Rabu, 11 September 2019

HUKUM ACARA PIDANA


Hukum Acara Pidana merupakan salah satu materi wajib yang perlu dipelajari oleh mahasiwa hukum khususnya. Saya sedikit mengulas hal yang berkaitan dengan hukum acara pidana yang harapanya bisa membantu mahasiswa hukum khususnya dan masyarakat pada umumnya. 

PENDAHULUAN
Pembidangan hukum pidana:
1.      Hukum pidana materil / ius poenale / materiele strafrecht / substantive criminal lawà keseluruhan norma dan asas yang berisi larangan dan keharusan , bagi yang melanggar larangan  dan keharusan tersebut diancam dengan sanksi pidana àsumber hukum pokok : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. UU 1/1946 jo. UU 73/1958.
2.      Hukum pidana formil / ius poeniendi / formiele strafrecht / adjective criminal law àkeseluruhan norma  asas yang mengatur  pelimpahan wewenang kepada negara melalui aparat hukumnya  untuk mengambil tindakan berdasarkan undang-undang manakala hukum pidana materil dilanggar àsumber hukum pokok : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo. UU 8/1981 
3.      Ilmu bantu bagi hukum pidana
Pengertian hukum acara pidana:
1.      Simon, HAP / hukum pidana formil : mengatur bagaimana caranya Negara dengan perantaraan alat-alat kekuasaanya menggunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman, dengan demikian ia memuat acara pidana .
  1. van Hamel, HAP/hukum pidana formil adalah menunjukkan bentuk-bentuk dan jangka-jangka waktu yang mengikat pemberlakuan hukum pidana material.
Kesimpulan:
·         Keseluruhan asas-asas hukum, norma-norma hukum dan ketentuan-ketentuan hukum
·         yang mengatur pelimpahan wewenang kepada negara melalui aparat-aparat penegak hukumnya
·         untuk mengambil tindakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
·         dalam rangka mempertahankan hukum pidana materil (apabila hukum pidana materil nyata-nyata dilanggar).
Sejarah hukum acara pidana Indonesia:
·         Inlandsch Reglement (IR) berlaku sejak 1 Mei 1848 sebagai hukum acara pidana dan perdata bagi Bumiputera à Landraad.
·         Reglement op de Strafvordering (RR) dan Reglement op de Rechsvordering (RS) bagi Gol.Eropa à Raad Van Justitie.
Tujuan perubahan IR menjadi HIR :
·         Agar penyesuaian peraturan IR dengan peraturan yang berlaku bagi orang eropa, dengan mempertahankan sifat kesederhanaan dari acara yang berlaku bagi Landraad
·         Kenyataannya IR dan HIR masih diterapkan bersamaan. Bandung, Batavia, Semarang, Malang (HIR), IR di kota-kota lain
·         Institusi Pengadilan terbagi dua
1.      Bumi Putera
2.      Eropa
Masa Jepang
·         UU No.14 tahun 1942, putusan hakim, surat pemeriksaan, surat resmi yang belum ditandatangani tidak berlaku, sedangkan yang sudah berlaku tetap dan sudah ditandatangani tapi belum diumumkan dianggap sah.
·         Pengadilan
-          Landraad à Tihoon Hooin (PN)
-          Landgerecht à Keizai Hooin (P.Kepolisian)
-          Regentschpsgerecht à Ken Hooin (P.Kabupaten)
-          Districtsgerecht à Gun Hooin (P. Kewedanaan
·         Jepang menghapus Dualisme pengadilan
-          Raad Van Justitie à Kootoo Hooin (PT)
-          Hooggerechtshof à Saikon Hooin (MA)
Masa Republik Indonesia
·         UU DRT No.1 tahun 1951 Maksud pembentukan : mengadakan unifikasi susunan kekuasaan dan acara semua Pengadilan Negeri dan Tinggi yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 102 UUDS.
·         Berisi 20 Pasal, Aturan Peralihan 4 hal :
-          Penghapusan beberapa Pengadilan pada masa invasi Belanda & Jepang.
-          Penghapusan pengadilan Swapraja /keresidenan dan pengadilan adat
-          Melanjutkan pengadilan agama dan peradilan desa
-          Pembentukan pengadilan negeri dan kejaksaan  di tempat dimana dihapuskannya pengadilan negara (Landregerecht), serta pembentukan Pengadilan Tinggi di Makasar dan pemindahan pengadilan Tinggi Jogya dan Bukit Tinggi ke Surabaya dan Medan
-          Dengan penghapusan institusi-institusi tersebut, PN saja yang berkuasa memeriksa perkara pidana dan perdata pada tingkat pertama.
-          Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana di lingkungan peradilan umum adalah Reglement Indonesia yg Diperbaharui (HIR) staatsblad No.44 tahun 1941
·         Pembentukan RUU Tentang KUHAP
-          Dirintis tahun 1965 à Draft RUU à DPR
-          Tahun 1967 à Panitia pembentukan à Dep.Kehakiman
-          Tahun 1968 à Seminar Hukum Nasional à LPHN
-          Tahun 1973 à menghasilkan naskah RUU HAPID à Kejaksaan Agung, Dep.Hankam, dan Dep.Kehakiman
-          Tahun 1979 à Sampai dengan penyempurnaan Draft RUU ke V disampaikan kepada DPR-RI
-          Tahun 1979-1980 à sidang pembahasan RUU tsb, menghasilkan 13 kesepakatan pendapat
-          23 September 1981 à pendapat akhir fraksi
-          31 Desember 1981 à disahkan menjadi UU
Hal-Hal Baru Dalam KUHAP
  1. Hak tersangka/terdakwa
·           Asas praduga tidak bersalah
·           Beban pembuktian pada PU
·           Diberitahu hal yang didakwa, menyiapkan pembelaan, mempunyai juru Bahasa, dll (Pasal 50 s/d 68 KUHAP)
  1.  Bantuan hukum pada setiap tingkatan
·            Menunjuk dan berkomunuikasi dengan advokatnya
·            Pengadaan advokat oleh negara bagi yang tidak mampu
·            Privasi atas segala informasi yang diberikan kepada advokatnya
3.      Penangkapan dan penahanan
·           Mensyaratkan Dasar Menurut Hukum dan Dasar Menurut Keperluan
·           Masa waktu penahanan : Penyidik : 20 hari + 40 hari, PU : 20 hari + 30 hari , hakim : 30 hari + 30 hari ; Banding : 30+2x30 hari, kasasi : 50+2x50 hari.
4.      Rehabilitasi dan ganti kerugian
·         Sebagai jaminan terhadap tersangka/terdakwa yang dikenakan penangkapan atau penahanan yang tidak berdasarkan hukum.
·         Ganti kerugian material/uang dan rehabilitasi berupa putusan hakim.
5.      Penggabungan perkara gugatan ganti kerugian
·         Gugatan ganti kerugian dari korban tindak pidana yang sifatnya perdata berupa kerugian meterial bagi korban.
·         Efisiensi dan efektifitas waktu dan biaya perkara.
6.      Upaya-upaya hokum
·         Upaya hukum biasa (perlawanan /verzet, banding maupun kasasi)
·         Upaya hukum luar biasa (kasasi demi kepentingan hukum & Peninjauan Kembali terhadap putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap (Herzeining)
7.      Koneksitas
·         Tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama oleh orang-orang yang termasuk Pengadilan umum dan pengadilan militer.
·         Team tetap gabungan berupa: Penyidik-Polisi Militer-penyidik militer
·         Pada dasarnya perkara koneksitas diperiksa dan diadili di Pengadilan Militer, namun dapat dilakukan oleh peradilan umum dengan catatan hakim anggota peradilan berasal dari militer dan umum secara berimbang
8.      Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan
·         Sistem Peradilan Terpadu (Integrated  Criminal Justice System)
·         Pengawasan Perkembangan Prilaku Narapidana di LP
Tujuan Dan Fungsi Hukum Acara Pidana
Tujuan hukum acara pidana (van Bemmelen) :
  1. Mencari dan menemukan kebenaran (materil)àkebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan suatu pelanggaran hukum, menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindakan pidana telah dilakukannya dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
  2. Mendapatkan putusan hakimàbahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
  3. Pelaksanaan putusan hakim.
Fungsi hukum acara pidana
1.      Fungsi Preventif àHukum Acara Pidana dipergunakan untuk menjamin terlaksananya perlindungan hukum dan Hak Asasi Manusia dari para pihak, melalui tindakan-tindakan administratif
  1. Fungsi Represifà Hukum Acara Pidana dipergunakan untuk melakukan tindakan-tindakan terhadap perilaku menyimpang atau perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, misalnya : Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, dan Pemidanaan.
PRINSIP-PRINSIP HUKUM ACARA PIDANA
 Sumber Hukum dari Hukum Acara Pidana Indonesia
  1. Umum
·         Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
·         Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970, UU No. 4 Tahun 2004).
·         Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU No. 5 Tahun 2004, UU No. 3 Tahun 2009)
·         Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (UU No. 8 Tahun 2004, UU No. 49 Tahun 2009)
·         Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian  Negara Republik Indonesia
·         Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
·         Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
·         Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana   
B.     Khusus
·         Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 20 Tahun 2001).
·         Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberatasan Tidak Pidana Pencucian Uang
·         Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi
·         Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Terorisme
Dasar Filosofis
Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Bahwa demi pembangunan di bidang hukum sebagaimana termaksud dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan. Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978) perlu mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata dari Wawasan Nusantara.
Bahwa hukum acara pidana sebagai yang termuat dalam Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44) dihubungkan dengan dan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81) serta semua peraturan pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan lainnya sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana, perlu dicabut, karena sudah tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional.
Dasar Yuridis
·         UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
-          Pasal 5 ayat (1)
Presiden memegang kekuasaan memnemtuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
-          Pasal 20 (1)
Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
-          Pasal 27 ayat (1)
Segala warga negara bersamaan  kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
·         Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978 tentang  Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
·         Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951).
·         Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3879 )
·         Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358)
·         Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157)
Asas-Asas Dalam Hukum Acara Pidana
·         Legalitas
Asas atau prinsip legalitas dengan tegas disebut dalam konsideran KUHAP seperti yang dapat dibaca pada huruf a, yang berbunyi:
"Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung  tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya
·          Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan
Penjelasan Umum angka 3 huruf e:
“Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan” Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009.
·         Praduga Tidak Bersalah
Asas "praduga tak bersalah" atau presumption of innocent dijumpai dalam penjelasan butir 3 huruf c.
Dengan dicantumkan asas praduga tak bersalah dalam Penjelasan KUHAP, dapat disimpulkan, pembentuk undang-undang telah menetapkannya sebagai asas hukum yang melandasi KUHAP dan penegakan hukum (law enforcement).
Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetapàPasal 8 UU No. 48 Tahun 2009.
·         Oportunitas
Asas Oportunitas dijumpai dalam Ketentuan Pasal 35 huruf c Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Dengan dicantumkan asas tersebut dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004, dapat disimpulkan, pembentuk undang-undang telah menetapkannya sebagai asas hukum yang melandasi penegakan hukum (law enforcement).
·         Pembatasan Penahanan
Penjelasan Umum angka 3 huruf b:
Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang
·         Ganti Kerugian
Penjelasan Umum angka 3 huruf d:
Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum, yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi;
Ganti Kerugian :
Pasal 1 angka 22
Pasal 30
Pasal 68
Pasal 77
Pasal 81
Pasal 82
BAB XII Pasal 95-96
BAB XIII Pasal 98-101

Rehabilitasi :
Pasal 1 angka 23
Pasal 68
Pasal 77
Pasal 81
Pasal 82
BAB XII Pasal 97
·         Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum
Penjelasan angka 3 huruf i:
“Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang” à Pasal 153 ayat (3) KUHAP, Pasal 13 UU No. 48 Tahun 2009.
·         Keseimbangan
Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c yang menegaskan bahwa dalam penegakan hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi antara:
1. perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan,
2. perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat.
Model Sistem Peradilan Pidana: Daad Dader Strafrecht
·         Semua Orang Diperlakukan Sama Di Depan Hakim
Asas ini dicantumkan dalam Ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman :
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
·         Peradilan Dilakukan Oleh Hakim Karena Jabatannya Dan Tetap
Asas ini dicantumkan dalam Ketentuan Pasal 19 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman :
Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undangundang.
Hakim karier dan hakim non karier.
·         Tersangka Berhak Mendapat Bantuan Hukum
Asas ini dicantumkan dalam Penjelasan Umum angka 3 huruf f:
Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.

KUHAP :
Pasal 1 angka 13
Pasal 54
Pasal 59
Pasal 60
BAB VII Pasal 69-Pasal 74
Pasal 114

UU Nomor 48 Tahun 2009: Pasal 56 dan Pasal 57

·         Pemeriksaan Dengan Hadirnya Terdakwa
Asas ini dicantumkan dalam Penjelasan angka 3 huruf h :
Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
Pasal 196 KUHAP
Pasal 12 UU No. 48 Tahun 2009.
·         Akuisator –Inkuisitor

Akuisator:
-            Pemeriksaan pelaku dilakukan pejabat yang tidak memihak yang ditunjuk untuk menyelidiki dan melaksanakan pengumpulan bukti-bukti
-            Pengumpulan barang bukti dilakukan dan dihadiri oleh para pihak yang terlibat perkara (tersangka, terdakwa & jaksa)
-            Tersangka yang diperiksa mempunyai hak untuk tidak menjawab pertanyaan pemeriksa
-            Tersangka/terdakwa (dapat) didampingi penasehat hukum nya
-            Terdakwa/tersangka memperoleh hak untuk meneliti kembali berkas perkara
-            Peradilan dilakukan secara terbuka, para pihak mempunyai hak yang sama mengajukan argumen dan semua alat bukti yang dikumpulkan diuji kembali kebenaran- nya
-            Hakim berkewajiban mengupas semua permasalahan yang relevan dengan surat dakwaan dan memperhatikan alat bukti lain
-            Berlaku asas Presumption of Innocence
Inkuisitor:
-            Meneliti peristiwa tindak pidana
-            Identifikasi terhadap pelaku
-            Pelaku ditangkap
-            Pemeriksaan pelaku, saksi dilakukan secara terpisah
-            Pemeriksaan pelaku di tempat terasing, komunikasi dengan pihak lain & keluarga tidak diizinkan
-            Perbuatan yang dituduhkan terhadap pelaku tidak diberitahukan
-            Tujuan pemeriksaan hanyalah pengakuan melalui cara penyiksaan (torture).
-            Hasil pemeriksaan diserahkan pada pengadilan, hakim hanya memeriksa berdasarkan berkas hasil pemeriksaan penyidik tanpa pengembangan lebih lanjut
-            Terdakwa tidak dihadirkan di depan sidang dan sidang tertutup tanpa pembela
-            Berlaku asas Presumption of Guilt
·         Pemeriksaan Hakim Langsung Dan Lisan
Asas ini dicantumkan dalam Ketentuan Pasal 153 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 :
Hakim Ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yamh dilakukan secara lisan dalam Bahasa Indonesia yang dimengerti oleh Terdakwa dan Saksi.
·         Pengawasan
Asas ini dicantumkan dalam Penjelasan angka 3 huruf j :
Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
Ilmu Bantu Bagi Hukum Acara Pidana:
Mengapa Hukum Acara Pidana butuh Bantuan ilmu pengetahuan lain? Karena Hukum Acara Pidana bertugas mengungkap kebenaran yang utuh/selengkapnya
1.    Logika dengan Hukum Acara Pidana
-       Logika belajar berfikir dengan benar
-       sebab-akibat, aksi-reaksi, hipotesis-antitesis
-       Bermanfaat dalam persangkaan
-       menghubungkan beberapa fakta dan data
-       Orientasi – Hipotesis – verifikasi
2.    Psikologi dengan Hukum Acara Pidana
-       Psikologi mempelajari tentang perilaku agar memperlakukan psikis seseorang secara lebih tepat.
3.    Kriminologi dengan Hukum Acara Pidana
-       Kriminologi mempelajari  1) Kejahatan, 2) Penjahat, dan 3) Reaksi masyarakat. Hal-hal tersebut diperlukan Hukum Pidana untuk menentukan 1) berat-ringannya perbuatan, 2) kesalahan pelaku dan 3) persepsi masyarakat bagi pemidanaan.   
4.    Forensik dengan Hukum Acara Pidana
-       Forensik adalah penting bagi penentuan barang-barang bukti dalam pemeriksaan perkara pidana di muka pengadilan . 
5.    Penologi dengan Hukum Acara Pidana
-            Penologi memberikan manfaat bagi pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan.
6.    Penitensier dengan Hukum Acara Pidana
-            Penitensiser  membantu hakim dalam menentukan berat ringan hukuman bagi seorang terpidana .
7.    Kriminalistik dengan  Hukum Acara Pidana
-            Berhubungan dengan barang-barang bukti, seperti : senjata api, bom, dll.  
Lembaga-Lembaga Baru Dalam UU No. 8/1981 Tentang Hukum Acara Pidana
1.    Pra-Peradilan
Ø  Pasal 77 KUHAP
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a.    sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.    ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan
Ø  Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/Puu-Xii/2014
-          Mahkamah berpendapat, dimasukkannya keabsahan penetapan tersangka sebagai objek pranata praperadilan adalah agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana memperhatikan tersangka sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan kedudukan yang sama di hadapan hukum
-          Mahkamah menyatakan frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” yang tertuang dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP.

Ø  Acara Sidang Pra-Peradilan
1.      Dilaksanakan di Pengadilan Negeri setempat
2.      Dalam wkt 3 (tiga) hari, stlh permintaa diajukan, KPN wajib menunjuk Hakim
3.      Dipimpin oleh Hakim Tunggal (vide Pasal 78 ayat (2) KUHAP)
4.      Pemeriksaan dilaksanakan dlm jangka waktu 7 (tujuh) hari (vide Pasal 82 KUHAP)
5.      Pra-peradilan gugur jika perkara sudah diperiksa di PN
6.      Tidak mengenal ne bis in idem
7.      Hanya atas putusan sah/tidak sahnya SP3 atau SKPP dapat dimintakan banding ke PT sbg putusan akhir.
Putusan Akhir dari PT atas sah/tidak sahnya SP3 atau SKPP, jika telah inkracht, di dalam praktek, seringkali diajukan PK ke Mahkamah Agung.
Bahkan, kedua alasan lainnya pun, seringkali diajukan ke PT, yang kemudian dijadikan dasar utk mengajukan PK
Permintaan Pemeriksaan Tentang Sah Atau Tidaknya Suatu Penangkapan Atau Penahanan
Ø  Diajukan oleh: tersangka, keluarga atau kuasanya ;
Ø  Permintaan ditujukan kepada KPN;
Ø  Wajib menyebutkan alasan-alasannya.
Ø  Dapat diajukan oleh : Penyidik atau Penuntut Umum atau Pihak Ketiga yang berkepentingan;
Ø  Permintaan ditujukan kepada KPN;
Ø  Bertujuan untuk menegakan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara horizontal (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP)
2.    Pra-Penuntutan
Ø  Pasal 14 Huruf b jo. PASAL 110 jo. PASAL 138 UU No. 8/1981
Ø  Pasal 14 huruf b :
Penuntut umum mempeunyai wewenang : a....; b. Mengadakan pra-penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
Ø  Pasal 110 :
1)      Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib  segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum.
2)      Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.
3)      Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.
4)      Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik.
Ø  Pasal 138 :
1)      Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.
2)      Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.
3.    KIMWASMAT
Ø  Pasal 277 Jo. Pasal 280 UU No. 8/81
Ø  Pasal 277
1)      Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan.
2)      Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim pengawas dan pengamat, ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk paling lama dua tahun.
Ø  Pasal 280
1)      Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
2)      Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengamatan untuk bahan penelitian demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh dari perilaku narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan serta pengaruh timbal balik terhadap nara pidana selama menjalani pidananya.
3)      Pengamatan sebagaiamana dimaksud dalama ayat (2) tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai menjalani pidananya.
4)      Pengawas dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 berlaku pula bagi pemidanaan bersyarat.
Ø  Lembaga yang diatur secara ideal ini, dalam praktik kurang berfungsi. Beberapa alasan, a.l. :
§  Hakim  yang  ada  di  tiap-tiap  pengadilan  sering  kali  sudah disibukkan dengan  tugas-tugas  rutin  peradilan, sehingga tugas sebagai Kimwasmat terabaikan,
§  Kurangnya  personil  Hakim  yang  ada  pada  pengadilan, sehingga tugas sebagai Kimwasmat tidak dapat dijalankan,
§  Kurangnya koordinasi dan kooperasi antar berbagai aparat penegak hukum. Dalam hal ini tiap institusi penegak hukum sering kali masih mementingkan terlaksananya tugas masing-masing tanpa memikirkan kebutuhan institusi penegak hukum yang lain berkaitan dengan proses peradilan.
TAHAP PENYIDIKAN
Sumber-Sumber Informasi Bagi Penyidik Untuk Bertindak
1)      Tertangkap  Tangan (ontdekking op heterdaad)àPasal 19 KUHAP
-            Tertangkapnya seorang, pada waktu sedang melakukan tindak pidana
-            Tertangkapnya seorang, dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan
-            Tertangkapnya seorang, sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya,
-            Tertangkapnya seorang, apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.


2)       Pelaporan
Pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. (Pasal 1 butir 24 KUHAP)
3)       Pengaduan
Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. (Pasal 1 butir 25 KUHAP)
Perbedaan Pelaporan Dan Pengaduan
Pelaporan
-       Pemberitahuan
-       Delik Biasa
-       Laporan tidak dapat dicabut
-       Tidak serta merta sebagai dasar penangkapan
Pengaduan
-       Pemberitahuan dan Permintaan
-       Delik Aduan (Hanya orang yang berkepentingan karena telah dirugikan)
-       Pengaduan dapat dicabut
-       Langsung dapat dijadikan sebagai dasar penangkapan
4)      Pengetahuan sendiri penyelidik atau penyidik melalui media cetak atau elektronik

PENYELIDIKAN (Investigation/Vooronderzoek)
“Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” (Pasal 1 butir 5 KUHAP)
Tujuan Penyelidik
-       Untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang sesungguhnya telah terjadi;
-       Bertugas membuat berita acara serta laporan yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan.



Penyelidik
Pasal 4 KUHAP yang berwenang melakukan fungsi penyelidikan adalah:
Setiap Pejabat polisi negara Republik Indonesia”. dalam pasal ini ditegaskan hanya polisi yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan pejabat di luar kepolisian tidak diperkenankan oleh undang-undang begitu pula jaksa.”
Kewenangan Penyelidik
  1. Kewenangan berdasarkan Kewajiban (Hukum)
-            Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
-            Mencari keterangan dan barang bukti;
-            Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
-            Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
Syarat “Tindakan Lainnya” untuk Kepentingan Penyelidikan dan Penyidikan.
§  Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
§  Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan;
§  Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
§  Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa;
§  Menghormati hak asasi manusia. (Lihat Penjelasan Pasal 5 ayat (1) KUHAP jo Pasal 16 ayat (2) UU Kepolisian).
  1. Kewenangan berdasarkan Perintah Penyidik. (Lihat Pasal 5 KUHAP)
Kewajiban dan wewenang penyelidik ini muncul manakala ada perintah dari penyidik:
1.      penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
2.      penggeledahan dan penyitaan,
3.      pemeriksaan dan penyitaan surat,
4.      mengambil sidik jari dan mempotret seseorang,
5.      membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik, dan
6.      membuat laporan hasil penyelidikan kepada penyidik.


PENYIDIKAN (Interrogation/Opsporing)
Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. (vide Pasal 1 angka 2 KUHAP).
Yang Dimaksud “BuktiBerkaitan Dengan ?
      Tindak pidana apa yang telah dilakukan
      Kapan dan dimana tindak pidana tersebut dilakukan
      Dengan apa dan bagaimana tindak pidana  tersebut dilakukan
      Mengapa (motif) tindak pidana tersebut dilakukan dan siapa pembuat.
Tugas Dan Kewenangan Penyidik (Pasal 7 KUHAP)
    1. Menerima Laporan Atau Pengaduan Dari Seorang Tentang Adanya Tindak Pidana;
    2. Melakukan Tindakan Pertama Pada Saat Di Tempat Kejadian;
    3. Menyuruh Berhenti Seorang Tersangka Dan Memeriksa Tanda Pengenal Diri Tersangka;
    4. Melakukan Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan Dan Penyitaan;
    5. Melakukan Pemeriksaan Dan Penyitaan Surat;
    6. Mengambil Sidik Jari Dan Memotret Seorang;
    7. Memanggil Orang Untuk Didengar Dan Diperiksa Sebagai Tersangka Atau Saksi;
    8. Mendatangkan Orang Ahli Yang Diperlukan Dalam Hubungannya Dengan Pemeriksaan Perkara;
    9. Mengadakan Penghentian Penyidikan;
    10. Mengadakan Tindakan Lain Menurut Hukum Yang Bertanggung Jawab.
Tugas dan kewenangan penyidik lainnyaLihat Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia



PENYIDIK
Pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.” (Pasal 1 angka 1 KUHAP)
Penyidik (PP 58/2010)
      Pejabat polisi negara Republik Indonesia (berpangkat paling rendah Inspektur Dua/Ipda dan berpendidikan paling rendah Sarjana strata satu atau yang setara);
      Dalam hal pada suatu satuan kerja tidak ada Inspektur Dua Polisi yang berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau yang setara, dapat ditunjuk Inspektur Dua Polisi lain sebagai penyidik;
      Dalam hal pada suatu satuan kerja tidak ada Inspektur Dua Polisi, Kepala Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah Inspektur Dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik. (Aiptu dan Aipda)
Penyidik PNS (PP 43/2012)
      PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
      PNS dengan masa kerja paling singkat 2 (dua) tahun; berpangkat paling rendah Penata Muda/golongan III/a; dan berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana lain yang setara. (PP 58/2010)
Penyidik Pembantu
      Pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.
a.       berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi;
b.      mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal;
c.       bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
d.      sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
      PPNS berpangkat Pengatur Muda/Golongan II/A) è PP 27/1983


Alat-Alat Paksa (Dwangsmiddelen) Penyidik
1)      Penangkapan
“Suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” (Pasal 1 angka 20 KUHAP)
Tujuan Penangkapan:
1.      Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan;
2.      Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan.
Syarat Formal Penangkapan:
Ø  Bukti Permulaan Yang Cukup (Psl 17 KUHAP)
Bukti permulaan yang cukup untuk penangkapan:
Bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14àDitujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidanaàPERKAP No. 14/2012, Psl 1 angka 21
Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan.(TIDAK BERLAKU).
Ø  Surat Tugas (Penangkapan)
Ø  Surat Perintah Penangkapan e.g.: identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat perkara kejahatan yg disangkakan, tempat dimana ia akan diperiksa.
Ø  Lamanya penangkapan 1 (satu) hari (Psl 19 ayat (1) KUHAP) 1 x 24 jam.
2)      Penahanan
“Penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” (Pasal 1 angka 21 KUHAP)
Ø  Dilakukan dalam setiap tingkatan Pemeriksaan dan untuk kepentingan  Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan Pengadilan (Psl 20 KUHAP)
Ø  Dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang (Psl 20 KUHAP)
Ø  Harus memenuhi bukti yang cukup (Psl 21 ayat (1) KUHAP)
Ø  Status hukum Terlapor/Teradu/Pelaku adalah tersangka
Bukti Yang Cukup Untuk Penahanan
Ø  Alat bukti berupa Laporan Polisi dan 2 (dua) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penahanan (Perkap No. 14/2012). (TIDAK BERLAKU)
Ø  KUHAP tidak mengatur lebih lanjut ttg “bukti yang cukup”, namun selalu disandarkan kepada Pasal 183 KUHAP.
Tujuan Penahanan
Ø  Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik;
Ø  Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan;
Ø  Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Syarat Formil Penahanan
Ø  Syarat Obyektif
1.    Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; atau
2.    Tindak pidana yang dikecualikanèPsl 21 ayat (4) huruf b KUHAP
Ø  Syarat Subyektif è Psl 21 ayat (1) KUHAP
Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran
1.      Tersangka atau terdakwa akan melarikan diri;
2.      Tersangka atau terdakwa akan merusak atau menghilangkan barang bukti; dan
3.      Tersangka atau terdakwa mengulangi tindak pidana.
Syarat Formil Penahanan Lainnya
1.    Surat Perintah Penahanan atau Penetapan Hakim, yang berisikan e.g: identitas tersangka atau terdakwa, alasan penahanan, uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan, dan tempat penahanan;
2.    Tembusan surat perintah penahanan harus diserahkan kepada keluarganya;


Jangka Waktu Penahanan
Ø  Tingkat Penyidikan (Psl 24 KUHAP)
Penahanan oleh Penyidik : 20 hari
Perpanjangan Penahanan : 40 hari èPerpanjangan oleh JPU
Ø  Tingkat Penuntutan (Psl 25 KUHAP)
Penahanan oleh JPU: 20 hari
Perpanjangan Penahanan : 30 hari èPerpanjangan oleh KPN
Ø  Tingkat Pemeriksaan Sidang PN (Psl 26 KUHAP)
Penahanan oleh Hakim PN : 30 hari
Perpanjangan Penahanan : 60 hari èPerpanjangan oleh KPN
Ø  Tingkat Pemeriksaan Sidang PT (Psl 27 KUHAP)
Penahanan oleh Hakim PT : 30 hari
Perpanjangan Penahanan : 60 hari èPerpanjangan oleh KPT
Ø  Tingkat Pemeriksaan Sidang MA (Psl 28 KUHAP)
Penahanan oleh Hakim MA : 50 hari
Perpanjangan Penahanan : 60 hari èPerpanjangan oleh KMA
            Pengecualian perpanjangan penahanan
            Pasal 29à pasal 24, 25, 26, 27, 28à dikecualikan jika:
-       Menderita gangguan fisik atau mental yang berat
-       Diancam pidana 9 tahun lebih
-       30 + 30 = 60 hari
Penangguhan Penahanan
·         Pasal 31 ayat (1) KUHAP :
Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
Penjelasan Pasal 31 ayat (1) KUHAP:
  1. Wajib Lapor
  2. Tidak Keluar Rumah
  3. Tidak Keluar Kota
Pasal 358 HIR :
  1. Tempat Tinggal / Alamat yang Tetap
  2. Tidak Akan Melarikan Diri; jika ada perintah pencabutan
  3. Tidak Mengulangi Tindak Pidana
  4. Ada Jaminan Uang atau Jaminan Orang
Penangguhan Penahanan Dengan Jaminan Uang
·         Pasal 35 PP No. 27 Tahun 1983:
Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu tiga bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetorkan ke kas negara.
Penangguhan Penahanan Dengan Jaminan Orang
      Pasal 36 PP No. 27 Tahun 1983:
Dalam hal jaminan itu adalah orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri maka setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, uang yang dimaksud harus disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri, dan Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud maka jurusita akan menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.
Sifat Jaminan
Ketentuan mengenai jaminan bersifat fakultatif dan bukan imperative, berdasarkan frase: dengan atau tanpa
Bentuk Formil Penangguhan Penahanan
      Dalam bentuk perjanjian
      Ditegaskan secara tertulis jumlah jaminan uang
      Penyebutan istilah jaminan berdasarkan Psl 35 PP 27/1983 adalah Uang Jaminan
      Penyebutan istilah jaminan berdasarkan Psl 36 PP 27/1983 adalah Uang Tanggungan
Dasar Hukum: Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14.PW.07.03/1983 tentang Addendum Pedoman Pelaksanaan KUHAP
Tata Cara Penangguhan Penahanan
      Adaya permintaan;
      Haruslah berbentuk tertulis;
      Pejabat atau instansi yang menahan menetapkan besarnya uang jaminan secara jelas disebutkan dalam surat perjanjian
Dasar Hukum: Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03/1983 angka 8 huruf a
Pembantaran Penahanan (Penundaan Penahanan Sementara)
Pasal 19 ayat (8) PP No. 27 Tahun 1983:
Dalam hal tertentu, tahanan dapat diberi izin meninggalkan RUTAN untuk sementara dan untuk keperluan ini harus ada izin dari pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas tahanan itu.
Makna “dalam hal tertentu
      Apabila tahanan menderita sakit yang memerlukan perawatan dan/atau pemeriksaan dokter di luar RUTAN, maka selain harus memenuhi ketentuan ayat ini, harus pula disertai keterangan dokter RUTAN yang ditunjuk oleh Menteri.
      Pulang ke rumah keluarganya, karena keluarga sakit keras, kematian anak, istri, orang tua dan sebagainya yang menurut pertimbangan pejabat yang bertanggung jawab secara juridis dapat disetujui.
3)      Penggeledahan
Rumah/Tempat
“Tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” (Pasal 1 angka 17 KUHAP)
Badan/Orang
“Tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita.”
Tujuan Penggeledahan
Setiap penggeledahan memiliki 3 (tiga) tujuan yuridis, yaitu:
  1. pemeriksaan ;
  2. Penyitaan; dan
  3. Penangkapan.
Penggeledahan yang dilakukan, baik Rumah/Tempat ataupun Orang/Badan, bertujuan untuk melakukan pemeriksaan. Dimana pemeriksaan tersebut guna mencari barang bukti yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tindak pidana yang sedang diperiksa.
Seperti halnya Penggeledahan, Penyitaan pun mewajibkan adanya Surat Izin dari KPN setempat. Namun, ketentuan tersebut dibatasi dengan frase “dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak”, sehingga Penyidik dapat melakukan Penggeledahan dan Penyitaan tanpa izin dari Ketua Pengadilan.
Penggeledahan Rumah/Tempat
  1. Yang berhak melakukannya adalah penyelidik atas perintah penyidik  dan penyidik sendiri ;
  2. Surat perintah tugas dan kartu identitas petugas;
  3. Penggeledahan rumah/alat angkutan serta tempat-tempat tertutup lainnya hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat ;
  4. Memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan;
  5. Saat melakukan penggeledahan rumah, penggeledahan tersebut harus disaksikan oleh dua orang saksi, jika tersangka atau penghuni menyetujui tindakan penggeledahan tersebut. Namun, jika pihak tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir, tindakan penggeledahan tersebut harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi ;
  6. Tidak menimbulkan kerugian atau gangguan terhadap pihak yang digeledah atau pihak lain;
  7. Dalam hal petugas mendapatkan benda atau orang yan dicari, tindakan untuk mengamankan barang bukti wajib disaksikan oleh pihak yang digeledah atau saksi dari ketua lingkungan;
  8. Membuat BAP penggeledahan
  9. Dilarang menyita barang-barang yang tidak berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan
  10. Menyita barang-barang yang tidak terkait dengan tindak pidana maka wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya
Namun sangat disayangkan, bahwa ketentuan ini direduksi dengan adanya ketentuan bahwa dalam keadaan mendesak, maka izin Ketua Pengadilan Negeri dapat diabaikan. Keadaan mendesak tersebut diartikan bahwa bilamana di tempat patut dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan sedangkan surat izin dari ketua pengadilan negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam waktu yang singkat.
Penggeledahan Yang Bersifat Khusus
Penggeledahan Rumah diluar wilayah hukum Penyidik
Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.
Penggeledahan Badan/Orang 
Dalam hal Penggeledahan Badan/Orang, maka hal-hal yang perlu diketahui adalah sebagai berikut:
  1. Menunjukkan surat perintah tugas dan identitas petugas;
  2. Memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan secara jelas dan sopan;
  3. Meminta maaf dan meminta kesediaan orang yang digeledah atas terganggunya hak privasi karena harus dilakukannya pemeriksaan;
  4. Memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang digeledah;
  5. Melaksanakan penggeledahan terhadap perempuan oleh petugas perempuan ;
  6. Jika perlu dilakukan pemeriksaan penggeledahan rongga badan dapat diminta bantuan pejabat kesehatan/paramedik ;
  7. Pengeledahan pakaian, harus dilakukan diruang  tertutup atau minimal tidak dilakukan di depan umum ;
  8. Seorang wanita yang akan digeledah, khususnya pada bagian rongga badan dapat menolak untuk digeledah/diperiksa jika penyidik/penyidik pembantunya bukanlah seorang wanita.


4)      Penyitaan
“Serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.” (Pasal 1 angka 16 KUHAP)
Benda-Benda Yang Disita
  1. Benda atau tagihan Tersangka/Terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
  2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
  3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
  4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
  5. Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit;
  6. Benda yang berada di dalam penguasaan orang lain, dengan disertai Surat Tanda Penerimaan;
Kondisi Benda Yang Disita
1)      Mudah rusak
2)      Bila disimpan maka biaya penyimpanannya lebih tinggi daripada harga benda tersebut
Maka:
  1. Apabila perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya;
  2. Apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
  3. Izin dari Pengadilan dan persetujuan Tersangka/Terdakwa

5)      Pemeriksaan Surat
Persyaratan agar dapat memeriksa barang-barang tersebut, antara lain sebagai berikut:
    1. Izin khusus yang diberikan dari ketua pengadilan negeri ;
    2. Penyidik wajib memberikan surat tanda penerimaan bila kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain sudah menyerahkan kepada penyidik ;
    3. Apabila sesudah diperiksa ternyata surat itu tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut, surat itu ditutup rapi dan segera diserahkan kembali kepada kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah dibuka oleh penyidik" dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan beserta identitas penyidik;
    4. Penyidik dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan isi surat yang dikembalikan itu;
    5. Turunan berita acara tersebut oleh penyidik dikirimkan kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan.
Berita Acara Pemeriksaan
1)      Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang :
a)         pemeriksaan tersangka;
b)        penangkapan;
c)         Penahanan;
d)        penggeledahan;
e)         pemasukan rumah;
f)         penyitaan benda;
g)        pemeriksaan surat;
h)        pemeriksaan saksi;
i)          pemeriksaan di tempat kejadian;
j)          pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;
k)        pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
2)      Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut pada (1) dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan.
3)      Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat tersebut pada (2) ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut pada (1).

TAHAP PENUNTUTAN
Jaksa
-            Melaksanakan putusan Pengadilan yg inkracht
-            Melakukan Penyidikan Tambahan
-            Bertindak sbg Jaksa Penuntut Umum
Jaksa/Penuntut  Umum
-            Melaksanakan penetapan Hakim
-            Melakukan Penuntutan
Penuntutan
Tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan PERMINTAAN supaya diperiksa, diadili dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Penyidikan Tambahan
Penyidikan Tambahan (Naopsporing) sejalan dengan yang diatur adalam undang undang nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan, khususnya dalam pada bab III tentang tugas dan kewenangan kejaksaan pasal 30 ayat (1), yang berbunyi :
1)      Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a.       melakukan penuntutan;
b.      melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.       melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d.      melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e.       melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
Kemudian dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa, pemeriksaan tambahan yang dilakukan oleh jaksa tersebut harus memenuhi syarat-syarat seperti berikut :
1)      tidak dilakukan terhadap tersangka;
2)      hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan Negara;
3)      harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah dilaksanakan ketentuan Pasal 110 dan 138 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana;
4)      prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik.
Kewenangan Jaksa Sebagai Penuntut Umum
1.      Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
2.      Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
3.      Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
4.      Membuat surat dakwaan;
5.      Melimpahkan perkara ke pengadilan;
6.      Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
7.      Melakukan penuntutan;
8.      Menutup perkara demi kepentingan hukum;
9.      Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;
10.  Melaksanakan penetapan hakim.
Surat Dakwaan
§  Jaksa/Penuntut Umum yakin hasil penyidikan telah dapat diajukan di sidang pengadilan à membuat surat dakwaan
§  Surat Dakwaan adalah :
      Suatu-surat atau akte
      Memuat perumusan dari tindak pidana yang didakwakan
      Yang sementara dapat disimpulkan dari hasil penyidikan dari penyidik
      Yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan perkara & menentukan batas-batas bagi pemeriksaan hakim di sidang pengadilan
      Mengenai fakta-fakta yang terletak dalam batasan tersebut
§  Tujuan Surat Dakwaan merupakan alasan-alasan  yang menjadi dasar penuntutan suatu peristiwa pidana, terhadap terdakwa karena telah melanggar peraturan hukum pidana pada suatu saat dan tempat tertentu yang eksplisit dan individual.
§  Syarat-syarat surat dakwaan (Pasal 143 ayat 2 KUHAP) :
      syarat formal, harus disebut nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, agama, pekerjaan & alamat
      syarat material, uraian lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu & tempat tindak pidana dilakukan (tempus et locus delictie).
Pembatalan Surat Dakwaan
      Nederburg : 2 macam pembatalan, yaitu :
1)      Dapat dibatalkan (vernietigbaarheid)àsyarat formal
2)      Batal demi hukum (nietigheid)àsyarat materiil 
      Keterangan :
1)      Pembatalan yang disebabkan karena tidak memenuhi syarat formal (harus ada) yang ditentukan oleh undang-undang, apabila tidak terpenuhi maka DAPAT DIBATALKAN (VERNIETIGBAARHEID)
2)      Pembatalan menurut penilaian hakim sendiri karena tidak terpenuhinya syarat yang esensial (materiil), maka BATAL DEMI HUKUM (NIETIGHEID). Misalnya dakwaan kabur/tidak jelas dalam menguraikan tindak pidana, locus dan tempus delicti (obscuri libelli).
Pentingnya Locus Et Tempus Delicti
§  Menentukan kompetensi pengadilan (Pasal 84 KUHAP)
§  Mengemukakan Alibi (pembelaan)
§  Tindak pidana à peraturan hukum sudah ada, perubahan,penggantian
§  Tindak Pidana à Persyaratan umur
§  Berhubungan dengan kedaluarsa delik
§  Dapat dipidananya suatu perbuatan disyaratkan, (misalnya waktu perang, keadaan terpaksa)
§  Penentuan adanya residivis
§  Menentukan berat-ringan nya hukuman berdasarkan situasi (misalnya : malam-siang,biasa-bencana,orang lain-hub.darah)
Surat Dakwaan
      Pasal 143 ayat (2) KUHAP
      Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE004/J.A/1 1/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan, tanggal 16 November 1993
      Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Nomor B-607/E/11/1993 tentang Petunjuk Tehnis Pembuatan Surat Dakwaan, tanggal 22 November 1993
      Cermat, jelas, lengkap
Makna “Cermat”
Ketelitian Jaksa penuntut umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada undang­-undang yang berlaku bagi terdakwa, serta tidak terdapat kekurang­an dan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan antara lain misalnya :
1.      Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan, apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat,
2.      Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan melakukan tindak pidana tersebut,
3.      Apakah tindak pidana tersebut sudah atau belum kedaluarsa dan apakah tindak pidana yang didakwakan itu tidak nebis in idem.
Pada pokoknya kepada Jaksa Penuntut Umum dituntut untuk bersikap teliti dan waspada dalam semua hal yang berhubungan dengan ke­berhasilan penuntutan perkara di muka sidang pengadilan.
Makna “Jelas”
Jaksa Penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan materiel (fakta) yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan.
Dalam hal ini harus diperhatikan, jangan sekali-kali mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang satu dengan delik yang lain yang unsur-unsurnya berbeda satu sama lain, atau uraian dakwaan yang hanya menunjuk pada uraian dakwaan sebelumnya (seperti misal­nya menunjuk pada dakwaan pertama) sedangkan unsur-unsurnya berbeda.
Makna “Lengkap”
Uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan undang-undang secara lengkap. Jangan sampai terjadi ada unsur delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan mate­rielnya secara tegas dalam dakwaan, sehingga berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana menurut undang-undang.
            Bentuk Surat Dakwaan
1.      Surat Dakwaan Tunggal
Dalam Surat Dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, tidak terdapat dakwaan lain baik sebagai alternatif maupun sebagai pengganti.
Contoh:
Dalam Surat Dakwaan hanya didakwakan Tindak Pidana pencurian (pasal 362 KUHP).
2.      Surat Dakwaan Alternatif
Dalam bentuk ini dakwaan disusun atas beberapa lapisan yang satu mengecualikan dakwaan pada lapisan yang lain.
Dakwaan alternatif dipergunakan karena belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana yang akan dapat dibuktikan. Lapisan dakwaan tersebut dimaksudkan sebagai "jaring berlapis" guna mencegah lolosnya terdakwa dari dakwaan.
Meskipun dakwaan berlapis, hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan, bila salah satu dakwaan telah terbukti, maka lapisan dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi.
Misalnya:
1)      Primer: Pencurian (pasal 362 KUHP)
                          ATAU
      Subsidair: Penadahan (pasal 480 KUHP)
2)      Pertama: Pencurian (pasal 362 KUHP)
                          ATAU
      Kedua: Penadahan (pasal 480 KUHP)
3.      Surat Dakwaan Subsider
Bentuk dakwaan ini dipergunakan apabila satu Tindak Pidana menyentuh beberapa ketentuan pidana, tetapi belum dapat diyakini kepastian tentang kualifikasi dan ketentuan pidana yang lebih tepat dapat dibuktikan.
Lapisan dakwaan disusun secara berurutan dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana terberat sampai pada Tindak Pidana yang diancam dengan pidana teringan dalam kelompok jenis Tindak Pidana yang sama.
Persamaannya dengan dakwaan alternatif ialah hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan, sedangkan perbedaannya pada sistem penyusunan lapisan dakwaan dan pembuktiannya yang harus dilakukan secara berurutan dimulai dari lapisan pertama sampai kepada lapisan yang dipandang terbukti. Setiap lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas disertai dengan tuntutan untuk dibebaskan dari dakwaan yang bersangkutan.
Contoh Dakwaan Subsider:
Primer:
Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP);
Subsidair:
Pembunuhan (pasal 338 KUHP);
Lebih Subsidair:
Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355 (2) KUHP);
Lebih Subsidair lagi :
Penganiayaan berat yang mengakibatkan matinya orang (pasal 354 (2) KUHP);
Lebih-lebih Subsidair lagi :
Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang (pasal 351 (3) KUHP).
4.      Surat Dakwaan Kumulatif
Bentuk ini digunakan bila kepada terdakwa didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus dan Tindak Pidana tersebut masing-masing berdiri sendiri (Concursus Realis).
Semua Tindak Pidana yang didakwakan harus dibuktikan satu demi satu.
Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas disertai tuntutan untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan yang bersangkutan.
Persamaannya dengan dakwaan Subsidair, karena sama-sama terdiri dari beberapa lapisan dakwaan dan pembuktiannya dilakukan secara berurutan.
Misalnya dakwaan disusun :
Kesatu : Pembunuhan (pasal 338 KUHP);
Kedua : Pencurian dengan pemberatan (pasal 363 KUHP);
Ketiga : Perkosaan (pasal 285 KUHP).
5.      Surat Dakwaan Kombinasi/Gabungan
Bentuk ini merupakan perkembangan baru dalam praktek sesuai perkembangan di bidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk/jenisnya maupun dalam modus operandi yang dipergunakan.
Kombinasi/gabungan dakwaan tersebut terdiri dari dakwaan kumulatif dan dakwaan subsider.
Contoh:
Kesatu :
Primer : Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP);
Subsider : Pembunuhan (pasal 338 KUHP);
Lebih Subsider: Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355 ayat 2 KUHP).
Kedua: Perampokan/pencurian dengan kekerasan (pasal 365 ayat (3)          dan (4) KUHP).
Ketiga: Perkosaan (pasal 285 KUHP).
            Voeging & Splitsing
      Umumnya tiap-tiap perkara diajukan sendiri-sendiri di persidangan (splitsing).
      Namun PU dapat melakukan penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan (voeging).
Kapan Jaksa/PU dapat melakukan voeging ? (Pasal 141 KUHAP)

Bilamana PU melakukan Voeging perkara dalam hal :
      Beberapa Tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang sama & kepentingan pemeriksaaan tidak menjadi halangan penggabungannya. (misal : perampokan oleh beberapa orang)
      Beberapa tindak pidana yang berhubungan satu sama lain (oleh beberapa orang yang saling terkait). (misal : perampokan dilakukan lebih dari satu rumah, oleh pelaku yang sama, dalam waktu yang berlainan)
      Beberapa tindak pidana yang tidak berhubungan satu dengan lain, akan tetapi tindak pidana yang satu dengan lain nya ada hubungan nya, bila dianggap perlu untuk kepentingan pemeriksaan. (misal : perampokan-perampasan senjata api aparat-penembakan warga-perampasan mobil untuk melarikan diri)
Perubahan Surat Dakwaan
      Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya.
      Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.
      Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.
TAHAP PERSIDANGAN
Verzet (Perlawanan) Menjelang Sidang Dan Persidangan
§  Pasal  147 s.d. Pasal 149 KUHAP jo. Pasal 156  KUHAP
§  Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, ketua PN mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya.
§  Jika ketua pengadilan negeri berpendapat, bahwa perkara pidana itu tidak termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya, tetapi termasuk wewenang pengadilan negeri lain, ia menyerahkan surat pelimpahan perkara tersebut kepada pengadilan negeri lain yang dianggap berwenang mengadilinya dengan surat penetapan yang memuat alasannya
§  Surat pelimpahan perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum selanjutnya kejaksaan negeri yang bersangkutan menyampaikannya kepada kejaksaan negeri di tempat pengadilan negeri yang tercantum dalam surat penetapan.Turunan surat penetapan dimaksud disampaikan kepada terdakwa atau penasihat hukum dan penyidik.
§  Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap surat penetapan pengadilan negeri tersebut, maka :
§  Penuntut umum mengajukan perlawanan kepada Pengadilan tinggi yang bersangkutan dalam waktu tujuh hari setelah penetapan tersebut diterima;
§  tidak dipenuhinya tenggang waktu tersebut di atas mengakibatkan batalnya perlawanan;
§  perlawanan tersebut disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang bersangkutan dan hal itu dicatat dalam buku daftar panitera;
§  dalam waktu tujuh hari pengadilan negeri yang bersangkutan wajib meneruskan perlawanan tersebut kepada pengadilan tinggi.
§  Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama empat belas hari setelah menerima perlawanan tersebut dapat menguatkan atau menolak perlawanan itu dengan surat penetapan.
§  Dalam hal pengadilan tinggi menguatkan perlawanan penuntut umum, maka dengan surat penetapan diperintahkan kepada pengadilan negeri yang bersangkutan untuk menyidangkan perkara tersebut.
§  Jika pengadilan tinggi menguatkan pendapat pengadilan negeri, pengadilan tinggi mengirimkan berkas perkara pidana tersebut kepada pengadilan negeri terkait.
§  Tembusan surat penetapan pengadilan tinggi dimaksud disampaikan kepada penuntut umum.
Eksepsi
Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan
Kompetensi pengadilan
§  Pasal 150 KUHAP
§  Sengketa tentang wewenang mengadili terjadi:
a.       jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama;
b.      jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama.
§  Macam Sengketa Kompetensi
a.       KOMPETENSI ABSOLUT
1)      antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan pengadilan dari lingkungan peradilan yang lain;
2)      antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan tinggi yang berlainan;
3)      antara dua pengadilan tinggi atau lebih.
b.      KOMPETENSI RELATIF
sengketa wewenang mengadili antara dua pengadilan negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah hukumnya.
                        Gugurnya tuntutan
§  NE BIS IN DEM
§  KADALUARSA (Pasal 78-82 KUHP)
§  Tersangka/Terdakwa meninggal dunia
Syarat formil
§  Untuk tindak pidana dengan ancaman pidana lebih dari 5 (lima) tahun atau pidana mati, Tersangka mulai dari proses penyidikan tidak didampingi oleh Penasehat Hukum. Karena berdasarkan Yurisprudensi MA No. 1565 K/Pid/1991 tanggal 16 September 1991;
§  Tindak Pidana yang didakwakan merupakan delik aduan, sedangkan perkara diproses tanpa adanya aduan atau tenggang waktu pengaduan telah lewat (Psl 72-75 KUHP);
§  Tindak pidana yang didakwakan sedang diproses oleh Pengadilan Negeri lain;
§  Error in persona (terdakwa yang diajukan salah identitasnya)
§  Tindak Pidana yang didakwakan mengandung sengketa perdata yang harus diperiksa secara perdata;
§  JPU keliru dalam merumuskan dakwaan.


Obscure libel
§  Pelanggaran terhadap Pasal 143 ayat (2) KUHAP
§  Tidak menguraikan tindak pidana yang didakwakan secara cermat, jelas, dan lengkap. 
§  Tidak menyebutkan locus delicti secara cermat, jelas, dan lengkap.
§  Tidak menyebutkan tempus delicti secara cermat, jelas, dan lengkap.
Putusan Sela (tussenkomst vonnis)
§  Putusan Sela (interim meascure) adalah merupakan putusan yang dijatuhkan oleh hakim sebelum memeriksa pokok perkara baik perkara pidana maupun perkara perdata.
§  Dalam Praktik pemeriksaan perkara pidana, putusan sela biasanya dijatuhkan karena adanya eksepsi dari terdakwa atau Penasihat Hukumnya. Eksepsi penasihat hukum inilah yang memegang peranan penting dalam dijatuhkannya putusan sela oleh hakim
§  Macam-macam Putusan Sela :
1.      Putusan yang berisi pernyataan tentang tidak berwenangnya pengadilan untuk mengadili suatu perkara (onbevoegde verklaring). Sesuai dengan pasal 148 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum untuk selanjutnya dilimpahkan kepada pengadilan negeri di wilayah yang berhak untuk mengadilinya.
2.      Putusan yang berisi pernyataan bahwa surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard), misalnya karena perkara yang diajukan oleh penuntut umum sudah daluarsa, nebis in idem, perkara memerlukan syarat aduan (klacht delict)
3.      Putusan yang menyatakan bahwa surat dakwaan penuntut umum batal (nietig verklaring van de acte van verwijzing), misalnya dalam hal surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan mengenai surat dakwaan yang terdapat di dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana, maka sesuai dengan ketentuan dalam pasal 143 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana surat dakwaan tersebut batal demi hukum.
4.      Putusan yang berisi penundaan pemeriksaan perkara oleh karena ada perselisihan prejedusiel (perselisihan kewenangan), karena di dalam perkara yang bersangkutan diperlakukan untuk menunggu suatu putusan hakim perdata.
5.      Putusan yang menyatakan bahwa keberatan dari terdakwa atau penasihat hukumnya tidak dapat diterima atau hakim berpendapat bahwa hal tersebut baru diputus setelah selesai pemeriksaan perkara a quo, maka dakwaan penuntut umum dinyatakan sah dan persidangan dapat dilanjutkan untuk pemeriksaan materi pokok perkara, sesuai degan ketentuan dalam Pasal 156 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Sistem Pembuktian
Dakwaan à Pembuktian
Ø  Tujuan :
 untuk memperoleh kepastian bahwa apa yang didakwakan JPU dalam Surat Dakwaan kepada terdakwa adalah benar.
Ø  Dengan cara memeriksa :
mengenai apakah peristiwa/perbuatan tertentu sungguh pernah terjadi Mengenai  mengapa peristiwa tersebut tejadi (motif)
Maka dari itu pemeriksaan terdiri dari ::
Ø  Menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dapat di  terima oleh panca indera ;
Ø  memberikan keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang telah diterima tersebut ;
Ø  Mengggunakan pikiran logis.
Manfaat dengan adanya pembuktian tersebut :
Ø  hakim dapat menggambarkan dalam pikirannya apa yang sebenarnya terjadi ;
Ø  sehingga memperoleh keyakinan tentang hal tersebut ;
Ø  meskipun ia tidak melihat/mendengar/merasakan sendiri.
Macam-macam Sistem Pembuktian :
Ø  Teori Pembuktian Keyakinan Hakim (Conviction In-Time)
-          Terbukti atau tidaknya perbuatan dan kesalahan terdakwa berdasarkan keyakinan hakim semata-mata.
-          Pembuktian ini memiliki kecenderungan untuk berpikir secara irrasional.
-          Irrasionalitas disertai dengan supranatural, dikhawatirkan bahwa terjadinya kesalahan dalam memeriksa perkara.
-          Pada waktunya, pembuktian ini dipandang paling tepat.

Ø  Teori Pembuktian Keyakinan Hakim yang logis (Conviction Raisonnee)
-          Terbukti atau tidaknya perbuatan dan kesalahan terdakwa berdasarkan keyakinan hakim yang disimpulkan dari barang bukti.
-          Barang bukti terdiri dari :
1)      Teori Pembuktian Positif (Positief Wettelijke Bewijs Theorie)
2)      Teori Pembuktian Negatif (Negatief Wettelijke Bewijs Theorie).
Ø  Teori Pembuktian Positif (Positief Wettelijke Bewijs Theorie)
Macam-macam Sistem Pembuktian :
-          Teori Pembuktian Keyakinan Hakim (Conviction In-Time)
-          Teori Pembuktian Keyakinan Hakim yang logis (Conviction Raisonnee)
-          Teori Pembuktian Positif (Positief Wettelijke Bewijs Theorie)
-          Teori Pembuktian Negatif (Negatief Wettelijke Bewijs Theorie).
Ø  Teori Pembuktian Negatif (Negatief Wettelijke Bewijs Theorie).
Macam-macam Sistem Pembuktian :
-          Teori Pembuktian Keyakinan Hakim (Conviction In-Time)
-          Teori Pembuktian Keyakinan Hakim yang logis (Conviction Raisonnee)
-          Teori Pembuktian Positif (Positief Wettelijke Bewijs Theorie)
-          Teori Pembuktian Negatif (Negatief Wettelijke Bewijs Theorie).