Hukum Acara Pidana merupakan salah satu materi wajib yang perlu dipelajari oleh mahasiwa hukum khususnya. Saya sedikit mengulas hal yang berkaitan dengan hukum acara pidana yang harapanya bisa membantu mahasiswa hukum khususnya dan masyarakat pada umumnya.
PENDAHULUAN
Pembidangan hukum pidana:
1.
Hukum pidana
materil / ius poenale
/ materiele strafrecht / substantive criminal lawà keseluruhan norma dan asas yang berisi larangan dan
keharusan , bagi yang melanggar larangan
dan keharusan tersebut diancam dengan sanksi pidana àsumber hukum
pokok : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. UU 1/1946 jo. UU 73/1958.
2.
Hukum pidana
formil / ius poeniendi / formiele
strafrecht / adjective
criminal law àkeseluruhan
norma asas yang mengatur pelimpahan wewenang kepada
negara melalui aparat
hukumnya untuk mengambil tindakan berdasarkan
undang-undang manakala hukum pidana materil dilanggar àsumber hukum pokok : Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo. UU 8/1981
3.
Ilmu bantu bagi
hukum pidana
Pengertian hukum acara pidana:
1. Simon, HAP / hukum pidana formil : mengatur bagaimana caranya
Negara dengan perantaraan alat-alat kekuasaanya menggunakan haknya untuk
menghukum dan menjatuhkan hukuman, dengan demikian ia memuat acara pidana .
- van Hamel, HAP/hukum pidana formil adalah
menunjukkan bentuk-bentuk dan jangka-jangka waktu yang mengikat
pemberlakuan hukum pidana material.
Kesimpulan:
·
Keseluruhan
asas-asas hukum, norma-norma hukum dan ketentuan-ketentuan hukum
·
yang mengatur
pelimpahan wewenang kepada negara melalui aparat-aparat penegak hukumnya
·
untuk mengambil tindakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan
·
dalam rangka
mempertahankan hukum pidana materil (apabila hukum pidana materil nyata-nyata
dilanggar).
Sejarah hukum acara pidana Indonesia:
·
Inlandsch Reglement (IR) berlaku sejak 1 Mei
1848 sebagai hukum acara pidana dan perdata bagi Bumiputera à Landraad.
·
Reglement op de Strafvordering (RR) dan Reglement
op de Rechsvordering (RS) bagi Gol.Eropa à Raad Van
Justitie.
Tujuan
perubahan IR menjadi HIR :
·
Agar penyesuaian peraturan IR dengan peraturan yang
berlaku bagi orang eropa, dengan mempertahankan sifat kesederhanaan dari acara
yang berlaku bagi Landraad
·
Kenyataannya IR dan HIR masih diterapkan bersamaan.
Bandung, Batavia, Semarang, Malang (HIR), IR di kota-kota lain
·
Institusi Pengadilan terbagi dua
1.
Bumi Putera
2.
Eropa
Masa Jepang
·
UU No.14 tahun 1942, putusan hakim, surat pemeriksaan,
surat resmi yang belum
ditandatangani
tidak berlaku, sedangkan yang sudah berlaku tetap dan sudah ditandatangani tapi
belum diumumkan dianggap sah.
·
Pengadilan
-
Landraad à Tihoon Hooin
(PN)
-
Landgerecht à Keizai Hooin
(P.Kepolisian)
-
Regentschpsgerecht à Ken Hooin
(P.Kabupaten)
-
Districtsgerecht à Gun Hooin (P.
Kewedanaan
·
Jepang menghapus Dualisme pengadilan
-
Raad Van Justitie à Kootoo Hooin
(PT)
-
Hooggerechtshof à Saikon Hooin
(MA)
Masa Republik Indonesia
·
UU DRT No.1 tahun 1951 Maksud pembentukan : mengadakan unifikasi susunan
kekuasaan dan acara semua Pengadilan Negeri dan Tinggi yang merupakan
pelaksanaan dari Pasal 102 UUDS.
·
Berisi 20 Pasal, Aturan Peralihan 4 hal :
-
Penghapusan beberapa Pengadilan pada masa invasi
Belanda & Jepang.
-
Penghapusan pengadilan Swapraja /keresidenan dan
pengadilan adat
-
Melanjutkan pengadilan agama dan peradilan desa
-
Pembentukan pengadilan negeri dan kejaksaan di tempat dimana dihapuskannya pengadilan
negara (Landregerecht), serta pembentukan Pengadilan Tinggi di Makasar
dan pemindahan pengadilan Tinggi Jogya dan Bukit Tinggi ke Surabaya dan Medan
-
Dengan penghapusan institusi-institusi tersebut, PN
saja yang berkuasa memeriksa perkara pidana dan perdata pada tingkat pertama.
-
Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum
acara pidana di lingkungan peradilan umum adalah Reglement Indonesia yg Diperbaharui (HIR) staatsblad No.44 tahun
1941
·
Pembentukan RUU Tentang KUHAP
-
Dirintis tahun 1965 à Draft RUU à DPR
-
Tahun 1967 à Panitia
pembentukan à Dep.Kehakiman
-
Tahun 1968 à Seminar Hukum
Nasional à LPHN
-
Tahun 1973 à menghasilkan
naskah RUU HAPID à Kejaksaan Agung,
Dep.Hankam, dan Dep.Kehakiman
-
Tahun 1979 à Sampai dengan
penyempurnaan Draft RUU ke V disampaikan kepada DPR-RI
-
Tahun 1979-1980 à sidang
pembahasan RUU tsb, menghasilkan 13 kesepakatan pendapat
-
23 September 1981 à pendapat akhir
fraksi
-
31 Desember 1981 à disahkan
menjadi UU
Hal-Hal Baru Dalam
KUHAP
- Hak tersangka/terdakwa
·
Asas praduga tidak bersalah
·
Beban pembuktian pada PU
·
Diberitahu hal yang didakwa, menyiapkan pembelaan, mempunyai juru Bahasa, dll (Pasal 50 s/d 68 KUHAP)
- Bantuan hukum pada setiap tingkatan
·
Menunjuk dan berkomunuikasi dengan advokatnya
·
Pengadaan advokat oleh negara bagi yang tidak mampu
·
Privasi atas segala informasi yang diberikan kepada advokatnya
3. Penangkapan dan
penahanan
·
Mensyaratkan Dasar
Menurut Hukum dan Dasar Menurut
Keperluan
·
Masa waktu penahanan : Penyidik : 20 hari + 40 hari,
PU : 20 hari + 30 hari , hakim : 30 hari + 30 hari ; Banding : 30+2x30 hari,
kasasi : 50+2x50 hari.
4. Rehabilitasi dan
ganti kerugian
·
Sebagai jaminan terhadap tersangka/terdakwa yang
dikenakan penangkapan atau penahanan yang tidak berdasarkan hukum.
·
Ganti kerugian material/uang dan rehabilitasi berupa putusan hakim.
5. Penggabungan
perkara gugatan ganti kerugian
·
Gugatan ganti kerugian dari korban tindak pidana yang sifatnya perdata berupa kerugian meterial
bagi korban.
·
Efisiensi dan efektifitas waktu dan biaya perkara.
6. Upaya-upaya hokum
·
Upaya hukum biasa (perlawanan /verzet, banding maupun kasasi)
·
Upaya hukum luar biasa (kasasi demi kepentingan hukum
& Peninjauan Kembali terhadap putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum
tetap (Herzeining)
7. Koneksitas
·
Tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama oleh
orang-orang yang termasuk Pengadilan umum dan pengadilan militer.
·
Team tetap gabungan berupa: Penyidik-Polisi Militer-penyidik militer
·
Pada dasarnya perkara koneksitas diperiksa dan diadili
di Pengadilan Militer, namun dapat dilakukan oleh peradilan umum dengan catatan
hakim anggota peradilan berasal dari militer dan umum secara berimbang
8. Pengawasan
pelaksanaan putusan pengadilan
·
Sistem Peradilan Terpadu (Integrated Criminal Justice System)
·
Pengawasan Perkembangan Prilaku Narapidana di LP
Tujuan Dan Fungsi Hukum
Acara Pidana
Tujuan hukum acara
pidana (van Bemmelen) :
- Mencari dan menemukan kebenaran
(materil)àkebenaran yang selengkap-lengkapnya
dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum secara jujur
dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat
didakwakan suatu pelanggaran hukum, menentukan apakah terbukti bahwa suatu
tindakan pidana telah dilakukannya dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan.
- Mendapatkan putusan hakimàbahwa
setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau
dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum
adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum yang tetap.
- Pelaksanaan putusan hakim.
Fungsi hukum acara
pidana
1. Fungsi Preventif àHukum Acara Pidana dipergunakan untuk menjamin terlaksananya
perlindungan hukum dan Hak Asasi Manusia dari para
pihak, melalui tindakan-tindakan administratif
- Fungsi Represifà
Hukum Acara Pidana
dipergunakan untuk melakukan tindakan-tindakan
terhadap perilaku menyimpang atau perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang, misalnya :
Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, dan Pemidanaan.
PRINSIP-PRINSIP HUKUM ACARA
PIDANA
Sumber Hukum dari Hukum Acara Pidana
Indonesia
- Umum
·
Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945
·
Undang-undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970, UU No. 4
Tahun 2004).
·
Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU No. 5 Tahun 2004, UU No. 3 Tahun
2009)
·
Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (UU No. 8 Tahun 2004, UU No. 49 Tahun
2009)
·
Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia
·
Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
·
Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
·
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
B. Khusus
·
Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 20
Tahun 2001).
·
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberatasan Tidak Pidana Pencucian
Uang
·
Undang-undang
Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak
Pidana Ekonomi
·
Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Terorisme
Dasar
Filosofis
Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara
hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi
hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di
bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan
kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak
hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum,
keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban
serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945.
Bahwa demi pembangunan di bidang hukum sebagaimana
termaksud dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis
Permusyawaratan. Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978) perlu
mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan
mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum dalam rangkuman
pelaksanaan secara nyata dari Wawasan Nusantara.
Bahwa hukum acara pidana sebagai yang termuat dalam Het
Herziene Inlandsch Reglement (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44) dihubungkan
dengan dan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81) serta semua peraturan
pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan lainnya
sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana, perlu dicabut, karena sudah
tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional.
Dasar Yuridis
·
UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
-
Pasal 5 ayat (1)
Presiden memegang kekuasaan memnemtuk
undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
-
Pasal 20 (1)
Tiap-tiap
undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
-
Pasal 27 ayat (1)
Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
·
Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN)
·
Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951).
·
Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3879 )
·
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358)
·
Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 157)
Asas-Asas Dalam Hukum Acara Pidana
·
Legalitas
Asas atau prinsip legalitas dengan tegas disebut dalam
konsideran KUHAP seperti yang dapat dibaca pada huruf a, yang berbunyi:
"Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara
hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung
tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya”
·
Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan
Penjelasan Umum angka 3 huruf e:
“Peradilan yang
harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan
tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan”
Pasal
4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009.
·
Praduga Tidak Bersalah
Asas "praduga tak bersalah" atau presumption
of innocent dijumpai dalam penjelasan butir 3 huruf c.
Dengan dicantumkan asas praduga tak bersalah dalam
Penjelasan KUHAP, dapat disimpulkan, pembentuk undang-undang telah menetapkannya sebagai asas hukum yang
melandasi KUHAP dan
penegakan hukum (law enforcement).
“Setiap orang
yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka
sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap” àPasal 8 UU No. 48 Tahun 2009.
·
Oportunitas
Asas Oportunitas dijumpai dalam Ketentuan Pasal 35 huruf c Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia.
Dengan dicantumkan asas tersebut
dalam
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004, dapat
disimpulkan, pembentuk undang-undang
telah menetapkannya sebagai asas hukum yang melandasi penegakan hukum (law enforcement).
·
Pembatasan Penahanan
Penjelasan Umum angka 3 huruf b:
Penangkapan,
penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah
tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam
hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang
·
Ganti Kerugian
Penjelasan Umum angka 3 huruf d:
Kepada seorang
yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan
undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat
penyidikan dan para pejabat penegak hukum, yang dengan sengaja atau karena
kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan
atau dikenakan hukuman administrasi;
Ganti Kerugian
:
Pasal 1 angka 22
Pasal 30
Pasal 68
Pasal 77
Pasal 81
Pasal 82
BAB XII Pasal 95-96
BAB XIII Pasal 98-101
Rehabilitasi
:
Pasal 1 angka 23
Pasal 68
Pasal 77
Pasal 81
Pasal 82
BAB XII Pasal 97
·
Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum
Penjelasan angka 3 huruf i:
“Sidang
pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur
dalam undang-undang” à
Pasal
153 ayat (3) KUHAP, Pasal 13 UU No. 48 Tahun 2009.
·
Keseimbangan
Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c yang
menegaskan bahwa dalam penegakan hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan
yang serasi antara:
1.
perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia dengan,
2. perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban
masyarakat.
Model Sistem
Peradilan Pidana: Daad Dader
Strafrecht
·
Semua Orang Diperlakukan Sama Di Depan Hakim
Asas ini dicantumkan
dalam
Ketentuan Pasal 4 ayat (1)
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman :
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
·
Peradilan Dilakukan
Oleh Hakim Karena Jabatannya
Dan
Tetap
Asas ini dicantumkan
dalam
Ketentuan Pasal 19 Undang-undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman :
Hakim dan hakim
konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam
undangundang.
Hakim karier dan
hakim non karier.
·
Tersangka Berhak Mendapat Bantuan Hukum
Asas ini dicantumkan
dalam
Penjelasan Umum angka 3 huruf f:
Setiap orang
yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang
semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.
KUHAP :
Pasal 1 angka 13
Pasal 54
Pasal 59
Pasal 60
BAB VII Pasal 69-Pasal 74
Pasal 114
UU Nomor 48
Tahun 2009: Pasal 56 dan Pasal 57
·
Pemeriksaan Dengan
Hadirnya Terdakwa
Asas ini dicantumkan
dalam
Penjelasan angka 3 huruf h
:
Pengadilan
memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
Pasal 196 KUHAP
Pasal 12 UU No. 48 Tahun 2009.
·
Akuisator –Inkuisitor
Akuisator:
-
Pemeriksaan pelaku dilakukan pejabat yang tidak
memihak yang ditunjuk untuk menyelidiki dan melaksanakan pengumpulan
bukti-bukti
-
Pengumpulan barang bukti dilakukan dan dihadiri oleh para pihak yang terlibat perkara (tersangka, terdakwa
& jaksa)
-
Tersangka yang diperiksa mempunyai hak untuk tidak
menjawab pertanyaan pemeriksa
-
Tersangka/terdakwa (dapat) didampingi penasehat hukum nya
-
Terdakwa/tersangka memperoleh hak untuk meneliti
kembali berkas perkara
-
Peradilan dilakukan secara terbuka, para pihak
mempunyai hak yang sama mengajukan argumen dan semua alat bukti yang
dikumpulkan diuji kembali kebenaran- nya
-
Hakim berkewajiban mengupas semua permasalahan yang
relevan dengan surat dakwaan dan memperhatikan alat bukti lain
-
Berlaku asas Presumption of Innocence
Inkuisitor:
-
Meneliti peristiwa tindak pidana
-
Identifikasi terhadap pelaku
-
Pelaku ditangkap
-
Pemeriksaan pelaku, saksi dilakukan secara terpisah
-
Pemeriksaan pelaku di tempat terasing, komunikasi dengan pihak lain &
keluarga tidak diizinkan
-
Perbuatan yang dituduhkan terhadap pelaku tidak
diberitahukan
-
Tujuan pemeriksaan hanyalah pengakuan melalui cara
penyiksaan (torture).
-
Hasil pemeriksaan diserahkan pada pengadilan, hakim
hanya memeriksa berdasarkan berkas hasil pemeriksaan penyidik tanpa
pengembangan lebih lanjut
-
Terdakwa tidak dihadirkan di depan sidang dan sidang
tertutup tanpa pembela
-
Berlaku asas Presumption of Guilt
·
Pemeriksaan Hakim Langsung Dan Lisan
Asas ini dicantumkan
dalam
Ketentuan Pasal 153 ayat (2) huruf
a Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 :
Hakim Ketua
sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yamh dilakukan secara lisan
dalam Bahasa Indonesia yang dimengerti oleh Terdakwa dan Saksi.
·
Pengawasan
Asas ini dicantumkan
dalam
Penjelasan angka 3 huruf j
:
Pengawasan
pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana ditetapkan oleh ketua
pengadilan negeri yang bersangkutan.
Ilmu Bantu Bagi Hukum Acara Pidana:
Mengapa
Hukum
Acara Pidana butuh Bantuan
ilmu pengetahuan lain? Karena Hukum
Acara Pidana bertugas mengungkap kebenaran yang utuh/selengkapnya
1.
Logika dengan Hukum
Acara Pidana
-
Logika belajar berfikir dengan benar
-
sebab-akibat, aksi-reaksi, hipotesis-antitesis
-
Bermanfaat dalam persangkaan
-
menghubungkan beberapa fakta dan data
-
Orientasi – Hipotesis – verifikasi
2.
Psikologi
dengan Hukum Acara Pidana
-
Psikologi
mempelajari tentang perilaku agar memperlakukan
psikis seseorang secara lebih tepat.
3.
Kriminologi dengan Hukum Acara Pidana
-
Kriminologi mempelajari 1) Kejahatan, 2) Penjahat, dan 3) Reaksi
masyarakat. Hal-hal tersebut diperlukan Hukum Pidana untuk menentukan 1)
berat-ringannya perbuatan, 2) kesalahan pelaku dan 3) persepsi masyarakat bagi
pemidanaan.
4.
Forensik dengan Hukum Acara
Pidana
-
Forensik adalah penting bagi penentuan barang-barang
bukti dalam pemeriksaan perkara pidana di muka pengadilan .
5.
Penologi dengan Hukum Acara
Pidana
-
Penologi memberikan manfaat bagi pembinaan narapidana
di lembaga pemasyarakatan.
6.
Penitensier dengan Hukum Acara Pidana
-
Penitensiser
membantu hakim dalam menentukan berat ringan hukuman bagi seorang
terpidana .
7.
Kriminalistik dengan
Hukum Acara Pidana
-
Berhubungan
dengan barang-barang bukti, seperti : senjata api, bom, dll.
Lembaga-Lembaga Baru Dalam UU No. 8/1981 Tentang Hukum
Acara Pidana
1.
Pra-Peradilan
Ø Pasal 77 KUHAP
Pengadilan negeri berwenang untuk
memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang
ini tentang:
a.
sah atau
tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan;
b.
ganti kerugian
dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada
tingkat penyidikan atau penuntutan
Ø Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/Puu-Xii/2014
-
Mahkamah
berpendapat, dimasukkannya keabsahan penetapan tersangka sebagai objek pranata
praperadilan adalah agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana
memperhatikan tersangka sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan
kedudukan yang sama di hadapan hukum
-
Mahkamah menyatakan
frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”
yang tertuang dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP
harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” yang termuat dalam Pasal 184
KUHAP.
Ø Acara Sidang Pra-Peradilan
1.
Dilaksanakan di Pengadilan Negeri setempat
2.
Dalam wkt 3 (tiga) hari, stlh permintaa diajukan, KPN
wajib menunjuk Hakim
3.
Dipimpin oleh Hakim Tunggal (vide Pasal 78 ayat (2)
KUHAP)
4.
Pemeriksaan dilaksanakan dlm jangka waktu 7 (tujuh)
hari (vide Pasal 82 KUHAP)
5.
Pra-peradilan gugur jika perkara sudah diperiksa di PN
6.
Tidak mengenal ne bis in idem
7.
Hanya atas putusan sah/tidak sahnya SP3 atau SKPP
dapat dimintakan banding ke PT sbg putusan akhir.
Putusan
Akhir dari PT atas sah/tidak sahnya SP3 atau SKPP, jika telah inkracht,
di dalam praktek, seringkali diajukan PK ke Mahkamah Agung.
Bahkan, kedua
alasan lainnya pun, seringkali diajukan ke PT, yang kemudian
dijadikan dasar utk mengajukan PK
Permintaan Pemeriksaan Tentang Sah
Atau Tidaknya Suatu Penangkapan Atau Penahanan
Ø Diajukan oleh: tersangka, keluarga atau kuasanya ;
Ø Permintaan
ditujukan kepada KPN;
Ø Wajib
menyebutkan alasan-alasannya.
Ø Dapat diajukan oleh : Penyidik atau Penuntut Umum atau Pihak Ketiga yang
berkepentingan;
Ø Permintaan
ditujukan kepada KPN;
Ø Bertujuan untuk
menegakan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara
horizontal (vide Penjelasan
Pasal 80 KUHAP)
2.
Pra-Penuntutan
Ø Pasal 14 Huruf b jo. PASAL 110 jo. PASAL 138 UU No.
8/1981
Ø Pasal 14 huruf b :
Penuntut umum mempeunyai wewenang :
a....; b. Mengadakan pra-penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan
dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan
memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
Ø Pasal 110 :
1)
Dalam hal
penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada
penuntut umum.
2)
Dalam hal
penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang
lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik
disertai petunjuk untuk dilengkapi.
3)
Dalam hal
penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib
segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.
4)
Penyidikan
dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak
mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut
berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada
penyidik.
Ø Pasal 138 :
1)
Penuntut umum
setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan
menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik
apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.
2)
Dalam hal hasil
penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara
kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk
dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas,
penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut
umum.
3.
KIMWASMAT
Ø Pasal 277 Jo. Pasal 280 UU No. 8/81
Ø Pasal 277
1)
Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas
khusus untuk membantu ketua
dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan
kemerdekaan.
2)
Hakim
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim pengawas dan pengamat,
ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk paling lama dua tahun.
Ø Pasal 280
1)
Hakim pengawas dan
pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan
pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
2)
Hakim pengawas
dan pengamat mengadakan pengamatan untuk bahan penelitian demi ketetapan yang
bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh dari perilaku narapidana atau
pembinaan lembaga pemasyarakatan serta pengaruh timbal balik terhadap nara
pidana selama menjalani pidananya.
3)
Pengamatan
sebagaiamana dimaksud dalama ayat (2) tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai
menjalani pidananya.
4)
Pengawas dan
pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 berlaku pula bagi pemidanaan
bersyarat.
Ø Lembaga yang diatur secara ideal ini, dalam praktik
kurang berfungsi. Beberapa alasan, a.l. :
§ Hakim yang ada di
tiap-tiap pengadilan sering kali sudah disibukkan
dengan tugas-tugas rutin peradilan, sehingga tugas sebagai
Kimwasmat terabaikan,
§ Kurangnya personil Hakim
yang ada pada pengadilan, sehingga tugas sebagai Kimwasmat
tidak dapat dijalankan,
§ Kurangnya koordinasi dan kooperasi
antar berbagai aparat penegak hukum. Dalam hal ini tiap institusi penegak hukum
sering kali masih mementingkan terlaksananya tugas masing-masing tanpa
memikirkan kebutuhan institusi penegak hukum yang lain berkaitan dengan proses
peradilan.
TAHAP PENYIDIKAN
Sumber-Sumber Informasi
Bagi Penyidik Untuk Bertindak
1) Tertangkap
Tangan (ontdekking op heterdaad)àPasal 19 KUHAP
-
Tertangkapnya
seorang, pada waktu sedang melakukan tindak pidana
-
Tertangkapnya
seorang, dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan
-
Tertangkapnya
seorang, sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang
melakukannya,
-
Tertangkapnya
seorang, apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu.
2) Pelaporan
Pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena
hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang
tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. (Pasal 1 butir
24 KUHAP)
3) Pengaduan
Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum
seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. (Pasal 1 butir
25 KUHAP)
Perbedaan
Pelaporan Dan Pengaduan
Pelaporan
-
Pemberitahuan
-
Delik Biasa
-
Laporan tidak dapat dicabut
-
Tidak serta
merta
sebagai dasar penangkapan
Pengaduan
-
Pemberitahuan dan
Permintaan
-
Delik Aduan (Hanya orang yang berkepentingan karena telah dirugikan)
-
Pengaduan dapat dicabut
-
Langsung dapat dijadikan sebagai dasar penangkapan
4) Pengetahuan
sendiri penyelidik atau penyidik
melalui media cetak atau elektronik
PENYELIDIKAN (Investigation/Vooronderzoek)
“Serangkaian tindakan
penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini.” (Pasal 1 butir 5 KUHAP)
Tujuan Penyelidik
-
Untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang
sesungguhnya telah terjadi;
-
Bertugas membuat
berita acara serta laporan yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan.
Penyelidik
Pasal 4 KUHAP yang
berwenang melakukan fungsi penyelidikan adalah:
“Setiap Pejabat polisi negara Republik Indonesia”.
dalam pasal ini ditegaskan hanya polisi yang mempunyai kewenangan untuk
melakukan penyelidikan dan pejabat di luar kepolisian tidak diperkenankan oleh
undang-undang begitu pula jaksa.”
Kewenangan Penyelidik
- Kewenangan berdasarkan Kewajiban
(Hukum)
-
Menerima laporan
dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
-
Mencari
keterangan dan barang bukti;
-
Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan
serta memeriksa tanda pengenal diri;
-
Mengadakan tindakan lain menurut
hukum yang bertanggungjawab.
Syarat “Tindakan Lainnya” untuk Kepentingan
Penyelidikan dan Penyidikan.
§ Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
§ Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan
dilakukannya tindakan jabatan;
§ Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk
dalam lingkungan jabatannya;
§ Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan
memaksa;
§ Menghormati hak asasi manusia. (Lihat
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) KUHAP jo Pasal 16 ayat (2) UU Kepolisian).
- Kewenangan berdasarkan Perintah
Penyidik. (Lihat Pasal 5 KUHAP)
Kewajiban
dan wewenang penyelidik ini muncul manakala ada perintah dari penyidik:
1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
2. penggeledahan dan penyitaan,
3. pemeriksaan dan penyitaan surat,
4. mengambil sidik
jari dan mempotret seseorang,
5. membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik, dan
6. membuat laporan
hasil penyelidikan kepada penyidik.
PENYIDIKAN (Interrogation/Opsporing)
“Serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.” (vide Pasal 1 angka 2 KUHAP).
Yang Dimaksud “Bukti” Berkaitan Dengan ?
• Tindak pidana apa yang telah dilakukan
• Kapan dan dimana tindak pidana tersebut
dilakukan
• Dengan apa dan
bagaimana tindak pidana tersebut dilakukan
• Mengapa (motif)
tindak pidana tersebut
dilakukan dan siapa pembuat.
Tugas Dan Kewenangan Penyidik (Pasal 7 KUHAP)
- Menerima Laporan Atau Pengaduan
Dari Seorang Tentang Adanya Tindak Pidana;
- Melakukan Tindakan Pertama Pada
Saat Di Tempat Kejadian;
- Menyuruh Berhenti Seorang
Tersangka Dan Memeriksa Tanda Pengenal Diri Tersangka;
- Melakukan Penangkapan, Penahanan,
Penggeledahan Dan Penyitaan;
- Melakukan Pemeriksaan Dan
Penyitaan Surat;
- Mengambil Sidik Jari Dan Memotret
Seorang;
- Memanggil Orang Untuk Didengar Dan
Diperiksa Sebagai Tersangka Atau Saksi;
- Mendatangkan Orang Ahli Yang
Diperlukan Dalam Hubungannya Dengan Pemeriksaan Perkara;
- Mengadakan Penghentian Penyidikan;
- Mengadakan Tindakan Lain Menurut
Hukum Yang Bertanggung Jawab.
Tugas dan kewenangan penyidik lainnyaLihat Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia
PENYIDIK
“Pejabat polisi negara
Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.” (Pasal 1 angka
1 KUHAP)
Penyidik (PP 58/2010)
• Pejabat polisi negara Republik Indonesia (berpangkat paling rendah Inspektur Dua/Ipda dan
berpendidikan paling rendah Sarjana strata satu atau yang setara);
• Dalam hal pada suatu satuan kerja tidak ada
Inspektur Dua Polisi yang berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau
yang setara, dapat ditunjuk Inspektur Dua Polisi lain sebagai penyidik;
• Dalam hal pada suatu satuan kerja tidak ada
Inspektur Dua Polisi, Kepala Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah
Inspektur Dua
Polisi karena jabatannya adalah penyidik.
(Aiptu dan Aipda)
Penyidik
PNS (PP 43/2012)
• PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku Penyidik dan
mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
• PNS dengan masa kerja paling
singkat 2 (dua) tahun; berpangkat paling rendah Penata Muda/golongan III/a; dan
berpendidikan
paling rendah sarjana hukum atau
sarjana lain yang setara. (PP 58/2010)
Penyidik Pembantu
• Pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan
tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.
a. berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi;
b. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan
spesialisasi fungsi reserse kriminal;
c. bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2
(dua) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan
surat keterangan dokter; dan memiliki kemampuan dan integritas moral yang
tinggi.
• PPNS berpangkat Pengatur
Muda/Golongan II/A) è PP 27/1983
Alat-Alat Paksa (Dwangsmiddelen)
Penyidik
1) Penangkapan
“Suatu
tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau
terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau
penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” (Pasal 1 angka 20 KUHAP)
Tujuan Penangkapan:
1. Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas
perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan;
2. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik
pembantu berwenang melakukan penangkapan.
Syarat Formal Penangkapan:
Ø Bukti Permulaan
Yang Cukup (Psl 17 KUHAP)
Bukti permulaan yang cukup untuk penangkapan:
Bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai
dengan bunyi Pasal 1 butir 14àDitujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan
tindak pidanaàPERKAP No. 14/2012, Psl 1
angka 21
Bukti Permulaan adalah alat
bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan
untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk
dapat dilakukan penangkapan.(TIDAK
BERLAKU).
Ø Surat Tugas (Penangkapan)
Ø Surat Perintah Penangkapan e.g.: identitas tersangka, alasan
penangkapan, uraian singkat perkara
kejahatan yg disangkakan, tempat dimana ia akan diperiksa.
Ø Lamanya
penangkapan 1 (satu) hari (Psl 19 ayat (1) KUHAP) → 1 x 24 jam.
2) Penahanan
“Penempatan
tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum
atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.” (Pasal 1 angka 21 KUHAP)
Ø Dilakukan dalam
setiap tingkatan Pemeriksaan dan untuk kepentingan Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan
Pengadilan (Psl 20 KUHAP)
Ø Dilaksanakan
oleh Pejabat yang berwenang (Psl 20 KUHAP)
Ø Harus memenuhi
bukti yang cukup (Psl 21 ayat (1) KUHAP)
Ø Status hukum
Terlapor/Teradu/Pelaku adalah tersangka
Bukti
Yang Cukup Untuk Penahanan
Ø Alat bukti
berupa Laporan Polisi dan 2 (dua) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk
menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat
dilakukan penahanan (Perkap No.
14/2012). (TIDAK BERLAKU)
Ø KUHAP tidak
mengatur lebih lanjut ttg “bukti yang cukup”, namun selalu disandarkan kepada
Pasal 183 KUHAP.
Tujuan
Penahanan
Ø Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik
pembantu atas perintah penyidik;
Ø Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum
berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan;
Ø Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang
pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Syarat
Formil Penahanan
Ø Syarat Obyektif
1.
Tindak pidana itu
diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; atau
2. Tindak pidana
yang dikecualikanèPsl 21 ayat (4)
huruf b KUHAP
Ø Syarat Subyektif è Psl 21 ayat (1)
KUHAP
Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran
1. Tersangka atau terdakwa akan melarikan diri;
2. Tersangka atau terdakwa akan merusak atau
menghilangkan barang bukti; dan
3. Tersangka atau terdakwa mengulangi tindak pidana.
Syarat Formil Penahanan Lainnya
1.
Surat Perintah Penahanan atau Penetapan
Hakim, yang berisikan e.g: identitas tersangka
atau terdakwa, alasan penahanan, uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan
atau didakwakan, dan tempat penahanan;
2.
Tembusan surat
perintah penahanan harus diserahkan kepada keluarganya;
Jangka
Waktu Penahanan
Ø Tingkat
Penyidikan (Psl 24 KUHAP)
Penahanan oleh
Penyidik : 20 hari
Perpanjangan
Penahanan : 40 hari èPerpanjangan
oleh JPU
Ø Tingkat
Penuntutan (Psl 25 KUHAP)
Penahanan oleh
JPU: 20 hari
Perpanjangan
Penahanan : 30 hari èPerpanjangan
oleh KPN
Ø Tingkat
Pemeriksaan Sidang PN (Psl 26 KUHAP)
Penahanan oleh
Hakim PN : 30 hari
Perpanjangan
Penahanan : 60 hari èPerpanjangan
oleh KPN
Ø Tingkat
Pemeriksaan Sidang PT (Psl 27 KUHAP)
Penahanan oleh
Hakim PT : 30 hari
Perpanjangan
Penahanan : 60 hari èPerpanjangan
oleh KPT
Ø Tingkat
Pemeriksaan Sidang MA (Psl 28 KUHAP)
Penahanan oleh
Hakim MA : 50 hari
Perpanjangan
Penahanan : 60 hari èPerpanjangan
oleh KMA
Pengecualian
perpanjangan penahanan
Pasal 29à
pasal 24, 25, 26, 27, 28à
dikecualikan jika:
-
Menderita
gangguan fisik atau mental yang berat
-
Diancam pidana 9 tahun lebih
-
30 + 30 = 60
hari
Penangguhan
Penahanan
·
Pasal 31 ayat
(1) KUHAP :
Atas
permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut
umum atau hakim,
sesuai dengan kewenangan
masing-masing, dapat
mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat
yang ditentukan.
Penjelasan Pasal 31 ayat (1)
KUHAP:
- Wajib
Lapor
- Tidak
Keluar Rumah
- Tidak
Keluar Kota
Pasal
358 HIR :
- Tempat
Tinggal / Alamat yang Tetap
- Tidak
Akan Melarikan Diri; jika ada perintah pencabutan
- Tidak
Mengulangi Tindak Pidana
- Ada
Jaminan Uang atau Jaminan Orang
Penangguhan
Penahanan Dengan Jaminan Uang
·
Pasal 35 PP No.
27 Tahun 1983:
Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri
dan setelah lewat waktu tiga bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut
menjadi milik negara dan disetorkan ke kas negara.
Penangguhan
Penahanan Dengan Jaminan Orang
• Pasal 36 PP No. 27 Tahun 1983:
Dalam
hal jaminan itu adalah orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri maka
setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin
diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, uang yang dimaksud harus
disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri, dan Apabila penjamin
tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud maka jurusita akan menyita
barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara
melalui panitera pengadilan negeri.
Sifat
Jaminan
Ketentuan mengenai jaminan
bersifat fakultatif dan bukan imperative, berdasarkan frase: “dengan atau tanpa”
Bentuk
Formil Penangguhan Penahanan
• Dalam bentuk
perjanjian
• Ditegaskan
secara tertulis jumlah jaminan uang
• Penyebutan
istilah jaminan berdasarkan Psl 35 PP 27/1983 adalah Uang Jaminan
• Penyebutan
istilah jaminan berdasarkan Psl 36 PP 27/1983 adalah Uang Tanggungan
Dasar Hukum: Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.
M.14.PW.07.03/1983 tentang Addendum Pedoman Pelaksanaan KUHAP
Tata
Cara Penangguhan Penahanan
• Adaya permintaan;
• Haruslah berbentuk tertulis;
• Pejabat atau instansi yang menahan menetapkan
besarnya uang jaminan secara jelas disebutkan dalam surat perjanjian
Dasar Hukum: Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No.
M.14-PW.07.03/1983 angka 8 huruf a
Pembantaran Penahanan (Penundaan Penahanan
Sementara)
Pasal 19 ayat (8) PP No. 27
Tahun 1983:
Dalam
hal tertentu, tahanan dapat diberi izin meninggalkan RUTAN untuk
sementara dan untuk keperluan ini harus ada izin dari pejabat yang bertanggung
jawab secara juridis atas tahanan itu.
Makna “dalam hal tertentu”
• Apabila tahanan menderita sakit yang memerlukan perawatan
dan/atau pemeriksaan dokter di luar RUTAN, maka selain harus memenuhi ketentuan
ayat ini, harus pula disertai keterangan dokter RUTAN yang ditunjuk oleh
Menteri.
• Pulang ke rumah keluarganya, karena keluarga sakit
keras, kematian anak, istri, orang tua dan sebagainya yang
menurut pertimbangan pejabat yang bertanggung jawab secara juridis dapat
disetujui.
3) Penggeledahan
Rumah/Tempat
“Tindakan
penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk
melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan/atau penangkapan dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” (Pasal 1 angka 17
KUHAP)
Badan/Orang
“Tindakan
penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan/atau pakaian tersangka untuk
mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk
disita.”
Tujuan
Penggeledahan
Setiap
penggeledahan memiliki 3 (tiga) tujuan yuridis, yaitu:
- pemeriksaan ;
- Penyitaan; dan
- Penangkapan.
Penggeledahan
yang dilakukan, baik Rumah/Tempat ataupun Orang/Badan, bertujuan untuk
melakukan pemeriksaan. Dimana pemeriksaan tersebut guna mencari barang bukti
yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tindak pidana
yang sedang diperiksa.
Seperti
halnya Penggeledahan, Penyitaan pun mewajibkan adanya Surat Izin dari KPN setempat. Namun, ketentuan tersebut dibatasi dengan
frase “dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak”, sehingga Penyidik
dapat melakukan Penggeledahan dan Penyitaan tanpa izin dari Ketua Pengadilan.
Penggeledahan
Rumah/Tempat
- Yang berhak melakukannya adalah
penyelidik atas perintah penyidik
dan penyidik sendiri ;
- Surat perintah tugas dan kartu
identitas petugas;
- Penggeledahan rumah/alat angkutan
serta tempat-tempat tertutup lainnya hanya dapat dilakukan setelah
mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat ;
- Memberitahukan penghuni tentang
kepentingan dan sasaran penggeledahan;
- Saat melakukan penggeledahan rumah,
penggeledahan tersebut harus disaksikan oleh dua orang saksi, jika
tersangka atau penghuni menyetujui tindakan penggeledahan tersebut. Namun,
jika pihak tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir, tindakan
penggeledahan tersebut harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua
lingkungan dengan dua orang saksi ;
- Tidak menimbulkan kerugian atau gangguan
terhadap pihak yang digeledah atau pihak lain;
- Dalam hal petugas mendapatkan benda
atau orang yan dicari, tindakan untuk mengamankan barang bukti wajib
disaksikan oleh pihak yang digeledah atau saksi dari ketua lingkungan;
- Membuat BAP penggeledahan
- Dilarang menyita barang-barang yang
tidak berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan
- Menyita barang-barang yang tidak
terkait dengan tindak pidana maka wajib segera melaporkan kepada Ketua
Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya
Namun
sangat disayangkan, bahwa ketentuan ini direduksi dengan adanya ketentuan bahwa
dalam keadaan mendesak, maka izin Ketua Pengadilan Negeri dapat diabaikan.
Keadaan mendesak tersebut diartikan bahwa bilamana di tempat patut
dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda
yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan sedangkan
surat izin dari ketua pengadilan negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara
yang layak dan dalam waktu yang singkat.
Penggeledahan
Yang Bersifat Khusus
Penggeledahan Rumah diluar wilayah hukum Penyidik
Dalam
hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, maka
penggeledahan tersebut harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan
didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.
Penggeledahan
Badan/Orang
Dalam
hal Penggeledahan Badan/Orang, maka hal-hal yang perlu diketahui adalah sebagai
berikut:
- Menunjukkan surat perintah tugas dan
identitas petugas;
- Memberitahukan kepentingan tindakan
penggeledahan secara jelas dan sopan;
- Meminta maaf dan meminta kesediaan
orang yang digeledah atas terganggunya hak privasi karena harus
dilakukannya pemeriksaan;
- Memperhatikan dan menghargai hak-hak
orang yang digeledah;
- Melaksanakan penggeledahan terhadap
perempuan oleh petugas perempuan ;
- Jika perlu dilakukan pemeriksaan
penggeledahan rongga badan dapat diminta bantuan pejabat
kesehatan/paramedik ;
- Pengeledahan pakaian, harus
dilakukan diruang tertutup atau
minimal tidak dilakukan di depan umum ;
- Seorang wanita yang akan digeledah,
khususnya pada bagian rongga badan dapat menolak untuk digeledah/diperiksa
jika penyidik/penyidik pembantunya bukanlah seorang wanita.
4) Penyitaan
“Serangkaian
tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.”
(Pasal 1 angka 16 KUHAP)
Benda-Benda
Yang Disita
- Benda atau tagihan
Tersangka/Terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari
tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
- Benda yang telah dipergunakan
secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
- Benda yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
- Benda yang khusus dibuat atau
diperuntukkan melakukan tindak pidana;
- Benda yang berada dalam sitaan
karena perkara perdata atau karena pailit;
- Benda yang berada di dalam penguasaan
orang lain, dengan disertai Surat Tanda Penerimaan;
Kondisi
Benda Yang Disita
1) Mudah rusak
2) Bila disimpan maka biaya penyimpanannya lebih tinggi
daripada harga benda tersebut
Maka:
- Apabila perkara masih ada di tangan
penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat
diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh
tersangka atau kuasanya;
- Apabila perkara sudah ada di tangan
pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh
penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan
oleh terdakwa atau kuasanya.
- Izin
dari Pengadilan dan persetujuan Tersangka/Terdakwa
5) Pemeriksaan Surat
Persyaratan
agar dapat memeriksa barang-barang tersebut, antara lain sebagai berikut:
- Izin khusus yang diberikan dari
ketua pengadilan negeri ;
- Penyidik wajib memberikan surat
tanda penerimaan bila kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala
jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain sudah
menyerahkan kepada penyidik ;
- Apabila sesudah diperiksa ternyata
surat itu tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut, surat itu
ditutup rapi dan segera diserahkan kembali kepada kantor pos dan
telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain
setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah dibuka oleh penyidik"
dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan beserta identitas penyidik;
- Penyidik dan para pejabat pada
semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan
dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan isi surat yang
dikembalikan itu;
- Turunan berita acara tersebut oleh
penyidik dikirimkan kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala
jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan.
Berita
Acara Pemeriksaan
1) Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang :
a)
pemeriksaan
tersangka;
b)
penangkapan;
c)
Penahanan;
d)
penggeledahan;
e)
pemasukan rumah;
f)
penyitaan benda;
g)
pemeriksaan
surat;
h)
pemeriksaan
saksi;
i)
pemeriksaan di tempat kejadian;
j)
pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;
k)
pelaksanaan tindakan
lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
2) Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan
dalam melakukan tindakan tersebut pada (1) dan dibuat atas kekuatan sumpah
jabatan.
3) Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh
pejabat tersebut pada (2) ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat
dalam tindakan tersebut pada (1).
TAHAP PENUNTUTAN
Jaksa
-
Melaksanakan putusan Pengadilan yg inkracht
-
Melakukan
Penyidikan Tambahan
-
Bertindak sbg Jaksa Penuntut Umum
Jaksa/Penuntut Umum
-
Melaksanakan penetapan Hakim
-
Melakukan Penuntutan
Penuntutan
Tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke
Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini dengan PERMINTAAN supaya diperiksa, diadili dan
diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Penyidikan
Tambahan
Penyidikan
Tambahan (Naopsporing) sejalan dengan yang diatur adalam undang undang
nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan, khususnya dalam pada bab III tentang
tugas dan kewenangan kejaksaan pasal 30 ayat (1), yang berbunyi :
1) Di bidang pidana,
kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan penuntutan;
b. melaksanakan penetapan
hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan
keputusan lepas bersyarat;
d. melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e. melengkapi berkas perkara
tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum
dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
penyidik.
Kemudian
dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa, pemeriksaan tambahan yang
dilakukan oleh jaksa tersebut harus memenuhi syarat-syarat seperti berikut :
1) tidak dilakukan terhadap
tersangka;
2) hanya terhadap
perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat,
dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan Negara;
3) harus dapat diselesaikan
dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah dilaksanakan ketentuan Pasal 110 dan
138 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana;
4) prinsip koordinasi dan
kerjasama dengan penyidik.
Kewenangan
Jaksa Sebagai Penuntut Umum
1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan
dari penyidik atau penyidik pembantu;
2. Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan
pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat (3) dan ayat (4),
dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah
perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
4. Membuat surat dakwaan;
5. Melimpahkan perkara ke pengadilan;
6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang
ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan,
baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah
ditentukan;
7. Melakukan penuntutan;
8. Menutup perkara demi kepentingan hukum;
9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan
tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;
10. Melaksanakan penetapan hakim.
Surat
Dakwaan
§ Jaksa/Penuntut Umum yakin hasil penyidikan telah dapat diajukan di sidang
pengadilan à membuat surat
dakwaan
§ Surat Dakwaan
adalah :
• Suatu-surat atau akte
• Memuat perumusan
dari tindak pidana yang didakwakan
• Yang sementara
dapat disimpulkan dari hasil penyidikan dari penyidik
• Yang merupakan
dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan perkara & menentukan
batas-batas bagi pemeriksaan hakim di sidang pengadilan
• Mengenai
fakta-fakta yang terletak dalam batasan tersebut
§ Tujuan Surat
Dakwaan merupakan alasan-alasan yang
menjadi dasar penuntutan suatu peristiwa pidana, terhadap terdakwa karena telah
melanggar peraturan hukum pidana pada suatu saat dan tempat tertentu yang
eksplisit dan individual.
§ Syarat-syarat
surat dakwaan (Pasal 143 ayat 2 KUHAP) :
• syarat formal,
harus disebut nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
agama, pekerjaan & alamat
• syarat material,
uraian lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu
& tempat tindak pidana dilakukan (tempus et locus delictie).
Pembatalan
Surat Dakwaan
• Nederburg : 2
macam pembatalan, yaitu :
1)
Dapat dibatalkan (vernietigbaarheid)àsyarat
formal
2)
Batal demi hukum (nietigheid)àsyarat materiil
• Keterangan :
1) Pembatalan yang
disebabkan karena tidak memenuhi syarat formal
(harus
ada) yang ditentukan oleh undang-undang, apabila tidak terpenuhi maka DAPAT DIBATALKAN (VERNIETIGBAARHEID)
2) Pembatalan
menurut penilaian hakim sendiri karena
tidak
terpenuhinya syarat yang esensial
(materiil), maka BATAL DEMI HUKUM (NIETIGHEID). Misalnya dakwaan kabur/tidak jelas dalam menguraikan tindak pidana, locus dan tempus
delicti (obscuri libelli).
Pentingnya
Locus Et Tempus Delicti
§ Menentukan
kompetensi pengadilan (Pasal 84 KUHAP)
§ Mengemukakan
Alibi (pembelaan)
§ Tindak pidana à peraturan hukum
sudah ada, perubahan,penggantian
§ Tindak Pidana à Persyaratan
umur
§ Berhubungan
dengan kedaluarsa delik
§ Dapat
dipidananya suatu perbuatan disyaratkan, (misalnya waktu perang, keadaan
terpaksa)
§ Penentuan adanya
residivis
§ Menentukan
berat-ringan nya hukuman berdasarkan situasi (misalnya :
malam-siang,biasa-bencana,orang lain-hub.darah)
Surat
Dakwaan
• Pasal 143 ayat (2) KUHAP
• Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor :
SE004/J.A/1 1/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan, tanggal 16 November 1993
• Surat Edaran
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Nomor
B-607/E/11/1993 tentang Petunjuk Tehnis
Pembuatan Surat Dakwaan, tanggal 22 November 1993
• Cermat, jelas, lengkap
Makna
“Cermat”
Ketelitian Jaksa penuntut umum dalam mempersiapkan
surat dakwaan yang didasarkan kepada undang-undang yang berlaku bagi terdakwa,
serta tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan
batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan antara lain misalnya :
1. Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan, apakah
penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat,
2. Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan melakukan
tindak pidana tersebut,
3. Apakah tindak pidana tersebut sudah atau belum
kedaluarsa dan apakah tindak pidana yang didakwakan itu tidak nebis in idem.
Pada
pokoknya kepada Jaksa Penuntut Umum dituntut untuk bersikap teliti dan waspada
dalam semua hal yang berhubungan dengan keberhasilan penuntutan perkara di
muka sidang pengadilan.
Makna
“Jelas”
Jaksa Penuntut umum harus
mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus memadukan dengan
uraian perbuatan materiel (fakta) yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat
dakwaan.
Dalam hal ini harus diperhatikan, jangan sekali-kali
mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang satu dengan delik yang lain
yang unsur-unsurnya berbeda satu sama lain, atau uraian dakwaan yang hanya
menunjuk pada uraian dakwaan sebelumnya (seperti misalnya menunjuk pada
dakwaan pertama) sedangkan unsur-unsurnya berbeda.
Makna
“Lengkap”
Uraian surat dakwaan harus
mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan undang-undang secara lengkap. Jangan
sampai terjadi ada unsur delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak
diuraikan perbuatan materielnya secara tegas dalam dakwaan, sehingga berakibat
perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana menurut undang-undang.
Bentuk Surat Dakwaan
1.
Surat Dakwaan Tunggal
Dalam
Surat Dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, tidak terdapat
dakwaan lain baik sebagai alternatif maupun sebagai pengganti.
Contoh:
Dalam
Surat Dakwaan hanya didakwakan Tindak Pidana pencurian (pasal 362 KUHP).
2.
Surat Dakwaan Alternatif
Dalam
bentuk ini dakwaan disusun atas beberapa lapisan yang satu mengecualikan
dakwaan pada lapisan yang lain.
Dakwaan
alternatif dipergunakan karena belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana
mana yang akan dapat dibuktikan. Lapisan dakwaan tersebut dimaksudkan sebagai
"jaring berlapis" guna mencegah lolosnya terdakwa dari dakwaan.
Meskipun
dakwaan berlapis, hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan, bila salah satu
dakwaan telah terbukti, maka lapisan dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan
lagi.
Misalnya:
1)
Primer: Pencurian (pasal 362 KUHP)
ATAU
Subsidair: Penadahan (pasal 480 KUHP)
2)
Pertama: Pencurian (pasal 362
KUHP)
ATAU
Kedua: Penadahan (pasal 480 KUHP)
3.
Surat Dakwaan Subsider
Bentuk
dakwaan ini dipergunakan apabila satu Tindak Pidana menyentuh beberapa
ketentuan pidana, tetapi belum dapat diyakini kepastian tentang kualifikasi dan
ketentuan pidana yang lebih tepat dapat dibuktikan.
Lapisan
dakwaan disusun secara berurutan dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan
pidana terberat sampai pada Tindak Pidana yang diancam dengan pidana teringan
dalam kelompok jenis Tindak Pidana yang sama.
Persamaannya
dengan dakwaan alternatif ialah hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan,
sedangkan perbedaannya pada sistem penyusunan lapisan dakwaan dan pembuktiannya
yang harus dilakukan secara berurutan dimulai dari lapisan pertama sampai
kepada lapisan yang dipandang terbukti. Setiap lapisan yang tidak terbukti
harus dinyatakan secara tegas disertai dengan tuntutan untuk dibebaskan dari
dakwaan yang bersangkutan.
Contoh
Dakwaan Subsider:
Primer:
Pembunuhan berencana (pasal 340
KUHP);
Subsidair:
Pembunuhan
(pasal 338 KUHP);
Lebih Subsidair:
Penganiayaan
berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355 (2) KUHP);
Lebih Subsidair lagi :
Penganiayaan
berat yang mengakibatkan matinya orang (pasal 354 (2) KUHP);
Lebih-lebih Subsidair lagi :
Penganiayaan
yang mengakibatkan matinya orang (pasal 351 (3) KUHP).
4.
Surat Dakwaan Kumulatif
Bentuk
ini digunakan bila kepada terdakwa didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus
dan Tindak Pidana tersebut masing-masing berdiri sendiri (Concursus Realis).
Semua
Tindak Pidana yang didakwakan harus dibuktikan satu demi satu.
Dakwaan
yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas disertai tuntutan untuk
membebaskan terdakwa dari dakwaan yang bersangkutan.
Persamaannya
dengan dakwaan Subsidair, karena sama-sama terdiri dari beberapa lapisan
dakwaan dan pembuktiannya dilakukan secara berurutan.
Misalnya dakwaan disusun :
Kesatu :
Pembunuhan (pasal 338 KUHP);
Kedua : Pencurian dengan pemberatan (pasal 363 KUHP);
Ketiga :
Perkosaan (pasal 285 KUHP).
5.
Surat Dakwaan
Kombinasi/Gabungan
Bentuk
ini merupakan perkembangan baru dalam praktek sesuai perkembangan di bidang
kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk/jenisnya maupun dalam
modus operandi yang dipergunakan.
Kombinasi/gabungan
dakwaan tersebut terdiri dari dakwaan kumulatif dan dakwaan subsider.
Contoh:
Kesatu :
Primer
: Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP);
Subsider
: Pembunuhan (pasal 338 KUHP);
Lebih
Subsider: Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355
ayat 2 KUHP).
Kedua: Perampokan/pencurian dengan kekerasan (pasal 365 ayat
(3) dan (4) KUHP).
Ketiga: Perkosaan (pasal 285 KUHP).
Voeging & Splitsing
•
Umumnya tiap-tiap perkara diajukan
sendiri-sendiri di persidangan (splitsing).
•
Namun PU dapat melakukan penggabungan perkara
dalam satu surat dakwaan (voeging).
Kapan Jaksa/PU dapat
melakukan voeging ? (Pasal 141 KUHAP)
Bilamana
PU melakukan Voeging perkara dalam hal :
•
Beberapa Tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang sama &
kepentingan pemeriksaaan tidak menjadi halangan penggabungannya. (misal :
perampokan oleh beberapa orang)
•
Beberapa tindak pidana yang berhubungan satu sama lain (oleh beberapa
orang yang saling terkait). (misal : perampokan dilakukan lebih dari satu
rumah, oleh pelaku yang sama, dalam waktu yang berlainan)
•
Beberapa tindak pidana yang tidak berhubungan satu dengan lain, akan
tetapi tindak pidana yang satu dengan lain nya ada hubungan nya, bila dianggap
perlu untuk kepentingan pemeriksaan. (misal : perampokan-perampasan senjata api
aparat-penembakan warga-perampasan mobil untuk melarikan diri)
Perubahan
Surat Dakwaan
•
Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan
hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak
melanjutkan penuntutannya.
•
Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali
selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.
•
Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya
kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.
TAHAP PERSIDANGAN
Verzet (Perlawanan) Menjelang Sidang Dan Persidangan
§ Pasal 147 s.d. Pasal 149 KUHAP jo. Pasal 156 KUHAP
§ Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, ketua PN mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang
pengadilan yang dipimpinnya.
§ Jika ketua pengadilan
negeri berpendapat, bahwa perkara pidana itu tidak termasuk wewenang pengadilan
yang dipimpinnya, tetapi termasuk wewenang pengadilan
negeri lain, ia menyerahkan surat pelimpahan perkara tersebut kepada pengadilan negeri
lain yang dianggap berwenang mengadilinya dengan surat
penetapan yang memuat alasannya
§ Surat pelimpahan perkara
tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum selanjutnya kejaksaan negeri
yang bersangkutan menyampaikannya kepada kejaksaan negeri di tempat pengadilan
negeri yang tercantum dalam surat penetapan.Turunan surat penetapan dimaksud
disampaikan kepada terdakwa atau penasihat hukum dan penyidik.
§ Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap surat penetapan pengadilan negeri tersebut, maka :
§ Penuntut umum mengajukan
perlawanan kepada Pengadilan tinggi yang bersangkutan dalam waktu tujuh hari
setelah penetapan tersebut diterima;
§ tidak dipenuhinya tenggang
waktu tersebut di atas mengakibatkan batalnya perlawanan;
§ perlawanan tersebut
disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang bersangkutan dan hal itu
dicatat dalam buku daftar panitera;
§ dalam waktu tujuh hari
pengadilan negeri yang bersangkutan wajib meneruskan perlawanan tersebut kepada
pengadilan tinggi.
§ Pengadilan tinggi dalam
waktu paling lama empat belas hari setelah menerima perlawanan tersebut dapat
menguatkan atau menolak perlawanan itu dengan surat penetapan.
§ Dalam hal pengadilan tinggi menguatkan perlawanan penuntut umum, maka dengan surat penetapan
diperintahkan kepada pengadilan negeri yang bersangkutan untuk menyidangkan
perkara tersebut.
§ Jika pengadilan tinggi menguatkan pendapat pengadilan negeri, pengadilan tinggi mengirimkan berkas
perkara pidana tersebut kepada pengadilan negeri terkait.
§ Tembusan surat penetapan
pengadilan tinggi dimaksud disampaikan kepada penuntut umum.
Eksepsi
Dalam hal terdakwa atau
penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili
perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus
dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk
menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya
mengambil keputusan
Kompetensi pengadilan
§ Pasal 150 KUHAP
§ Sengketa tentang wewenang
mengadili terjadi:
a.
jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili
atas perkara yang sama;
b.
jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang
mengadili perkara yang sama.
§ Macam Sengketa Kompetensi
a.
KOMPETENSI ABSOLUT
1)
antara pengadilan dari satu
lingkungan peradilan dengan pengadilan dari lingkungan peradilan yang lain;
2)
antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum
pengadilan tinggi yang berlainan;
3)
antara dua pengadilan tinggi atau lebih.
b.
KOMPETENSI RELATIF
sengketa wewenang mengadili antara dua pengadilan
negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah hukumnya.
Gugurnya
tuntutan
§ NE BIS IN DEM
§ KADALUARSA (Pasal 78-82 KUHP)
§ Tersangka/Terdakwa meninggal dunia
Syarat
formil
§ Untuk tindak pidana dengan ancaman pidana lebih dari 5 (lima) tahun atau pidana
mati, Tersangka mulai dari proses penyidikan tidak didampingi oleh Penasehat
Hukum. Karena berdasarkan Yurisprudensi MA No. 1565
K/Pid/1991 tanggal 16 September 1991;
§ Tindak Pidana yang didakwakan merupakan delik aduan, sedangkan perkara
diproses tanpa adanya aduan atau tenggang waktu pengaduan telah lewat (Psl
72-75 KUHP);
§ Tindak pidana yang didakwakan sedang diproses oleh Pengadilan Negeri
lain;
§ Error in persona (terdakwa yang diajukan
salah identitasnya)
§ Tindak Pidana yang didakwakan mengandung sengketa perdata yang harus
diperiksa secara perdata;
§ JPU keliru dalam merumuskan dakwaan.
Obscure
libel
§ Pelanggaran terhadap Pasal 143 ayat (2) KUHAP
§ Tidak menguraikan tindak pidana yang didakwakan secara cermat, jelas, dan lengkap.
§ Tidak menyebutkan locus
delicti secara cermat, jelas, dan lengkap.
§ Tidak menyebutkan tempus
delicti secara cermat, jelas, dan lengkap.
Putusan
Sela (tussenkomst vonnis)
§ Putusan Sela (interim
meascure) adalah merupakan putusan yang dijatuhkan oleh hakim sebelum
memeriksa pokok perkara baik perkara pidana maupun perkara perdata.
§ Dalam Praktik pemeriksaan
perkara pidana, putusan sela biasanya dijatuhkan karena adanya eksepsi dari
terdakwa atau Penasihat Hukumnya. Eksepsi penasihat hukum inilah yang memegang
peranan penting dalam dijatuhkannya putusan sela oleh hakim
§ Macam-macam Putusan Sela :
1.
Putusan yang berisi pernyataan tentang tidak berwenangnya pengadilan
untuk mengadili suatu perkara (onbevoegde verklaring). Sesuai dengan
pasal 148 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, perkara
tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum untuk selanjutnya dilimpahkan
kepada pengadilan negeri di wilayah yang berhak untuk mengadilinya.
2.
Putusan yang berisi pernyataan bahwa surat dakwaan penuntut umum tidak
dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard), misalnya karena perkara
yang diajukan oleh penuntut umum sudah daluarsa, nebis in idem, perkara
memerlukan syarat aduan (klacht delict)
3.
Putusan yang menyatakan bahwa surat dakwaan penuntut umum batal (nietig
verklaring van de acte van verwijzing), misalnya dalam hal surat dakwaan
tidak memenuhi ketentuan mengenai surat dakwaan yang terdapat di dalam Pasal
143 ayat (2) huruf b Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana, maka sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 143 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana surat
dakwaan tersebut batal demi hukum.
4.
Putusan yang berisi penundaan pemeriksaan perkara oleh karena ada
perselisihan prejedusiel (perselisihan kewenangan), karena di dalam
perkara yang bersangkutan diperlakukan untuk menunggu suatu putusan hakim
perdata.
5.
Putusan yang menyatakan bahwa keberatan dari terdakwa atau penasihat
hukumnya tidak dapat diterima atau hakim berpendapat bahwa hal tersebut baru
diputus setelah selesai pemeriksaan perkara a quo, maka dakwaan penuntut umum
dinyatakan sah dan persidangan dapat dilanjutkan untuk pemeriksaan materi pokok
perkara, sesuai degan ketentuan dalam Pasal 156 ayat (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Sistem
Pembuktian
Dakwaan
à Pembuktian
Ø Tujuan :
untuk memperoleh kepastian bahwa apa yang
didakwakan JPU dalam Surat Dakwaan kepada terdakwa
adalah benar.
Ø Dengan cara memeriksa :
mengenai
apakah peristiwa/perbuatan tertentu sungguh pernah terjadi Mengenai mengapa peristiwa tersebut
tejadi (motif)
Maka
dari itu pemeriksaan terdiri dari ::
Ø Menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dapat di terima oleh panca indera ;
Ø memberikan keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang
telah diterima tersebut ;
Ø Mengggunakan pikiran logis.
Manfaat
dengan adanya pembuktian tersebut :
Ø hakim dapat menggambarkan dalam pikirannya apa yang sebenarnya terjadi ;
Ø sehingga memperoleh keyakinan tentang hal tersebut ;
Ø meskipun ia tidak melihat/mendengar/merasakan sendiri.
Macam-macam Sistem Pembuktian :
Ø Teori Pembuktian Keyakinan
Hakim (Conviction In-Time)
-
Terbukti atau tidaknya perbuatan dan kesalahan terdakwa berdasarkan
keyakinan hakim semata-mata.
-
Pembuktian ini memiliki kecenderungan untuk berpikir secara irrasional.
-
Irrasionalitas disertai dengan supranatural, dikhawatirkan bahwa
terjadinya kesalahan dalam memeriksa perkara.
-
Pada waktunya, pembuktian ini dipandang paling tepat.
Ø Teori Pembuktian Keyakinan
Hakim yang logis (Conviction Raisonnee)
-
Terbukti atau tidaknya perbuatan dan kesalahan terdakwa berdasarkan
keyakinan hakim yang disimpulkan dari barang bukti.
-
Barang bukti terdiri dari :
1)
Teori Pembuktian Positif (Positief Wettelijke Bewijs Theorie)
2)
Teori Pembuktian Negatif (Negatief Wettelijke Bewijs Theorie).
Ø Teori Pembuktian Positif (Positief
Wettelijke Bewijs Theorie)
Macam-macam Sistem Pembuktian :
-
Teori Pembuktian Keyakinan Hakim (Conviction In-Time)
-
Teori Pembuktian Keyakinan Hakim yang logis (Conviction Raisonnee)
-
Teori Pembuktian Positif (Positief Wettelijke Bewijs Theorie)
-
Teori Pembuktian Negatif (Negatief Wettelijke Bewijs Theorie).
Ø Teori Pembuktian Negatif
(Negatief Wettelijke Bewijs Theorie).
Macam-macam Sistem Pembuktian :
-
Teori Pembuktian Keyakinan Hakim (Conviction In-Time)
-
Teori Pembuktian Keyakinan Hakim yang logis (Conviction Raisonnee)
-
Teori Pembuktian Positif (Positief Wettelijke Bewijs Theorie)
-
Teori Pembuktian Negatif (Negatief Wettelijke Bewijs Theorie).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar