakan yang Supreme
dinamakan “Legisten dan Canonisten”, dan aliranya disebut aliran legisme.
-
Pandangan ini cocok dengan
ajaran hukum kodrat yang rasionalistis dari abad ke-17 dan abad ke-18 dan
mendapat dukungan lebih kuat dari teori-teori: Montesquieu dan J.J. Rousseau.
-
Kodifikasi sebagai landasan dari aliran legisme, bertujan untuk
kesederhanaan hukum dimana hukum mudah didapat, kesatuan hukum (unifikasi
hukum), dan kepastian hukum.
-
Setelah adanya kodifikasi yang mengakibatkan lahirnya aliran legisme
yang beranggapan bahwa tidak ada sumber hukum lain kecuali undang-undang.
-
Hakim hanya merupakan terompet undang-undang yang tidak berjiwa dan
tidak dapat mengubah atau menambah undang-undang.
Mazhab Sejarah (Historische Rechtsschule)
-
Pelopor dari aliran ini yang terkenal adalah F.C. Von Savigny
(1779-1861), yang mencari sumber asal dari hukum positif di dalam kesadaran
hukum bersama dari masyarakat.
-
Aliran sejarah lahir sebagai reaksi terhadap ajaran hukum alam atau
kodrat dari abad ke-17 dan abad ke-18 yang mencoba membangun hukum yang berlaku
menyeluruh dan abadi (universal dan abadi) hanya dengan mempergunakan akal
pikiran (rasio) manusia tampa mau melihat kenyataan hidup yang berubah-ubah.
-
Aliran ini juga menentang aliran legisme.
-
Pada tahun 1814 F.C. Von Savigny menimbulkan goncangan dengan menulis
suatu brosur terhadap usaha kodifikasi yang timbul pada waktu itu di Jerman.
Untuk suatu kodifikasi dia menganggap Jerman masih belum matang.
-
Hukum itu tidak dibuat, tetapi berada dan tumbuh dengan bangsa itu.
-
Hukum itu adalah “kehidupan suatu bangsa dilihat dari suatu khusus”
suatu aspek dari “ kehidupan bangsa yang
baik.
-
Kemudian dijelaskan oleh Von Savignybahwa kesadaran hukum tidak dapat
disamakan dengan keyakinan mayoritas dari para anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(Parleme).
-
Hukum yang tumbuh dari semangat atau keyakinan rakyat berkembang secara
pasti dan tetap seperti kehidupan rakyat sendiri.
-
Jadi singkatnya, bahwa hukum tidak dibuat tetapi tumbuh dan berkembang
bersama-sama dengan rakyat.
-
Pandangan bersumber pada jiwa bangsa (Volkgeijst), keadaran hukum
masyarakat hukumnya bersumber hanya menekankan kepada kebiasaan, dan bentuk hukumnya
berupa hukum kebiasaan
-
Jadi hukum itu berkembang dari hubungan hukum yang sederhana kedalam
masyarakat modern.
Begriffsjurisprudenz
-
Dengan tidak meninggalkan prinsip-prinsip pandangan aliran legisme,
maka aliran Begriffsjurisprudenz telah memperbaiki kelemahan yang ada.
-
Menurut pendapat aliran ini, bertitik tolak dari beberapa aksioma
(Rechtsgrundsatse, asas dasar hukum yang telah diakui secara umum) melalui
dedikasi logis, orang dapat turun ke soal pertentangan , yang memisahkan para
pihak.
-
Dengan demikian terjadilah suatu sistem hukum yang cocok, digantungkan
pada pengertian dasar.
-
Yang paling ideal adalah, apabila sistem yang ada itu akan dapat
dibangun dalam semacam piramida, dengan suatu asas pokok di puncaknya.
-
Dari situ akan dapat dibuat lagi pengertian yang baru sebab pengertian
itu banyak menghasilkan “mereka
berpasang-pasangan dan melahirkan yang baru” itu sebabnya teori ini (dengan
satu nama ejekan) disebut Begriffsjurisprudenz.
-
Ciri khas dari aliran ini adalah terutama, bahwa di dalam hukum itu
dilihat sebagai suatu sistem yang terpadu, mencakup segala-galanya yang
menguasai segala tindakan sosial.
-
Pendekatan ilmiah mengenai hukum itu, dengan aparat-aparatnya yang
diperhalusnya itu, bukan hanya merupakan stimulasi yang kuat bagi timbulnya
positivisme hukum, tetapi memberikan juga kepada hakim suatu kumpulan argumen
yang ditarik dari ilmu pengetahuan, jadi yang dianggap obyektif bagi
keputusanya.
-
Begriffsjurisprudenz memberi kepada hakim lebih banyak ruang lingkupnya
dari legisme.
-
Ia tidak usah mengingatkan diri pada teks undang-undang, tetapi boleh
juga mengemukakan argumennya dari peraturan hukum yang “tidak kelihatan”, yang
tersembunyi dalam kitab undang-undang.
-
Aliran ini juga mengajarkan bahwa sekalipun undang-undang itu tidak lengkap,
akan tetapi dia dapat memenuhi kekurangan-kekuranganya sendiri, oleh karena dia
mempunyai daya meluas.
-
Cara memperluas hukum itu hendaknya dipandang dari dogamatik, sebab
hukum itu adalah suatu kesatuan yang tertutup, sebgaimana yang dikatakan oleh
Brinz.
-
Brinz mengatakan untuk mengisi kekosongan hukum tersebut dengan jalan
membuat konstruksi-konstruksi hukum, yaitu dengan cara (metode):
1.
Abstractie (analogi)
2.
Determinatie (penghalusan hukum)
3.
Argumentum a contrario
Interessenjurisprudenz
-
Penganut aliran ini tidak sependapat dengan aliran legisme dan aliran Begriffsjurisprudenz,
mereka menyatakan bahwa undang-undang tidak lengkap, ia bukan satu-satunya
sumber hukum, sedang hakim dan pejabat lainya mempunyai kebebasan yang
seluas-luasnya dalam menentukan hukum.
-
Demi untuk mencapai hukum yang seadil-adilnya, menurut aliran ini hakim
malahan boleh menyimpang dari peraturan-peraturan undang-undang.
-
Kemudian terhadap abstraksi yang kosong dari aliran Historis dan Begriffsjurisprudenz,
Rudolf Von Jhering menyatakan, bahwa hukum itu mempunyai arti masyarakat
tertentu.
-
Jadi peraturan hukum itu oleh hakim haruslah dilihat tidak secara logis
formal, melainkan seyogyanya dinilai menurut tujuanya.
-
Pada dasarnya tujuan itu adalah, bahwa peraturan itu bermaksud
melindungi kepentingan tertentu.
-
Sebab apabila pembuat undang-undang pada pertimbangan belum dapat
memperhatikan kepentingan tertentu, maka hakim masih dapat menimbang
kepentingan itu.
-
Ia harus bertanya kepada diri sendiri, apa yang dibuat oleh pembuat
undang-undang, apabila kepentingan itu pada waktu itu dapat menambah berat
dalam pertimbanganya, akan diubahnya pada suatu peraturan atau ditambahkanya.
-
Disini hakim menciptakan hukum yang baru, menjadikan undang-undang yang
telah ada ketinggalan dari perubahan-perubahan gejala-gejala sosial.
-
Hakim tidak hanya mempunyai tugas menciptakan hukum yang baru, tetapi
juga menjaga peraturan-peraturan yang ada supaya tetap dalam jalur tujuanya.
Freirechtsbewegung
-
Menurut Herman Kantorowicz, bahwa undag-undang banyak mengandung
kekosongan-kekosongan dan tugas hakim untuk memenuhinya, dia merupakan penganut
terkemuka dari aliran Freirechtsbewegung ynag timbul pada waktu itu di Jerman.
-
Aliran ini membela suatu perluasan dari kekuasaan memutuskan dari
peradilan.
-
Kiranya penggunaan dogmatis yang kaku dari undang-undang hendaknya
orang bekerja dengan alasan-alasan yang tidak menyimpang dari kejadian yang
akan diputus itu.
-
Aliran ini juga disebut sebagai aliran hukum bebas, dengan kuat
mempropagandakan pemakaian pengertian dari “itikad baik”, “adat istiadat baik”,
“pendapat masyarakat”, tidak hanya ditempat yang secara tegas ditunjuk oleh
undang-undang, tetapi juga diluarnya, sehingga dengan demikian hakim memperoleh
suatu senjata melakukan keputusan yang tidak adil yang dilarikan dalam
pemakaian undang-undang yang cermat.
Sosiologische Rechtsschule
-
Aliran ini lahir akibat aliran Freirechtsbewegung, aliran ini juga
disebut aliran sosiologi hukum. Penganutnya Hamaker dan Hymans dari Negeri
Belanda dan dari Amerika misalnya: Roscoe Pound.
-
Pokok pikiran dari aliran ini ialah terutama hendak menahan dan menolak
kemungkinan kesewenang-wenangan dari hakim berhubungan dengan adanya “Freies
Ermessen” dari aliran hukum bebas diatas.
-
Mereka pada dasarnya tidak setuju dengan kebebasan bagi para pejabat
hukum untuk menyampingkan undang-undang sesuai dengan perasaanya.
-
Undang-undang harus tetap dihormati, tetapi sebaliknya memang benar
hakim mempunyai kebebasan dalam menyatakan hukum, akan tetapi kebebasan
tersebut terbatas dalam rangka undang-undang.
-
Menurut penganut aliran ini, hakim hendaknya mendasarkan
putusan-putusanya pada peraturan undang-undang, tetapi tidak kurang pentingnya,
supaya putusan-putusan tersebut dapat dipertanggung jawabkan terhadap asas-asas
keadilan, kesadaran dan perasaan hukum yang sedang hidup dalam masyarakat.
Open Sistem Van Het Recht
-
Setelah melihat pandangan-pandangan aliran-aliran diatas adalah berat sebelah, yaitu kadang-kadang
terlampau mengutamakan dogma, kepastian hukum, dan juga kadang-kadang mendudukkan
hakim dalam posisi yang terlalu penting dalam peranya atau juga terlalu
mementingkan kenyataan sosial.
-
Aliran ini diwakili oleh Paul Scholten, yang menjelaskan “hukum itu
merupakan suatu sistem ialah bahwa semua peraturan-peraturan itu saling berhubungan,
yang satu ditetapkan oleh yang lain, bahwa peraturan-peraturan tersebut dapat
disusun secara mantik dan unik dan bersifat khusus dapat dicarikan
aturan-aturan umumnya, sehingga sampai pada asas-asasnya”.
-
Betul bahwa hukum itu bersifat logis, akan tetapi karena sifatnya
sendiri, dia tidak tertutup, tidak beku, sebab ia memerlukan putusan-putusan
atau penetapan-penetapan yang selalu akan menambah luasnya sistem tersebut.
-
Oleh karena itu tepat disebut sistem terbuka.
-
Setelah melihat pandangan-pandangan alirana-aliran di atas adalah berat
sebelah, yaitu kadang-kadang selanjutnya dikatakan, bahwa sistem hukum itu
adalah dinamis, bukan saja pembentuk baru secara sadar oleh badan
perundang-undangan, tetapi juga karena pelaksanaanya di dalam masyarakat.
-
Pelaksanaan itu selalu disertai penilaian, baik sambil membuat
konstruksi-konstruksi hukum ataupun penafsiran.
-
Badan perundang-undangan dalam membentuk hukum yang baru terikat untuk
menemukan kontiniutas dengan yang lama, sedangkan hakim dalam mempertahankan
hukum itu turut menambahkan sesuatu yang baru seraya mendapatkan hubungan yang
telah ada.
IX.
Penemuan
Hukum
Pengertian
Penemuan Hukum
Van Eikema Hommes:
“penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum
oleh hakim atau petugas hukum lainya yang diberi tugas melaksanakan hukum
terhadap peristiwa-peristiwa konkrit”.
Dasar Hukum
UU No. 46 tahun 2009 (UU pokok kekuasaan kehakiman)
1.
Pasal 16 ayat (1)
“Bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
2.
Pasal 28
“Bahwa
hakim sebagai penegak hukum wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat”.
Untuk mengisi kekosongan
hukum (Rechtvacuum)
HukumàUndang-undang terkadang:
n
Tidak lengkap
n
Tidak jelas, atau
n
Kurang jelas
Teks UU tetap atau sulit
berubah, sementara masyarakat terus berubahàUU selalu ketinggalan dengan peristiwa/fakta
Dasar Alasan Penemuan Hukum
1.
Karena peraturanya tidak ada, tetapi esensi perkaranya sama atau mirip
dengan suatu peraturan lain sehingga dapat diterapkan dalam perkara tersebut.
2.
Peraturanya memang ada, tetapi kurang jelas sehingga hakim perlu
menafsirkanya.
3.
Peraturanya juga sudah ada, tetapi sudah tidak sesuai lagi dengan
kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Penafsiran/Interpretasi Hukum
Definisi Penafsiran/Interpretasi Hukum
n
Penafsiran hukum atau interpretasi adalah menentukan arti atau makna
suatu teks atau bunyi suatu pasal berdasar pada kaitanya.
n
Penafsiran perkataan dalam undang-undang dengan tetap berpegang pada
kata-kata atau bunyi.
n
Dalam pengertian subyektif, apabila ditafsirkan seperti yang di
kehendaki oleh pembuat undang-undang.
n
Dalam pengertian obyektif, apabila penafsiran lepas dari pada pendapat
pembuat udang-undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari.
n
Dalam pengertian sempit (restriktif), yakni apabila dalil yang
ditafsirkan di beri pengertian yang sangat dibatasi misalnya; mata uang (pasal
1756 KUH Perdata) pengertian hanya uang logam saja.
n
Dalam pengertian luas (ekstensif), ialah apabila dalil yang di
tafsirkan di beri pengertian seluas-luasnya. Misalnya: pasal 1756 alinea ke-2
KUHPerdata tentang mata uang juga diartikan uang kertas.
Jenis Penafsiran
A.
Penafsiran Gramatikalàmenafsirkan menurut tata
bahasa/menetapkan arti kata undang-undang menurut bahasa.
-
Kata-kata yang ada dalam undang-undang dicari maknanya yang oleh
pembentuk undang-undang digunakan sebagai simbol terhadap suatu peristiwa.
Contoh: pasal 13 (1) UU KUP: kata “dapat”.
B.
Penafsiran sistematisàmenafsirkan undang-undang
sebagai bagian dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan (melihat
hubungan antara suatu pasal atau undang-undang dengan pasal atau undang-undang
yang lain).
1.
Penafsiran ektensif (pengertian menjadi luas)
2.
Penafsiran restriktif (pengertian yang lebih sempit)
C.
Penafsiran historisàmenetapkan arti
undang-undang menurut maksud pembentuk undang-undang.
Penafsiran sejarah terbagi dua yaitu:
1.
Penafsiran sejarah undang-undangàmenetapkan arti undang-undang menurut maksud pembentuk undang-undang
dengan menyelidiki sejarah terbentuknya pasal dari undang-undang tersebut.
2.
Penafsiran sejarah Hukumàmenetapkan arti undang-undang menurut maksud pembentuk undang-undang
dengan menyelidiki keseluruhan latar belakang lembaga hukum yang diatur dalam
undnag-undang.
D.
Penafsiran teleologisàmenetapkan arti
undang-undang menurut tujuan ke masyarakat.
“Penafsiran dengan melihat tujuan kemasyarakatan dari UU, maka
penafsiran ini sering disebut dengan penafsiran sosiologis”.
E.
Interpretasi Antisipatif
-
Suatu permasalahan hukum diselesaikan dengan menggunakan ketentuan
hukum yang akan berlaku pada masa mendatang.
-
Dalam praktek seringkali suatu UU yang telah ditetapkan tidak serta
berlaku. UU akan berlaku setelah melewati masa tertentu.
-
Hakim menggunakan ketentuan yang belum berlaku sebagai dasar dalam
menyelesaikan masalah yang ia hadapi.
Konstruksi Hukum
Adalah penalaran logis
untuk mengembangkan suatu ketentuan dalam undang-undang yang tidak lagi berpegang
pada kata-katanya, tetapi tetap harus memperhatikan hukum sebagai suatu sistem.
Jenis Konstruksi Hukum
1.
Analogiàpenemuan hukum yang
mencari esensi dari suatu peristiwa khusus ke peraturan yang bersifat umum.
Intinya mempersamakan dengan cara memperluas makna atau eksistensi suatu
ketentuan UU yang khusus menjadi ketentuan umum, dan tidak lagi berpegang pada
bunyi ketentuanya. Contoh: pasal 1546 KUHPerdata (jual beli dan hibah).
2.
Argumentum A Contrarioàpenarikan kesimpulan
dengan cara mempertentangkan. Pasal 39 PP no.9 Tahun 1975: waktu tunggu untuk
perempuan untuk menikah kembali setelah putus perkawinan.
3.
Rechvijnings (pengkonkretan hukum/penyempitan hukum/penghalusan hukum)àmengkonkretkan suatu ketentuan dalam UU yang
terlalu luas cakupanya. Contoh: pasal 1365 (PMH)`
4.
Fiksi hukumàpenemuan hukum dengan
menggambarkan suatu peristiwa kemudian menganggapnya ada sehingga peristiwa
tersebut menjadi suatu fakta baru.
